Tidak hanya menguras tenaga yang cukup besar, dalam proses persalinan juga bisa terjadi suatu gangguan yang disebut trauma kelahiran. Trauma lahir terjadi bila bayi yang dilahirkan mengalami cedera akibat tekanan sehingga mengenai tubuhnya saat melewati jalan lahir (persalinan per vaginam).
Selain itu, kasus ini juga bisa disebabkan oleh tindakan orang yang menolong persalinan, sehingga memberikan efek pada kondisi fisiologis organ bayi. “Namun, kasus trauma lahir bukan disebabkan dan tidak ada hubungannya dengan kebiasaan sang ibu ketika hamil atau sebelum hamil,” lanjut Dr. Opy Dyah Paramita, MSI, Med, Sp.A, dari Brawijaya Women and Children Hospital.
Trauma lahir lebih berisiko dialami oleh bayi (neonatus) prematur, bayi memiliki ukuran (berat dan panjang badan) besar, bayi dengan malpresentasi, serta bayi dengan posisi yang abnormal di dalam rahim sebelum sebelum persalinan.
Sementara dari faktor di luar neonatus, kondisi lain juga memungkinkan terjadinya trauma lahir pada bayi. Di antaranya ukuran jalan lahir terlalu sempit, proses persalinan tanpa penolong (khususnya staf medis), dan proses persalinan yang sangat cepat atau bahkan sangat lama.
Lalu, apa saja kasus trauma yang bisa dialami bayi pasca dilahirkan? Berikut penjelasannya:
1. Caput Succedaneum
Caput ini berupa busung (edema) pada bagian tertentu di kepala yang disebabkan oleh penekanan pada bagian tersebut saat persalinan per vaginam. Caput menyebabkan kulit kepala terlihat sedikit menonjol ke luar atau bentuk kepala yang tidak bulat sempurna (sedikit lonjong).
Caput umumnya tidak terlalu berbahaya dan akan kembali normal dengan sendirinya. Jadi, untuk jenis trauma ini, tidak diperlukan tindakan medis.
2. Cephalhematoma
Cedera ini merupakan akumulasi pendarahan di bawah area periosteum (lapisan membran di permukaan luar tulang) pada bagian parietal (dinding luar) tulang tengkorak.
Cephalhematoma akan tampak seperti benjolan kecil hingga sedang di bagian permukaan tulang kepalanya, tidak keras, dan akan menjadi fluktuatif (berubah bentuk) pada beberapa jam setelah lahir.
Cedera ini bisa terjadi pada persalinan normal (per vaginam) atau persalinan yang dibantu dengan alat lahir. Cephalhematoma tidak perlu diterapi dan dapat hilang sendiri atau kembali normal dalam waktu 3 bulan. Jenis trauma ini tidak perlu pula dilakukan aspirasi (penyerapan darah), karena akan menyebabkan infeksi ataupun tindakan medis lainnya.
3. Facial Palsy
Ini merupakan kelemahan otot pada satu sisi wajah akibat dari disfungsi pada saraf wajah. Cedera ini lebih disebabkan oleh penekanan saat dilakukan forcep pada saraf wajah di depan telinga.
Wajah Si Kecil yang terkena penekanan akan terlihat seperti jatuh. Si Kecil juga tidak bisa menutup mata dengan rapat. Kelemahan otot ini umumnya tidak berbahaya dan bisa pulih sendiri dalam beberapa hari.
4. Brachial Palsy
Kondisi satu ini merupakan cedera kumpulan saraf pada bagian antara lengan atas dan bahu (brachial). Hal tersebut disebabkan adanya tarikan berlebihan pada kepala dan leher saat Si Kecil harus melewati persalinan sulit.
Tarikan harus dilakukan karena saat hendak keluar dari jalan lahir, Si Kecil mengalami distorsi bahu. Biasanya cedera ini dialami oleh bayi berukuran besar. Sesaat setelah dilahirkan, lengan bayi akan berputar ke arah dalam yang menyebabkan ia tidak bisa menggerakkan lengannya.
Namun, kasus seperti ini dapat semakin membaik dalam beberapa waktu. Pada beberapa kasus kecil lainnya, macet lengan bisa menyebabkan putusnya saraf brakialis. Dalam hal ini, bayi tidak akan mampu mengangkat lengannya dan harus dilakukan operasi perbaikan saraf. (Vonia Lucky/SW/Dok. Freepik)
- Tag:
- Bayi
- Trauma Lahir