Anda tentu tak asing dengan kasus human immunodeficiency virus/acquired immuno deficiency syndrome (HIV/AIDS). Tanggal 1 Desember pun diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Kasus penyakit ini memang tidak hentinya menyita perhatian setiap tahun, mengingat prevalensinya yang terus meningkat. Bahkan di Indonesia, tercatat sekitar 2-3 orang per jam yang terkena HIV positif, terkait faktor risiko dan gaya hidup.
Hal yang juga dikhawatirkan, lebih dari 80 persen orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah usia produktif, yaitu 15-49 tahun. Virus AIDS ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang status, tak lagi mengintai wanita atau pria lajang saja. Data dari Indonesian Business Coalition on AIDS (IBCA) bahkan mencatat, pada kasus baru HIV/AIDS, sudah mulai terjadi pada ibu rumah tangga. Padahal sebelumnya, jumlah kasus ini masih sangat kecil. Namun, sejak tahun 2011 hingga sekarang, kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga meningkat tajam. Apabila hal tersebut terus terjadi, bisa dibayangkan berapa banyak jumlah anak yang tertular AIDS dari Sang Ibu.
Menurut dr. Leo Indarwahono, Direktur Eksekutif IBCA, prevalensi HIV/AIDS tentu memiliki dampak sosial ekonomi yang sangat besar bagi Indonesia dan dunia. “Kasus AIDS secara langsung/tidak dapat menurunkan produktivitas kerja, membebani jaminan sosial dan jasa kesehatan, karena besarnya biaya pengobatan AIDS, mengurangi penghasilan keluarga dan produktivitas rumah tangga, meningkatkan angka kemiskinan, serta meningkatkan masalah sosial ekonomi lainnya.
“Jika tidak ada penanganan yang tepat, diprediksi 1 juta jiwa akan terinfeksi HIV pada tahun 2015 nanti. Saat ini, kasus HIV/AIDS banyak terjadi di daerah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Bali, dan Kalimantan Barat,” tambah dr. Leo.
Oleh karena itu, kesadaran melakukan voluntary counseling and testing (VCT) guna mengetahui dan mendeteksi dini kasus ini dinilai sangat penting, sehingga dapat mengurangi risiko, memutuskan mata rantai AIDS, serta mengurangi angka kesakitan dan kematian. Tes ini bertujuan untuk mendeteksi diri sendiri terhadap risiko penularan HIV. (Aulia/DMO/Dok. Freedigitalphotos)