Type Keyword(s) to Search
BUMP TO BIRTH

Moms, Kenali Hidramnion dan Cara Mengatasinya

Moms, Kenali Hidramnion dan Cara Mengatasinya

Saat hamil, janin di dalam rahim tumbuh dan berkembang di dalam kantung berisi cairan. Kantung ini disebut dengan kantung ketuban yang berisi cairan berwarna keruh. Cairan ketuban memiliki fungsi sangat penting dalam menjaga dan membantu perkembangan janin, seperti melindungi bayi dari tekanan di luar rahim, menjaga suhu tubuh janin tetap hangat, memberi nutrisi janin, dan membantu perkembangan sistem paru-paru dan pencernaan.


Selama Anda hamil 9 bulan, volume air ketuban tidak pernah selalu sama. Volume ini memuncak di kehamilan usia 34-36 minggu, yaitu sekitar 1 liter. Tapi, jumlahnya akan semakin berkurang hingga mendekati waktu persalinan.


Namun, jumlah air ketuban bisa berlebih hingga mencapai 2 liter atau bahkan lebih. Kondisi ini disebut dengan polihidramnion atau biasa dikenal dengan istilah hidramnion saja. Hal ini umumnya terjadi saat trimester ketiga, tetapi tetap bisa terjadi pada trimester awal atau kedua masa kehamilan walaupun jarang. Meskipun kondisi ini umumnya tidak serius, Anda tetap membutuhkan pemantauan secara rutin dari dokter agar terhindar dari kemungkinan komplikasi.


Penyebab Hidramnion

Menurut dr. Ardiansjah Dara, Sp.OG, M.Kes., dari MRCCC Siloam Hospital Semanggi, Jakarta, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya hidramnion atau air ketuban berlebih, yaitu:

1. Air seni. Air ketuban paling banyak dihasilkan oleh produksi air seni janin. Produksi urine janin yang berlebih bisa menyebabkan hidramnion.

2. Kelainan pada janin. Bisa jadi ada kelainan pada janin yang menyebabkan air ketuban menumpuk. Kelainan itu bisa hidrosefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal, dan kelainan saluran kencing.

3. Gangguan saluran cerna. Kemungkinan lainnya adalah terjadinya penyumbatan atau penyempitan saluran cerna pada janin. Hal itu menyebabkan janin tidak bisa menelan air ketuban, hingga volume air ketuban meningkat drastis.

4. Janin kembar. Kehamilan kembar bisa menyebabkan hidramnion. Bagaimana tidak, ada dua janin yang menghasilkan air seni dan harus ditampung dalam satu wadah, yaitu perut Anda.

5. Terlambat tumbuh. Adanya hambatan pertumbuhan atau kecacatan pada sistem saraf pusat bisa mengakibatkan kelumpuhan pada gerakan menelan janin.

6. Diabetes. Penyebab hidramnion tidak selalu terjadi pada janin, namun bisa jadi karena ibu juga. Ibu hamil yang menderita diabetes dapat mengakibatkan volume air ketuban meningkat secara tajam.

7. Rhesus tidak cocok. Jika rhesus darah Anda dan janin tidak cocok, maka sangat mungkin terjadi hidramnion atau air ketuban berlebih.


Dampak Hidramnion

Selama hamil, tubuh Anda mengalami berbagai perubahan. Karena itu, hidramnion pun sulit dideteksi, terutama hidramnion ringan yang berkembang secara bertahap, sehingga gejalanya tidak bisa terlihat secara jelas. Walaupun begitu, hidramnion dapat menimbulkan dampak jika kondisi sudah semakin parah sehingga rahim atau organ sekitarnya terdesak oleh tekanan air ketuban, antara lain:

* Perut lebih besar dibandingkan kehamilan pada umumnya.

* Adanya tekanan pada diafragma yang mengakibatkan kesulitan bernapas.

* Nyeri pada perut akibat tegangnya uterus, mual dan muntah.

* Mengalami kesulitan dalam pemeriksaan karena terlalu banyaknya cairan.

* Janin akan semakin bebas bergerak, yang bisa menyebabkan kesalahan posisi janin.

* Risiko tinggi perdarahan pada saat persalinan.

* Tekanan yang kuat dapat menyebabkan kontraksi sebelum waktunya.

* Risiko cacat pada janin.

* Kemungkinan besar proses persalinan dilakukan melalui caesar.


Cara Mengatasi Hidramnion

Hidramnion umumnya bisa dideteksi melalui pemeriksaan rutin yang dilakukan ibu hamil, terutama lewat pemeriksaan USG. Dokter dapat mengukur volume kantong ketuban saat melakukan pemeriksaan USG.

Kondisi hidramnion ringan biasanya akan hilang dengan sendirinya tanpa penanganan khusus. Dokter hanya akan menyarankan Anda untuk beristirahat dan menjalani pemantauan yang lebih rutin. Adapun pada hidramnion berat atau parah, perlu dilakukan penanganan medis, antara lain dengan mengurangi produksi urine janin dan volume air ketuban serta mengeluarkan air ketuban melalui proses amniocentesis.

Proses persalinan masih dapat dilakukan secara normal dan sesuai waktunya. Namun jika terdapat risiko komplikasi, maka dokter mungkin akan mempertimbangkan untuk operasi caesar. (M&B/SW/Dok. Freepik)