Para ibu pasti sudah tahu kalau kelahiran prematur tidak hanya membuat tubuh bayi lebih kecil, tapi juga berisiko mengalami gangguan dalam tumbuh kembangnya. Bayi-bayi yang lahir antara 23 dan 28 minggu memiliki risiko tertinggi mengalami komplikasi, seperti ADHD, asma, dan masalah penglihatan, pendengaran, pencernaan, hingga Sudden Infant Death Syndrome (SIDS).
Penyebabnya cukup beragam, Moms. Faktor-faktor seperti obesitas, merokok, alkohol, penyalahgunaan obat, serta terbatasnya akses ke perawatan prenatal juga dapat meningkatan risiko kelahiran prematur. Wanita yang memiliki tekanan darah tinggi, preeklamsia, diabetes atau darah sukar membeku, serta wanita yang sedang hamil dengan bayi yang memiliki cacat lahir tertentu juga berisiko.
Walaupun demikian, dikutip melalui Foxnews.com, para ahli mengatakan ada beberapa faktor risiko lain yang berpotensi meningkatkan risiko melahirkan prematur.
1. Riwayat Pribadi
“Faktor risiko terpenting untuk kelahiran prematur adalah riwayat melahirkan bayi prematur,” ujar Dr. Jill Hechtman, direktur dari Tampa Obstetrics di Tampa, Florida. Bahkan, studi menunjukkan wanita yang sebelumnya melahirkan prematur, maka 30 sampai 50 persen cenderung melahirkan prematur lagi.
2. Jeda Kelahiran
Studi menunjukkan, kehamilan yang berdekatan dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur. Para ahli mengatakan, waktu optimal antara kehamilan adalah 18 bulan, tetapi alasannya masih kurang jelas. “Namun angka membuktikan bahwa semakin Anda memiliki anak kembali di bulan ke-18 setelah melahirkan, Anda akan memiliki bayi yang sehat,” ujar Dr. Scott D. Berns presiden dan CEO dari the National Institute for Children's Health Quality (NICHQ) di Boston.
3. Bayi Kembar dan Kelipatannya
Kelahiran prematur adalah komplikasi yang paling umum untuk wanita dengan kehamilan kembar atau kelipatan. Bahkan, 50 persen hamil kembar 2, 90% dari kembar 3, dan hampir semua kembar 4 atau lebih, memiliki angka tertinggi untuk melahirkan secara prematur.
4. Depresi
Menurut International Journal of Obstetrics dan Gynaecology (BJOG), ibu yang depresi secara terus menerus memiliki 30 sampai 40 persen peningkatan risiko kelahiran prematur antara usia kehamilan 32 dan 36 minggu. Sementara itu, bila pasangan Anda yang mengalami depresi, Anda memiliki 38 persen peningkatan risiko kelahiran prematur antara usia kehamilan 22 dan 31 minggu.
5. Berat Badan Rendah
Menurut sebuah studi dalam jurnal Obstetrics and Gynecology, meskipun hampir setengah dari wanita naik berat badan terlalu banyak selama kehamilan, namun 21 persen ibu hamil tidak mendapatkan jumlah berat badan yang disarankan. Jadi kalau ibu tidak ingin 'makan untuk dua orang' agar berat badan tidak naik berlebih, namun diet sehat dan jumlah yang tepat tentu adalah cara terbaik untuk mencegah prematuritas. (Seva/TW/Dok. M&B)