Menjadi seorang jurnalis tentunya bukan pekerjaan yang mudah untuk dilakukan, apalagi sambil menjalani peran sebagai ayah dan mendampingi tumbuh kembang anak. Namun, bagi Wahyu Wiwoho, hal ini merupakan tantangan yang seru untuk dijalani. Wahyu yang merupakan ayah dari tiga orang anak, Chaitra, Shenoa, dan Anaqi, juga bercerita bahwa awal ia menjadi news anchor merasa “terjebak”, tapi pada akhirnya ia mengaku sangat mencintai profesinya tersebut.
Kini, Wahyu Wiwoho juga aktif di media sosial dengan membuat berbagai konten perihal gaya hidup, etika, dan kepribadian. Selain menarik, video-video Wahyu dalam akun Instagram-nya juga memberikan kita banyak ilmu tentang etika dalam kehidupan sehari-hari.
Nah, seperti apa sih, kehidupan Wahyu Wiwoho sebagai seorang news anchor dan ayah tiga orang anak? Yuk, simak wawancara eksklusif M&B dengan Wahyu Wiwoho yang menjadi Dads We Love November 2024 di edisi spesial Hari Ayah Nasional berikut ini, Moms!
Bagaimana perjalanan awal Anda menjadi seorang news anchor?
Nah, ini sebenarnya agak-agak enggak sengaja. Waktu zaman kuliah dulu, cita-cita aku justru jadi diplomat atau public relation (PR). Tapi, aku memang sudah mulai kepikiran tentang dunia media, karena sudah mulai “tergoda“ di tengah perjalanan kuliah, saat aku ambil mata kuliah pilihan jurnalistik. Begitu juga dengan skripsiku, itu membahas tentang public relation 50% dan membahas tentang media 50%. Sampai pas aku lagi sidang, dosen penguji ada yang tanya “Kamu itu sebenarnya PR atau jurnalistik?” Kebetulan juga saat itu kerja praktik di tahun 2001 atau 2002 di Metro TV. Mulai dari situ awal mula aku menjadi news anchor. Karena ketidaksengajaan itulah aku jadi mencintai dunia jurnalistik ini.
Setelah menjalani dunia jurnalistik, bagaimana perasaannya?
Kalau itu, aku sangat enjoy, karena memang dunia jurnalistik rumah besar komunikasi, kayak menyajikan komunikasi, mengelola komunikasi, semua ada di sana kan, jadi nature-nya sama.
Menurutku bahasan tentang manners ini penting, bahkan dituntut dalam industri atau dunia kerja di era generational gaps sekarang ini.
Anda juga sekarang aktif membuat konten di media sosial tentang etika, gaya hidup, dan kepribadian. Apa tujuan awal membuat konten tersebut?
Kalau itu, karena memang aku sebagai communication practitioner. Nah, menurutku bahasan tentang manners ini penting, bahkan dituntut dalam industri atau dunia kerja di era generational gaps sekarang ini. Dan aku rasa itu penting, ya, untuk mengedukasi dan mengomunikasikan ke orang banyak.
Selama menjadi news anchor, apa pengalaman yang tidak terlupakan?
Nah, kebetulan aku itu orang yang bisa dibilang cepat move on. Jadi, kadang kalau ada hal-hal yang kurang enak atau apa pun itu ya, lewat begitu aja. Tapi, kalau ditanya yang memorable ya, liputan-liputan yang berhubungan dengan satu individu yang memang sedang dalam kondisi kesusahan, contohnya kayak berita tentang bencana, suatu peristiwa yang memilukan, atau konflik.
Anda adalah ayah dari tiga orang anak, ada tidak yang protes tentang kesibukan ayahnya?
Enggak sih, karena dari dulu kayaknya mereka sudah paham sama pekerjaan ayahnya yang memang waktunya enggak pasti. Mereka juga sudah biasa kalau misalnya aku pagi antar anak ke sekolah, tapi siang atau sore tiba-tiba sudah enggak ada di rumah. Tapi, overall mereka ok dan mengerti dengan kesibukan aku, sih.
Bagaimana membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan?
Kalau aku nih, bagi dua sama istri. Pokoknya dalam satu minggu harus ada part, entah itu antar anak ke sekolah atau jemput anak di sekolah. Kalaupun mereka harus diantar sama supir, aku atau istri pasti antar sampai depan pagar, walaupun cuma sekadar say bye-bye. Nah, kalau Astrid, istriku, dia lebih ke anak-anakku yang perempuan yang teenager dan preteen. Dengan pendekatan keibuan, dia jadi lebih banyak tahu informasi tentang mereka.
Pokoknya dalam satu minggu harus ada part, entah itu antar anak ke sekolah atau jemput anak di sekolah. Kalaupun mereka harus diantar sama supir, aku atau istri pasti antar sampai depan pagar, walaupun cuma sekadar say bye-bye.
Dari ketiga anak Anda, adakah yang ingin menjadi seperti ayahnya dalam berkarier?
Nah, ini yang nomor pertama, nih. Sekarang dia sudah kelas 2 SMA, kebetulan juga sekolahnya yang menggali passion anak, jadi kita tahu dari sekarang dia sudah mulai ke arah-arah anything about communication. Kalau untuk yang nomor 2 dan nomor 3 itu belum terlalu terlihat, walaupun mungkin dari cara mereka berpikir dan komunikasi menurut aku sudah sedikit terlihat arahnya ke mana.
Pelajari tren anak-anak sekarang, karena kalau kita enggak tahu tren sekarang, kita akan sulit untuk berkomunikasi dengan mereka.
Selain istri, siapa support sistem terbaik dalam hidup Anda?
Sudah pasti orang tua dan mertua, karena setelah kita menikah kan orang tua jadi double, ya. Jarak rumahku dengan rumah orang tua juga enggak jauh. Jadi, misalnya aku dan Astrid lagi sama-sama kerja, kadang ibuku atau mertuaku inisiatif, "Sini anak-anak sama Mama aja". Itu sih, menurutku support sistem terbaik dalam hidup aku.
Apa tips Anda untuk para ayah yang tadinya berjarak dengan anak supaya bisa dekat dengan anak?
Pelajari tren anak-anak sekarang, karena kalau kita enggak tahu tren sekarang, kita akan sulit untuk berkomunikasi dengan mereka. Menurut aku sekarang, faktor susah dekat dengan anak itu karena banyak ayah yang terjebak dengan generasinya, padahal zaman sekarang dan dulu sudah jauh berbeda. Mulailah dari hal-hal yang kecil, kayak tahu istilah-istilah yang lagi populer di masa kini, itu cukup penting untuk kita sebagai orang tua tahu apa artinya.
(M&B/Gianti Puteri/SW/Foto: Gustama Pandu/Digital Imaging: Raghamanyu Herlambang/Fashion Stylist: Gabriela Agmassini/MUA: Aksismipi (@aksismipi_mua)/Wardrobe: Kasep Official (@kasepofficial)/Location: Sheraton Gandaria City Jakarta (@sheratonjakarta))