BABY

Tanggapan Dokter Mengenai 6 Mitos Tumbuh Kembang Bayi



Begitu banyak mitos yang orang tua terima tentang perkembangan anak. Mitos itu bisa disampaikan dari dari orang tua, kerabat, atau orang lain, dan tentu saja semua mitos itu masih diragukan kebenaranya. Dr. Andrew Andesman dan bukunya Baby Books mencoba membantu Anda untuk mengetahui fakta di balik mitos-mitos seputar tumbuh kembang bayi tersebut.

1. Mainan Bisa Membuat Bayi Lebih Cerdas
Mitos: Bayi membutuhkan mainan yang canggih untuk stimulasi otak maksimal.
Realita: Tidak ada bukti bahwa mainan tertentu akan membuat bayi Anda lebih pintar.
Dr. Andrew menjelaskan: "Ketika bayi mulai menjelajahi tempat ia tinggal, lingkungan bisa menjadi hal yang pas untuk menstimulasi mereka. Bukan dengan mainan canggih yang sebenarnya tidak diperlukan. Namun, mainan sendiri memang memiliki fungsi sebagai preverensi visual bagi anak. Mainan tidak bisa dijadikan faktor utama dalam meningkatkan kecerdasan bayi Anda.”

2. Kebenaran Tentang Telat Bicara
Mitos: Jika anak Anda mengalami terlambat bicara, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena anak-anak biasanya mengatasi masalah ini seiring bertambahnya usia.
Realita: Minta bantuan lebih awal pada dokter dan terapis jika anak Anda menunjukkan tanda-tanda telat bicara.
Dr. Andrew menjelaskan: "Orang tua perlu mengenali perbedaan antara ucapan (kualitas suara) dan bahasa (isi komunikasi). Anda harus lebih waspada mengenai keterlambatan dalam berbicara ini. Intervensi dini dapat membantu menentukan apakah anak tersebut memiliki autisme atau masalah kognitif lainnya. Semua orang tua harus tahu bahwa anak-anak mereka memiliki hak hukum untuk melakukan evaluasi gratis. Jika Anda sebagai orang tua mulai khawatir, mereka bahkan bisa melakukan evaluasi perkembangan sendiri tanpa perlu rekomendasi dari dokter. "

3. Anak Bungsu = Si Telat Berbicara
Mitos
: Anak bungsu di keluarga besar akan menjadi pembicara terlambat.
Realita: Kelahiran bisa mempengaruhi kemampuan anak dalam berbicara dan bahasa, namun tidak selalu menjadi faktor penentu.
Dr. Andrew menjelaskan: "Orang tua harus waspada terhadap penundaan bahasa yang bisa terjadi pada anak tertua ataupun bungsu. Urutan kelahiran memang memiliki dampak walaupun sangat kecil, tetapi setiap keluarga berbeda. Sebaiknya orang tua harus berhati-hati untuk tidak mengabaikan kemungkinan tersebut, karena asumsi Anda tentang anak bungsu pasti terlambat bicara bisa keliru.”

4. Aturan Tentang Membaca
Mitos
: Memegang buku terlalu dekat dengan mata akan merusak penglihatan anak Anda.
Realita: Hal ini sebenarnya tidak akan merusak mata anak, meski bisa mengindikasikan rabun jauh.
Dr. Andrew menjelaskan: "Memegang buku terlalu dekat atau duduk di dekat televisi tidak akan menyakiti penglihatan anak. Namun, hal ini mungkin memberi kesan adanya masalah, khususnya pada mata jika si anak memposisikan buku atau menonton TV dalam jarak dekat. Hal ini bisa diskusikan dengan dokter anak Anda. Tetapi, jika hal ini hanya sekedar selera anak dalam membaca atau menonton, tentu tidak apa-apa."

5. Pahami Tinggi Badan Bayi
Mitos: Panjang bayi saat lahir adalah indikator yang bisa memprediksi tingginya saat dewasa.
Realita: Panjang saat lahir bukanlah indikator utama, tapi pengukuran selanjutnya bisa berpengaruh.
Dr. Andrew menjelaskan: "Saat seorang bayi baru lahir memiliki tubuh panjang atau tinggi, akan tercetus komentar, 'Oh, dia akan tumbuh menjadi seorang gadis jangkung!' Namun faktanya, tinggi badan orang tua bisa menjadi penentu apakah sang anak akan tumbuh tinggi atau pendek. Indikator lainnya bisa diperkirakan dengan menggandakan tinggi anak pada usia 2 tahun.”

6. Apakah Dia Memiliki Alergi?
Mitos: Jika Anda memiliki alergi pernapasan, sang anak pasti mengalaminya juga. Jika Anda tidak memiliki alergi apapun, maka anak Anda juga tidak memilikinya.
Realita: Keturunan bisa mempengaruhi anak yang mengidap alergi, tapi faktor lain juga berperan.
Dr. Andrew menjelaskan: “Banyak kasus mengenai alergi yang dialami anak karena menurun dari orang tuanya. Namun alergi bisa tiba-tiba terjadi pada anak walaupun Ibu dan Ayah mereka tidak memilikinya. Karenanya, genetika bukan menjadi faktor utama seorang anak dapat mengidap suatu alergi.” (Vonia Lucky/TW/Dok.Freepik)