Banyak orangtua yang mengkhawatirkan perkembangan anak-anaknya, termasuk perkembangan bicara. Meski setiap anak memiliki perkembangan berbeda, orangtua tetap perlu memantau jika ada keterlambatan yang terjadi kepada mereka.
Seorang bocah laki-laki, Nayara Al-Aziz (Naya), mengalami kesulitan bicara sejak usia 2,5 tahun. Saat itu, ia belum bisa menyebutkan kata secara utuh. Semua kata hanya diucapkan ujungnya saja. “Saya pernah mendengar bahwa kemampuan bicara anak laki-laki memang lebih lambat daripada anak perempuan. Jadi, saya pikir lumrah kalau Naya belum bisa berbicara hingga saat itu,” tutur Sang Ibu, Siti Nurjanah saat diwawancarai M&B.
Wanita berusia 33 tahun itu mengatakan, Naya tetap memahami setiap kata yang diucapkan orang lain kepadanya, meski ia sulit berbicara. Ia mengerti perintah pendek. Namun, kesulitan Naya ternyata bukan hanya pada kemampuan bicaranya, tetapi juga kemampuan mengenal warna. Hal tersebut juga diikuti dengan kesulitannya menyebutkan angka, huruf, menghafal nama hari, berhitung, dan sebagainya.
Menginjak usia 3,5 tahun, Naya dibawa berkonsultasi karena ia tidak juga menunjukkan perkembangan. Setelahnya, baru diketahui ada sesuatu yang salah dengan perkembangan Naya. Setelah menjalani beberapa kali terapi perilaku wicara, ia dipastikan mengalami disleksia. Saat itu, usianya memasuki 6 tahun.
Meski disleksia, Naya termasuk anak yang aktif dan senang berteman. Ia senang bertemu orang dan mengobrol dengan siapa pun yang ditemui. Walau ketika berbicara, sering kali lawan bicaranya salah paham karena sulit mengerti perkataannya. Namun, Naya sempat mengalami hal yang tak menyenangkan di sekolahnya. Ia sempat dijauhi oleh teman-teman karena keterbatasannya. Ia pun dipindahkan ke sekolah berkebutuhan khusus atau sekolah inklusi dengan harapan dapat terdidik dengan baik.
Belakangan, diketahui bahwa disleksia yang dialami Naya tersebut bersifat genetik yang diturunkan dari ayahnya. Selain kesulitan membaca dan menulis, penderita disleksia juga kesulitan menghitung mundur, membedakan jauh dan dekat, serta sulit menyebutkan nama hari. Orang-orang disleksia pun memiliki cara pandang sendiri yang kadang tak lazim. “Saya harus memahami dan beradaptasi dengannya. Hal ini tentu saja tidak mudah, namun saya terus belajar. Saya ingin menjadi orang pertama yang mengerti dan selalu mendampingi Naya,” tutur Siti. (OCH/Aulia/DC/Dok. M&B)