FAMILY & LIFESTYLE

Kata Ahli, Pernikahan Karena Perjodohan Juga Bisa Bahagia, Kok!



Kata orang, ada banyak cara untuk bertemu dengan pasangan hidup atau jodoh kita. Bahkan mungkin saja kita akan bertemu dengan pasangan hidup melalui cara yang cheesy ataupun sebaliknya, very romantic, layaknya adegan dalam film-film Hollywood yang biasa kita tonton.

Namun, ada satu cara lain yang bisa jadi terdengar kuno buat Anda, tetapi ternyata masih banyak orang-orang dari berbagai negara yang melakukan tradisi ini: perjodohan suami istri.

Yang jadi pertanyaan kemudian adalah, bisakah pasangan yang menikah karena dijodohkan benar-benar merasa saling jatuh cinta? Dan, bisakah pernikahan karena dijodohkan berlanjut dengan kebahagiaan? Yuk, kita simak apa kata para ahli, Moms.

Apakah pasangan yang dijodohkan itu akhirnya bisa benar-benar jatuh cinta?

Jawabannya: ya, tentu saja mereka bisa saling jatuh cinta.

Meskipun rasa cinta itu tidak atau belum dirasakan pasangan yang dijodohkan saat mereka bertukar sumpah atau melakukan akad nikah, menurut Susan Trombetti, seorang matchmaker, rasa cinta dan chemistry itu akan tumbuh dari waktu ke waktu.

Melanie Shapiro, seorang psikoterapis, juga mengatakan hal yang serupa. “Kita mungkin telah terbiasa dengan gagasan untuk jatuh cinta dulu, baru kemudian menikah. Namun, hal tersebut juga bisa terjadi sebaliknya, menikah dulu, baru kemudian muncul rasa cinta,” jelasnya.

“Dalam perjodohan suami istri, kedua pihak biasanya tidak menyetujui gagasan bahwa cinta itu datang karena takdir. Namun sebaliknya, mereka percaya pada gagasan tentang cinta bisa berkembang dari waktu ke waktu–tetapi hal itu tetap diupayakan dengan usaha,” kata Robert Epstein, seorang psikolog, penulis, dan jurnalis.

Bisakah pernikahan karena dijodohkan tumbuh bahagia?

Perjodohan suami istri mungkin tidak tampak seperti gagasan yang romantis, tetapi ada satu hal, sebuah studi dari Statistic Brain Research Institute menunjukkan bahwa tingkat perceraian pada pernikahan karena dijodohkan sangat kecil, hanya sekitar 6 persen. Hal tersebut tentunya sangat rendah jika mempertimbangkan tingkat perceraian yang lebih tinggi pada pernikahan biasa atau pernikahan yang tidak dijodohkan.

Tidak hanya itu, sebuah penelitian dalam Journal of Counseling and Development menemukan bahwa kepuasaan pasangan suami istri yang dijodohkan hampir tidak ada bedanya dengan pasangan suami istri yang tidak dijodohkan.

Dari laman Psychology Today, penelitian lain mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara pasangan suami istri yang menikah karena dijodohkan dengan pasangan suami istri yang menikah karena pilihan mereka sendiri, baik dalam hal cinta yang penuh gairah dan romantis, rasa kasih sayang dan perhatian, kepuasan, maupun komitmen. Dengan kata lain, kedua pasangan suami istri, baik yang dijodohkan atau tidak dijodohkan, sama-sama merasakan kebahagiaan dalam hubungan pernikahan mereka.

Akan tetapi, Shapiro menegaskan, “Hal itu mungkin terjadi karena kedua pihak sama-sama telah memiliki pemahaman tentang prioritas dalam hubungan pernikahan dan saling mendukung dalam tujuan bersama.”

“Penting juga untuk memiliki pola pikir bahwa hubungan ini adalah untuk selamanya serta menjaga komitmen dan komunikasi,” kata Reva Seth, seorang penulis dan jurnalis.

Perlu dipahami juga, setiap pasangan memiliki hubungan yang unik dan berbeda-beda. “Setiap pasangan dan setiap pernikahan memiliki tantangan dan kekuatan yang berbeda-beda.” ujar Shapiro.

Pada akhirnya, para ahli sepakat bahwa keberhasilan pernikahan tidaklah tergantung kepada bagaimana pasangan bertemu, tetapi tergantung pada usaha yang mereka lakukan untuk mempertahankan pernikahan itu. (M&B/Fariza Rahmadinna/SW/Foto: Prostooleh/Freepik)