Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, internet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, perlu Moms ingat, meski menawarkan berbagai manfaat, internet juga membawa sejumlah risiko, terutama bagi anak-anak dan remaja.
Anak remaja dan praremaja sering kali menggunakan internet untuk mencari jati diri, menjalin hubungan sosial, dan mengeksplorasi berbagai minat. Dunia maya memungkinkan mereka untuk berekspresi dengan cara yang belum tentu bisa mereka lakukan di dunia nyata.
Selain itu, internet menjadi sumber utama informasi bagi remaja. Ini termasuk informasi pendidikan hingga hiburan. Namun, tidak semua informasi yang tersedia akurat atau bermanfaat, dan anak perlu belajar memilah informasi yang mereka terima secara kritis.
Faktanya, internet memang menawarkan banyak hal menarik bagi mereka yang mulai memasuki fase praremaja, mulai dari akses informasi hingga pertemanan di media sosial. Tidak heran jika 95 persen anak usia 12-17 tahun di Indonesia sudah menggunakan internet minimal 2 kali dalam sehari berdasarkan survei UNICEF pada 2023. Namun, pemanfaatan internet dan media sosial tanpa kontrol yang tepat dapat menimbulkan masalah, salah satunya adalah eksploitasi seksual.
Ancaman di media sosial
Media sosial merupakan bagian integral dari kehidupan remaja saat ini. Sayangnya, platform ini juga memiliki sejumlah ancaman yang perlu diwaspadai. Salah satu ancaman terbesar adalah cyberbullying, di mana remaja bisa menjadi korban pelecehan atau perundungan secara online yang dapat berdampak serius pada kesehatan mental mereka. Saat ini, terdapat sekitar 500 ribu remaja pernah menjadi korbal eksploitasi seksual dan perlakuan salah di media sosial.
Selain itu, media sosial dapat meningkatkan tekanan sosial di kalangan remaja. Mereka mungkin merasa perlu untuk tampil sempurna atau mendapatkan banyak "like" dan komentar positif. Tekanan ini bisa menyebabkan kecemasan dan depresi jika tidak dikelola dengan baik.
Privasi juga menjadi masalah di media sosial. Remaja sering kali tidak menyadari risiko membagikan informasi pribadi secara terbuka, yang dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk mengedukasi remaja tentang pentingnya menjaga privasi online mereka.
“Ada beberapa kondisi psikologis yang bisa kita amati dari para remaja. Pertama, mereka adalah anak-anak atau remaja yang sering galau. Jadi emosinya masih labil. Kemudian narsistik, impulsif, dan mudah emosional,” ungkap Diena Haryana, Founder SEJIWA Foundation, dalam acara TikTok peluncuran program Teen Safety Education School Roadshow "Seru Berkreasi dan #SalingJaga di TikTok”.
“Hal ini membuat mereka terkadang tidak cukup berpikir matang ketika sharing sesuatu. Jadi saat mereka lihat dan berpikir 'Oh, aku tidak suka terhadap tokoh ini. Aku sebarkan biar orang lain tahu'. Tanpa disadari, ia menyebarkan berita bohong. Dengan begitu, artinya ia sudah menyebarkan misinformasi. Kalau ini dilakukan terus-menerus, maka akan berbahaya bagi para remaja. Mereka akan meninggalkan jejak digital yang buruk dan akan menodai personal branding,” lanjut Diena.
Perlu diketahui, saat ini background check akan dilakukan ketika seseorang melamar pekerjaan atau untuk mendapatkan beasiswa. Nah, latar belakang di dunia digital berisiko menggagalkan usaha untuk mendapatkan pekerjaan atau beasiswa tersebut.
Saling jaga di TikTok
Menyadari betul betapa banyak ancaman yang mengintai pengguna media sosial di kalangan anak-anak dan remaja, TikTok bekerja sama dengan SEJIWA Foundation memperkenalkan program school roadshow bertajuk "Seru Berkreasi dan #SalingJaga di TikTok”. Program ini merupakan inisiatif yang bertujuan untuk mendukung kreativitas remaja sekaligus memastikan keamanan mereka di dunia digital melalui roadshow edukasi di 6 sekolah menengah atas di wilayah Jabodetabek untuk para siswa remaja dan orang tua serta wali, selama bulan Oktober dan November 2024.
Selain itu, TikTok juga berusaha menjaga keamanan digital bagi pengguna yang masih remaja dengan cara mengatur kebijakan batas usia, sumber daya dan fitur keamanan, dan kampanye proaktif.
Kebijakan batas usia di TikTok terbagi dalam 3 kategori, yaitu pengguna berusia 14-15 tahun, usia 16-17 tahun, dan usia di atas 18 tahun. Bagi pengguna TikTok yang masih berusia 14-15 tahun, ada sejumlah fitur yang dibatasi dan tidak diizinkan, yaitu pesan langsung atau DM, unduhan video, fitur komentar hanya untuk teman, duet atau stitch tidak diizinkan, fitur LIVE tidak diizinkan, waktu layar harian hanya 60 menit, fitur hadiah virtual tidak diizinkan, dan notifikasi malam hari dinonaktifkan pada pukul 21.00.
Bagi pengguna berusia 16-17 tahun, sejumlah fitur bisa diatur ulang. Namun, Moms dan Dads tetap bisa mengawasi dengan menggunakan fitur pelibatan keluarga. Fitur ini memungkinkan orang tua untuk mengawasi langsung penggunaan TikTok di gawai anak, termasuk membatasi waktu penggunaan serta video yang bisa dilihat.
Untuk menggunakan fitur pelibatan keluarga, Moms hanya perlu klik pengaturan dan privasi, lalu pilih pelibatan keluarga. Moms bisa menautkan TikTok milik anak sehingga bisa:
- Meninjau dasbor waktu layar anak remaja Anda dan tetapkan batas harian
- Batasi siapa saja yang dapat mengirim pesan kepada anggota keluarga Anda
- Kelola pengaturan privasi dan keamanan anak remaja Anda
- Memilih apakah anak remaja Anda dapat memiliki akun privat atau publik
Dengan adanya fitur pengamanan dari TikTok, Moms tak perlu worries lagi jika anak ingin berkreasi di media sosial.
"Menciptakan lingkungan digital yang aman bagi remaja untuk berkreasi membutuhkan upaya kolektif, baik dari orang tua atau wali, sekolah, dan platform. Di TikTok, kami berkomitmen untuk menyediakan wadah yang aman dan nyaman bagi pengguna untuk berkreasi, termasuk untuk remaja. Hal tersebut kami tuangkan dalam bentuk kebijakan, ragam fitur dan alat keamanan bagi orang tua dan remaja, serta program edukasi yang menggandeng mitra eksternal,” ungkap Anggini Setiawan, Communications Director, TikTok Indonesia.
“Program 'Seru Berkreasi dan #SalingJaga di TikTok' merupakan salah satu perwujudan komitmen kami untuk meningkatkan pemahaman tentang keamanan digital, serta memberdayakan para remaja serta orang tua dan wali untuk bersama-sama menciptakan perjalanan digital yang aman dan nyaman bagi remaja," tutupAnggini. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Freepik, TikTok)