Menjalankan bisnis dan merawat keluarga tak bisa berjalan beriringan? Nadya Nizar (37), Founder Nadjani, Meyta Retnayu (34), Founder Kaynn, dan Lisa Yumi (35), Founder Prabu Indonesia, telah membuktikan hal tersebut salah. Dimulai dengan passion dan dijalani dengan kegigihan, para Local Heroes ini menunjukkan bahwa membangun bisnis bukanlah tak mungkin bagi perempuan, terutama bagi ibu.
Belakangan ini, rasa bangga masyarakat terhadap pelaku bisnis lokal sering disematkan pada istilah Local Prideatau Local Heroes. Di antara ribuan Local Heroes yang tersebar di penjuru tanah air, Nadya, ibu dari Atha (12) dan Katlea (8), Meyta, ibu dari Karel (6) dan Kayden (1), serta Lisa, ibu dari Caitlyn (8), adalah beberapa Local Heroes yang tak hanya menjadi pahlawan bagi kemajuan bisnis lokal, namun juga bagi keluarganya masing-masing.
Bertepatan dengan bulan perayaan kemerdekaan Indonesia, kali ini M&B mengajak Mom Nadya, Mom Meyta, dan Mom Lisa untuk berbagi kisah perjalanan mereka sebagai Local Heroes sekaligus ibu. Bagaimana mereka memulai bisnis dan menjaganya tetap eksis? Bagaimana cara mereka mengatur waktu untuk merawat Si Kecil? Yuk, simak wawancara eksklusif M&B dengan Nadya Nizar, Meyta Retnayu, dan Lisa Yumi yang menjadi Moms of the Month Agustus 2021!
Apa yang menginspirasi Anda saat membuat brand Anda?
Lisa: Jadi brand ini dimulai bersama suami, yang waktu itu masih menjadi pacar. Haha. Kami memulainya dengan passion, karena saya percaya tanpa passion segala hal tak bisa berhasil. Passion kami adalah shopping, memang kami sangat suka belanja. Lalu ketika pulang ke Indonesia, kami kesulitan mencari sepatu yang in trend, berkualitas, dan affordable. Kalau yang in trend dan berkualitas tinggi, harganya pasti mahal. Jadi saya mendirikan brand ini untuk memenuhi keinginan orang-orang seperti saya, agar bisa belanja. Haha.
Nadya: Pada tahun 2008 saya mengelola distro bersama suami, yang saat itu masih jadi pacar. Akhirnya kami menikah dan di tahun 2010 dan saya memutuskan memakai jilbab. Dulu, pakaian untuk jilbab kebanyakan gamis, lalu saya merasa seperti ibu-ibu, ya. Memang sudah ibu-ibu, tapi tidak mau ibu-ibu banget. Haha. Nah, dari situ saya mulai membuat rancangan. Kemudian di tahun 2011, pas banget sedang booming tren hijabers. Akhirnya, Nadjani lahir bersama tren itu.
Meyta: Dulu sempat bekerja di sebuah ritel busana di Bali dan mengurus bagian aksesoris, seperti tas dan sepatu. Kebetulan, studi kuliah tak jauh dari tekstil dan kulit. Saya memang suka pakai tas, urusan baju memang sederhana tapi ingin stand out pada aksesoris. Hanya, saat cukup mature saya tidak menemukan tas yang cocok. High brand tentu lumayan mahal, ya. Tapi tas kulit yang ada modelnya kolot, menurut saya. Akhirnya sepulang dari Bali saya beli bahan baku sendiri, menjahit dengan tangan sendiri, dan pakai sendiri. Waktu itu kebetulan ada kesempatan di Pasar Seni ITB tahun 2010 dan saya bersama teman menyewa stand untuk berjualan. Lalu saya iseng membuat tas, enggak menyangka dalam sehari antusiasmenya bagus banget. Kemudian saat mau kembali ke Bali saya berpikir, "Apa diteruskan saja ya, daripada mengembangkan brand orang?" Akhirnya saya kembali ke Bali untuk resign, lalu mengembangkan brand ini di Bandung.
Pastinya tak mudah menjadi ibu bekerja yang mengatur sebuah perusahaan. Bagaimana tips dan trik manajemen waktu Anda untuk mengurus anak sekaligus bekerja?
Nadya: Kehadiran anak pertama, Atha, sebenarnya menjadi pelajaran besar bagi saya. Jadi saat Atha lahir, saya baru menikah dan membangun bisnis. Saat masih playgroup, ia sering saya ajak ke toko bahan. Ketika sudah masuk TK, saya merasa kasihan jika terus mengajaknya. Sampai akhirnya, saya memindahkannya ke sekolah full day, dari jam 8.00-16.00, karena saya saking kasihan jika harus meninggalkannya di rumah enggak ada orang atau mengajaknya ke mana-mana, jadi lebih baik ia di sekolah saja, ada yang membantu belajar. Selama 2 tahun saya benar-benar membangun Nadjani untuk menemukan cara agar punya lebih banyak waktu di rumah. Kemudian, alhamdulillah, Nadjani berkembang dan punya karyawan, sehingga saya bisa punya waktu untuk mengurus anak.
Meyta: Tak bisa bohong, saya mengandalkan support system di rumah. Kebetulan saya tinggal bersama orang tua dan mereka sangat protektif terhadap cucu-cucunya. Jujur, memang ada plus dan minusnya. Di satu sisi, alhamdulillah, saya bersyukur orang tua masih ikut bertanggung jawab. Ya, diambil enaknya saja. Jadi dari pagi sampai siang saya pastikan Karel dan Kayden beres dahulu, apalagi sekarang ada sekolah online. Tapi setelah siang, adalah harga mati saya harus keluar untuk bekerja. Soalnya, saya menganggap bisnis ini sebagai anak juga, bahkan yang pertama sebelum anak-anak hadir. Jadi benar-benar saya sayang, saya jaga image-nya, kualitasnya, dan hubungan dengan orang-orang di dalamnya.
Lisa: Mirip seperti Meyta. Kebetulan mertua tinggal berjarak 5 menit dari rumah, dan mama saya juga sangat membantu. Kalau misalnya harus bekerja sampai malam, mertua dan orang tua membantu menjaga anak. Mungkin enggak seperti kakek-nenek biasa, mereka enggak hanya memanjakan, tapi juga membantu. At the end of the day, ketika saya pulang, saya pasti meluangkan waktu untuk Caitlyn. Every single day, sebelum ia tidur, kami harus mengobrol dulu. Saya merasa quality lebih penting daripadaquantity. Kalau bareng terus tapi enggak mengobrol, ya sama saja. Tapi selama pandemi, karena selalu di rumah dan bersama, jadinya lebih mudah untuk mengatur waktu. Kebetulan Caitlynunderstanding banget. Jika saya bilang akan bekerja, maka ia tak akan ganggu. Ia akan cari kesibukan sendiri, seperti menyanyi atau belajar. Yang penting adalah memberi informasi, kapan bekerja dan kapan bisa bersamanya.
"Selama 2 tahun saya benar-benar membangun Nadjani untuk menemukan cara agar punya lebih banyak waktu di rumah" - Nadya Nizar
Dalam 3 kata/istilah, deskripsikan diri Anda sebagai ibu!
Meyta: Ibu sahabat anak. Karena dengan pendekatan sebagai sahabat, saya ingin membuat anak nyaman. Di satu sisi tetap menghormati orang tuanya, di sisi lain ia nyaman dan terbuka untuk bercerita, berkeluh kesah, dan sebagainya.
Lisa: Supportive, loving,dan reliable.
Nadya: Disiplin, tidak banyak menuntut, dan santai.
"Dengan pendekatan sebagai sahabat, saya ingin membuat anak nyaman. Di satu sisi tetap menghormati orang tuanya, di sisi lain ia nyaman dan terbuka." - Meyta Retnayu
Bagaimana Anda mendeskripsikan pola asuh Anda?
Lisa: Saya berusaha untuk konsisten. Artinya, keputusan yang saya buat tidak berubah-ubah sehingga anak mengerti. Dalam melakukan segala sesuatu, saya juga selalu mengajaknya berdiskusi serta memberikan penjelasan dengan lengkap dan rasional. Setiap hari, saya meluangkan waktu mendorongnya selalu open dan mau bercerita kegiatannya. Tak masalah jika anak berbuat salah, yang terpenting adalah ia bisa belajar menjadi lebih baik dari kesalahan itu.
Nadya: Tidak dilepas, tapi enggak banyak menuntut juga. Misalnya soal pelajaran. Saya enggak pernah menuntut untuk mendapat nilai sempurna, yang penting harus disiplin. Seperti sekarang, meski sekolah online harus tetap bangun pagi, lalu makan, mandi, dan pakai seragam lengkap. Walau hanya kelihatan bagian tubuh atas, saya tetap minta mereka pakai seragam lengkap agar disiplin. Bisa dibilang, saya enggak galak juga. Tapi ada kalanya saya galak, jika mereka kelihatan tidak menurut kalau sudah diberi tahu.
Meyta: Santai dan casual. Tapi kita tetap menerapkan nilai-nilai, tata krama, disiplin, dan agama sebagai pondasi yang kuat. Di samping itu, saya dan suami terus mengasah potensi anak, mengenalkan bermacam-macam aktivitas, seperti olahraga, seni, dan sebagainya. Dari situlah akan kelihatan minat dan bakat anak, lalu kami akan terus asah dan dukung. Intinya, kami selalu mengenalkan hal baru untuk mereka pilih dan minati selanjutnya.
"Tak masalah jika anak berbuat salah, yang terpenting adalah ia bisa belajar menjadi lebih baik dari kesalahan itu." - Lisa Yumi
Bagaimana Anda memulai bisnis dan menjaganya tetap hits hingga sekarang? Bisa berikan tips dan trik untuk para Moms yang juga ingin memulai berbisnis?
Meyta: Konsisten dan tetap harus up to date. Selain itu, inovasi dan mengetahui karakter (keunikan) produk atau karya juga penting. Apa yang membuat produk kita berbeda dari orang lain dan menjadi daya tarik? Kualitas dan detail handmade tetap ditonjolkan sebagai identitas produk lokal yang mengutamakan keunikan dan kelebihan pengrajin lokal. Untuk memulai bisnis juga tak selalu harus dengan modal besar. Yang penting memahami kapasitas antara produksi dan permintaan. Branding juga sangat penting untuk positioning produk (brand) karena bisa menentukan target.
Lisa: Yang penting adalah persistent dan jangan pernah berhenti belajar. Sampai sekarang pun, saya masih terus belajar karena perkembangan ritel yang begitu cepat. Jangan sampai kita tidak evolve dan tertinggal.
Nadya: Awalnya, saya memang membuat bisnis yang sesuai dengan minat, yaitu menggambar dan melukis. Alhasil, muncullah bisnis pakaian yang sebenarnya juga memenuhi kebutuhan diri sendiri, yaitu pakaian yang cocok bagi saya berkerudung. Jadi, penting banget membuat bisnis yang disuka dan dikuasai. Agar bisa terus eksis, sebenarnya disesuaikan saja dengan apa yang dibutuhkan dan apa yang lagi tren. Selain itu, perlu juga dekat dengan influencer. Seperti Nadjani, kebanyakan saya tidak membayar influencer. Misalnya ia mau dan suka, maka akan saya kirimkan produk. Biasanya, secara otomatis dan tanpa disuruh, ia akan unggah foto dan tag Nadjani. Memang harus mengikuti zaman, istilahnya. (Gabriela Agmassini/SW/Dokumen pribadi)