ARCHIVE

Rafi A. Ridwan, Berani Bermimpi dengan Keterbatasannya



'Terisolir' dari hiruk pikuk dunia, tidak membuat Rafi Abdurrahman Ridwan merasa terasing. Sebaliknya, di tengah kesunyian yang dialami, Rafi banyak membuat karya. Ya, Rafi yang mengalami tuna rungu, sudah menorehkan banyak karya di dunia fashion Indonesia dan internasional. Usianya masih terbilang belia, 14 tahun, tetapi hasil rancangannya sudah dipakai untuk pemotretan American Next Top Model Cycle 20, 2013, di Bali, dengan tema koleksinya adalah Beautiful Green. Desain bajunya juga dipakai oleh model Tyra Banks.

Selain itu, Rafi juga sering diundang untuk memamerkan desainnya di sejumlah panggung pertunjukan busana seperti di California Deaf Festival, Los Angeles, 2015; Unity in Diversity, Melbourne, 2012; serta sejumlah peragaan busana di Indonesia.

Keberhasilan yang diraih Rafi, dengan segala mimpi-mimpinya yang terus bertambah, tidak pernah diduga sebelumnya oleh Sang Ibu, Shinta Ayu Handayani. Ia tidak pernah menyangka, bisa memiliki anak seistimewa Rafi. Apalagi ia pernah divonis tidak akan punya anak karena cedera yang dialami saat masih kecil. Karenanya, ketika diberitahu dirinya hamil, Shinta merasa terkejut. Ia tidak menyangka hal ini terjadi.

Sayangnya, berita baik tersebut disusul dengan kabar yang menyedihkan. Janinnya diduga terinfeksi virus rubella. Meski tahu kemungkinan yang terjadi, Shinta dan suami tetap memilih untuk mempertahankan kehamilan tersebut dan menerima kondisi apapun yang timbul pada calon bayinya. Rafi pun terlahir tuna rungu. Hanya saja, kekurangan yang dimiliki ini tidak membuat Rafi kecil hati. Sebaliknya, banyak impian yang dibuatnya.

Kesukaannya menggambar sejak kecil, berhasil membawa dirinya mewujudkan impian dan cita-citanya untuk menjadi desainer. “Menggambar menjadi media komunikasi bagi Rafi. Saat kecil, kalau ia mau makan mi misalnya, ia akan menggambar untaian tali seperti mi,” ujar Shinta saat ditemui M&B di sebuah acara keuangan di Jakarta.

Sedari kecil, Shinta memang tidak mengajarkan bahasa isyarat untuk Rafi. Ia lebih mendorong Rafi mengeluarkan suara, untuk berbicara. “Seperti merampas hak Rafi, tetapi ini untuk mempersiapkan ia bersosialisasi di lingkungan. Kalau ke warung, ia harus 'ngomong' juga, kan,” kata Shinta. Bahasa isyarat baru dipelajari saat Rafi masuk sekolah di SLB Santi Rama.

Sadar bahwa Rafi memiliki kekurangan dalam komunikasi, Shinta berusaha untuk tidak membatasi impiannya. “Karena dunia anak saya sudah terbatas, saya berikan kesempatan untuk mempelajari banyak hal. Saya bangun pula rasa percaya dirinya, agar Rafi bisa melakukan sesuatu,” imbuhnya.

Itu sebabnya, saat bergabung dengan komunitas orangtua yang memiliki anak tuna rungu, Shinta lebih memilih anak tuna rungu yang sudah lebih dewasa. “Karena kalau anaknya masih kecil, orangtuanya masih belum move on. Tetapi, kalau anaknya sudah besar, biasanya orangtuanya sudah menerima dan anak-anak tersebut bisa menjadi role model bagi Rafi. Kalau ada yang bisa menggambar, saya ajak ia berkenalan dengan temannya itu,” beber Shinta.

Kegemaran menggambar, lebih tepatnya mendesain ini, terus berlanjut hingga ia remaja. Ketertarikan dengan desain sebenarnya dimulai sejak kecil. “Saat ke toko buku, biasanya ia suka ikut saya ke bagian majalah. Rafi tertarik dengan majalah karena foto-fotonya besar dan aneka warna. Selain itu, ia tertarik dengan majalah karena buku anak-anak pada saat itu masih sedikit dan tidak semenarik sekarang,” imbuhnya.

Jadilah kemudian ia banyak mendesain baju. Banyak impian besarnya terwujud meski harus menunggu dalam waktu lama. “Rafi memang konsisten dan sabar menunggu, seperti ketika ia bermimpi mendesain baju untuk American Next Top Model. Perlu waktu beberapa tahun hingga akhirnya, pihak American Next Top Model meminta Rafi untuk membuat desain baju dan memproduksinya,” terang Shinta.

Saat ini, impian Rafi adalah mendesain pesawat terbang dengan ciri khas Indonesia. Kita tunggu saja waktunya! (Dee/HH/Dok. Pribadi)