Tak dapat dimungkiri, stunting masih menjadi masalah pelik di Indonesia. Data terakhir menunjukkan bahwa ada sekitar 400 ribu anak Indonesia mengalami stunting.
Berdasarkan definisi yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2020, stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang/tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi karena kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang/kronis yang terjadi dalam 1.000 hari pertama kelahiran (HPK).
Angka stunting di Indonesia memang mengalami penurunan dalam 3 tahun terakhir. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilansir dari Antara News, prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen pada 2022 dan turun menjadi 21,5 pada 2023.
Namun, meski mengalami penurunan, angka bayi yang mengalami stunting masih tergolong tinggi. Oleh sebab itu, pemerintah dan orang tua diharapkan untuk bisa mengambil tindakan agar jumlah anak yang mengalami stunting dapat ditekan.
Salah satu cara untuk mencegah anak mengalami stunting tentunya dengan memastikan kecukupan gizinya. Si Kecil memerlukan asupan nutrisi lengkap, terutama protein, agar tumbuh kembangnya berjalan dengan baik.
Perlu diketahui, bayi berusia 7-12 bulan membutuhkan sekitar 11 gram protein per hari, sedangkan anak yang sudah memasuki usia balita butuh sebanyak 13 gram protein per hari.
Dua jenis protein
Berdasarkan sumbernya, protein dibagi menjadi dua, yaitu protein hewani dan nabati. Kedua jenis protein ini memang sama-sama memiliki manfaat yang baik buat tubuh. Namun, protein hewani mengandung asam amino yang lebih lengkap ketimbang protein nabati.
Selain itu, protein yang berasal dari hewan juga cenderung lebih mudah dicerna oleh sistem pencernaan Si Kecil. Karena itu, protein hewani dianggap lebih baik dan berkualitas ketimbang protein nabati. Di sisi lain, protein nabati memiliki kadar serat lebih tinggi yang juga diperlukan tubuh bayi.
Kenapa protein hewani?
Dalam memilih sumber protein, Moms juga perlu memastikan bayi Anda mendapatkan asupan protein hewani saat memasuki periode pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). Pasalnya, protein hewani mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap untuk tubuh dibandingkan protein nabati. Seperti dikutip dari laman Paudpedia Kemdikbud, makin tinggi dan baik kualitas protein yang dikonsumsi, maka makin tinggi juga kadar insulin sebagai mediator pembentukan matriks tulang.
Seperti telah disebutkan di atas, protein hewani memiliki kandungan asam amino esensial yang lebih lengkap. Asam amino esensial diperlukan untuk mendukung pertumbuhan sel-sel tubuh Si Kecil sehingga tumbuh kembangnya akan lebih optimal dan terhindar dari risiko stunting.
Anak yang mengonsumsi protein hewani lebih banyak akan cenderung memiliki potensi pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak mengonsumsi sumber protein hewani. Sebagai catatan, sumber protein hewani meliputi daging sapi, daging ayam, hati sapi, dan berbagai jenis ikan, telur, serta susu.
Efek samping
Meski protein hewani dianggap lebih baik daripada protein nabati, konsumsinya juga tak boleh berlebihan. Protein hewani pada umumnya mengandung banyak kolesterol dan lemak jenuh, sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan, maka Si Kecil akan berisiko mengalami obesitas, kolesterol tinggi, dan meningkatkan risiko penyakit jantung saat ia dewasa nanti.
Baca juga: Ini Efek Konsumsi Protein Berlebihan pada Anak
Jadi, Moms, pemberian protein hewani untuk anak tetap perlu disesuaikan dengan takaran. Selain itu, jangan lupa untuk memberikan asupan serat buat Si Kecil guna membantu memperlancar sistem pencernaannya, Moms!(M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Freepik)