FAMILY & LIFESTYLE

Asma Harus Dikontrol, Bukan Sekadar Diobati!



Kasus asma di Indonesia terbilang cukup tinggi. Hal ini diduga terjadi karena banyaknya kesalahpahaman dalam pengobatan asma. Selama ini, penderita asma sering menyepelekan gejala yang mereka rasakan.

“Jika gejala kambuh, kebanyakan pasien langsung mengambil inhaler yang mengandung pelega. Hal tersebut pun membuat mereka malas untuk kontrol secara rutin ke dokter. Beberapa pasien malah lebih memilih pengobatan alternatif dibanding obat asma yang terbukti secara klinis. Padahal, asma perlu dikontrol,” jelas Prof. dr. Hadiarto Mangunnegoro, Sp.P (K), Direktur Asthma-COPD Center, dalam seminar media di RS Siloam Asri, pekan lalu (4/11).

Umumnya, penderita asma diberikan inhaler yang mengandung bronkodilator sebagai pelega dan kortikosteroid sebagai pengontrol. Prof. Hadiarto menambahkan, penanganan asma dengan inhaler memang paling tepat dan efektif, karena dapat bekerja langsung ke saluran napas tanpa efek samping berarti. Namun meski menggunakan inhaler, penderita asma tetap harus dipantau bagaimana fungsi parunya sebelum dan setelah menggunakan obat.

Pada kesempatan yang sama, dr. Ratnawati, MCH, Sp.P (K), PhD, Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan RS Siloam Asri menekankan bahwa pasien asma dianjurkan memonitor asma menggunakan catatan pribadi. “Pasien dapat mencatat keadaan jalan napas pada pagi dan malam hari, serta jumlah kebutuhan obatnya setiap hari. Catatan ini dapat membantu dokter untuk mendiagnosis lebih detail penyakit asma yang dimiliki,” jelas dr. Ratnawati.

Dalam mendiagnosis asma, dokter akan melihat riwayat gejala yang dialami dengan menganalisis jenis sesak dan mengi yang tentu bervariasi pada masing-masing penderita. Dokter juga akan melihat faktor pencetus dari serangan asma kambuhan tersebut. Selanjutnya, pasien akan diuji fungsi paru untuk melihat seberapa jauh hambatan jalan napas yang dialaminya. (Aulia/DC/Dok. M&B)