Meski Moms merasa sudah menjaga lingkungan rumah bersih dan asri, bahaya demam berdarah dengue atau DBD masih bisa mengancam. Pasalnya, nyamuk pembawa virus dengue ini berjenis Aedes aegypti - Aedes albopictus, yang justru suka berkembang biak di tempat yang cenderung bersih. Jika sebelumnya banyak kasus DBD terjadi di pedesaan, maka selama 10 tahun terakhir penyakit ini justru semakin tinggi terjadi di wilayah perkotaan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, dari awal tahun sampai dengan minggu ke-20 tahun 2023, telah tercatat 33.027 kasus demam berdarah dengan 258 kematian. Dari banyaknya pasien, DBD—terutama pada kasus dengue berat—lebih berisiko menyerang anak-anak. Hal ini diperkuat dengan data bahwa dari 40 persen kasus demam berdarah pada tahun 2022 di Indonesia, 73 persen kasus kematian dengue terjadi pada kelompok anak usia 10-14 tahun.
Bahaya virus dengue sendiri bukan hanya karena penyebarannya melalui gigitan nyamuk saja, tetapi juga bisa menyerang bayi baru lahir. “Bayi baru lahir bisa terkena virus dengue apabila sang ibu mengalami DBD menjelang persalinan. Virus dengue bisa masuk ke dalam tubuh bayi selama masih di dalam kandungan ataupun saat bayi lahir, karena akan banyak darah yang keluar selama proses melahirkan. Kondisi yang paling berbahaya adalah terjadi kebocoran pada pembuluh darah akibat virus tersebut yang menyebabkan bayi atau anak-anak kehabisan cairan tubuh,” jelas dr. Anggraini Alam, SpA(K), Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI.
Mencegah penyebaran demam berdarah dengue
Kita tentunya ingin menurunkan atau bahkan menghindari DBD, yang memang disebut sebagai penyakit yang tidak bisa diprediksi, misalnya saat berangkat sekolah anak masih sehat dan ceria, saat pulang sekolah ia justru mengalami demam mendadak. Kondisi inilah yang sangat perlu diwaspadai dan disarankan untuk langsung membawa anak ke dokter.
Terkait DBD, Kementerian Kesehatan RI menargetkan angka kasus demam berdarah, yaitu kurang dari 10 per 100.000 penduduk pada 2024, dan akan menjadi 0 kasus kematian pada tahun 2030. Selain menerapkan 3M (Menguras, Menutup, Mendaur ulang) Plus, saat ini sudah ada vaksin yang diharapkan bisa mencegah pertumbuhan virus dengue di dalam tubuh.
Saat ini juga sudah ada vaksin untuk DBD yang dikeluarkan oleh Takeda sebagai perlindungan tubuh dari DBD. Vaksin ini bisa diberikan dari anak usia 6 tahun sampai dewasa usia 45 tahun. Walau belum menjadi program tetap dari pemerintah, keberadaan vaksin untuk mencegah penyebaran virus dengue ini sudah menjadi imunisasi pilihan yang direkomendasikan.
“Kerja sama dengan dukungan mitra antara pemerintah dan Takeda yang kuat akan membantu mempercepat tercapainya target eliminasi demam berdarah di Indonesia,” ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, dr. Siti Nadia Tarmizi dalam diskusi bersama dengan topik “Demam Berdarah di Sekitar Kita: Ayo #3MPlusVaksin”.
Vaksinasi ini bisa mencegah infeksi demam berdarah sehingga mengurangi risiko seorang anak terkena infeksi demam berdarah yang berat. “Vaksinasi juga dapat menurunkan tingkat rawat inap karena demam berdarah. Hal ini akan mengurangi beban biaya rawat yang signifikan dan juga kehilangan waktu kerja dan sekolah karena rawat inap demam berdarah,” tambah dr. Anggraini.
Vaksin DBD itu penting
Moms dan Dads tentu perlu memperhatikan cara mencegah terjadinya DBD di lingkungan keluarga, seperti keluarga Ringgo Agus Rahman yang pernah mengalami DBD dua kali dan Sabai Morscheck mengalaminya satu kali. Hal ini tentu bisa mengganggu pekerjaan dan menimbulkan trauma tersendiri.
Apalagi baru-baru ini anak kedua mereka, Mars, juga terkena DBD di usia 1 tahun dan membuatnya dirawat selama beberapa hari. “Yang paling membuat sedih adalah saat Mars harus diambil darah setiap dua jam sekali. Badannya jadi biru-biru, tapi saya tahu itu untuk kebaikan Mars. Dokter juga menjelaskan kalau ambil darah itu untuk mengecek trombosit dan kekentalan darahnya. Saat Mars sakit, saya pun menjaganya sendiri karena Ringgo sedang keluar kota. Jadi, setiap menelepon dan update kabar tentang Mars, pasti saya menangis,” cerita Sabai di acara yang sama.
Keduanya pun sangat bersyukur karena hadirnya vaksin DBD dari Takeda dan langsung menerimanya bersama anak mereka, Bjorka, yang sudah berusia 7 tahun. “Dengan adanya vaksin DBD yang telah direkomendasikan oleh asosiasi medis, saya dan keluarga sangat bersyukur dan antusias. Setelah konsultasi dengan dokter tentang keamanan dan efikasi dari vaksin DBD, kami sekeluarga sepakat untuk bersama-sama divaksin DBD. Tapi untuk Mars memang harus menunggu sampai dia berusia 6 tahun. Mungkin vaksin DBD jadi hadiah ulang tahunnya nanti,” ungkap Ringgo.
Vaksin DBD dari Takeda sudah tersedia di beberapa pusat kesehatan dan rumah sakit, dengan ketentuan dua kali pemberian dengan interval 3 bulan. Untuk saat ini, vaksin DBD dijual dengan harga Rp567.899 per dosis. Dengan menerima vaksin, maka kita bisa mencegah terjadinya DBD dengan kasus berat dalam jangka waktu 1,5 tahun, bahkan menurunkan risiko paparan virus dengue sampai 4,5 tahun.
“Setelah menerima vaksin, tidak ada efek samping yang mengganggu aktivitas kami sekeluarga. Bahkan, setelah vaksin, Bjorka masih bisa bertanding basket dengan semangat. Jadi saya harap, vaksin DBD bisa diakses oleh masyarakat seluas-luasnya. Saya yakin Indonesia bisa #CegahDBD dengan #Ayo3MPlusVaksin,” tambah Ringgo. (M&B/Vonia Lucky/SW/Foto: Freepik, Takeda Indonesia)