Beberapa waktu belakangan, Indonesia diramaikan dengan berbagai isu pemalsuan. Mulai dari beredarnya software palsu, uang palsu, ijazah palsu, hingga beras palsu dan obat palsu yang tentu bisa mengancam nyawa manusia.
Secara harfiah, obat palsu merupakan obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Obat palsu juga umumnya diproduksi dengan cara meniru penandaan obat lain yang telah memiliki izin edar.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat bahwa di Indonesia pertumbuhan peredaran obat ilegal dalam beberapa tahun terakhir ternyata cukup tinggi. Berdasarkan data dari BPOM, terdapat peningkatan jumlah temuan obat palsu selama 3 tahun terakhir, sejak 2012. Pada 2012 ditemukan 6 item, pada 2013 ditemukan 13 item, dan pada 2014 ditemukan 14 item, dengan jenis obat anti diabetes ilegal terbanyak. Menurut data tersebut, wilayah yang paling banyak ditemukan obat palsu adalah pulau jawa, dengan sebaran wilayah DKI Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Maraknya penyebab pemalsuan obat diduga terjadi akibat biaya produksi yang lebih murah, kurangnya daya beli masyarakat, mengingat obat palsu biasa dijual lebih murah, serta kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak dan bahaya obat palsu. Selain itu, hukuman yang dikenakan oleh pelaku produksi obat palsu pun cenderung lebih ringan.
“Bagi masyarakat, penggunaan obat palsu tentu dapat mengakibatkan kesehatan semakin bertambah buruk, hingga kematian. Biaya pengobatan pun akan semakin meningkat, lantaran pasien dapat mengalami resistensi atau kebal terhadap obat. Hal ini tentu tidak akan memperbaiki kondisi pasien, dan akan meningkatkan komplikasi,” ungkap Drs. T. Bahdar JH., Apt., M.Pharm, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA BPOM RI, dalam seminar media pekan lalu. (Aulia/DT/dok.freedigitalphotos)
BACA JUGA: Tips Terhindar dari Obat Palsu