Data yang dikeluarkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan sekitar 50 ribu anak di Indonesia menikah dini karena mayoritas hamil di luar nikah.
Penyebab utama dari tingginya angka tersebut adalah rendahnya pendidikan seksual di kalangan remaja. Untuk itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menekankan pentingnya pendidikan seksual pada anak.
Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, dispensasi perkawinan anak meningkat 7 kali lipat sejak 2016. Total permohonan dispensasi pada 2021 mencapai jumlah 59.709. Hasto menyebut sebagian besar permohonan dispensasi perkawinan anak tak bisa ditolak pengadilan karena sebagian besar anak perempuan yang mengajukan dispensasi itu sudah hamil.
Tingginya angka pernikahan dini akibat hamil di luar nikah salah satunya disebabkan oleh rendahnya pendidikan seksual di kalangan remaja. “Kenapa kita banyak anak hamil di luar nikah? Karena pengetahuan kita tentang kesehatan reproduksi rendah,” kata Hasto seperti dikutip dari CNN Indonesia. Menurutnya, remaja yang paham akan kesehatan reproduksi akan menjauhi seks bebas karena mereka tahu bahaya-bahaya seks usia dini.
Hasto juga menjelaskan bahwa sebagian masyarakat masih menganggap pendidikan seksual sebagai hal tabu. Tak sedikit yang berpendapat bahwa pendidikan seksual tidak seharusnya diajarkan kepada anak-anak. Padahal, Hasto menilai pendidikan seksual adalah kunci menekan kasus anak hamil di luar nikah.
Tahapan pendidikan seksual sesuai usia anak
Pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi perlu diberikan kepada anak sejak usia dini. Hal ini akan membantunya untuk memahami perilaku seks yang sehat di masa depan. Pendidikan seksual sendiri bisa diberikan sesuai tahapan usia anak seperti berikut ini.
Balita
Di usia ini, anak sudah mampu melihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara fisik. Jika ia bertanya, Anda bisa menyebutkan perbedaan hingga fungsinya secara jelas, tapi dengan pemahaman sederhana. Ingatkan juga bahwa tubuhnya adalah miliknya, terutama di area kemaluan, sehingga tidak ada yang boleh menyentuh selain dirinya sendiri dan orang tua (hingga usia tertentu).
Tanamkan juga rasa malu pada anak, sehingga ia tidak menunjukkan tubuhnya terus-menerus saat di muka umum. Salah satu caranya adalah dengan memakaikannya pakaian di ruang tertutup, dan baru keluar setelah pakaiannya rapi.
Anak juga mulai sering menyentuh alat kelaminnya dan ini sebenarnya hal yang wajar. Jangan langsung mengindikasikan pada hal pornografi, melainkan bimbing ia untuk tidak melakukannya sesering mungkin.
Praremaja
Di fase ini, Anda sudah perlu menjelaskan tentang pubertas hingga aktivitas seksual lebih rinci. Meski sudah dijelaskan di sekolah, orang tua perlu membimbing anak tentang pemahaman mengenai hal ini sehingga tidak ada mispersepsi.
Tindakan ini menjadi cukup penting karena anak jadi bisa lebih aman mendapatkan informasi, dibandingkan hal-hal yang ia dapatkan sendiri dari sumber tidak valid atau malah menjerumuskannya pada hal negatif.
Remaja
Semakin beranjak dewasa, perubahan secara fisik hingga bertambahnya faktor hormonal akan mengubah tak hanya fisik tapi juga mental. Anak akan jarang bercerita pada orang tua, terutama untuk urusan seks.
Karena itu, orang tua harus menjaga komunikasi agar tetap berlangsung secara dua arah tanpa memaksanya dan menghakiminya. Dengan begitu, ia akan merasa tetap terlindungi dan terhindar dari risiko perilaku hingga pergaulan buruk dalam kehidupannya. (M&B/SW/Foto: Artursafronovvvv/Freepik)