Moms, Anda pasti sering mendengar tentang placenta praevia. Akan tetapi, apakah Anda sudah mengetahui tentang placenta accreta?
Placenta accreta adalah suatu keadaan di mana penetrasi plasenta sampai menembus lapisan decidua neometrical junction. Dinding rahim terdiri dari endometrium, myometrium, dan perimetrium. Saat hamil, endometrium menjadi lebih tebal dan disebut decidua.
Pembentukan decidua ini seharusnya sempurna menjadi decidua basalis dan nitabuch layer. Keduanya berfungsi sebagai tempat sirkulasi dan pemberi makan janin. Jika ada gangguan pada pembentukan decidua, maka biasanya decidua akan terbentuk tidak sempurna.
Ketidaksempurnaan itu menyebabkan penetrasi plasenta menembus sampai bagian decidua neometrial junction atau hampir mencapai myometrium. Inilah yang disebut placenta accreta.
Seharusnya penetrasi plasenta hanya sampai pada endometrium. Jika penetrasi plasenta mencapai myometrium (jaringan otot), maka kondisi itu disebut placenta increta. Kondisi paling parah adalah placenta percreta, di mana penetrasi menembus lebih jauh lagi ke luar, hampir ke seluruh dinding lapisan rahim sampai ke perimetrium (lapisan paling luar).
Placenta accreta, increta, dan percreta adalah komplikasi dari placenta praevia, plasenta letaknya anterior atau di rahim bagian bawah, dan ini dapat menyebabkan risiko tiga komplikasi tersebut. Hal ini karena dinding bagian bawah rahim lapisannya lebih tipis sehingga infiltrasi plasenta terjadi lebih dalam. Demikian dijelaskan Dr. Yuma Sukadarma, Sp.OG.
Diagnosis
Diagnosis secara klinis dapat dilakukan pada tahap persalinan kala ketiga, yaitu saat bayi sudah dilahirkan dan plasenta siap dikeluarkan. Jika plasenta tidak juga keluar dalam waktu setengah jam, perlu dicurigai adanya risiko placenta accreta.
Diagnosis lainnya bisa dilakukan dengan USG. Namun diagnosis pasti dapat diketahui dengan mengangkat rahim dan mengirimnya ke laboratorium patologi anatomi, untuk mengetahui sampai di mana batas akar plasenta sudah menembus. Apakah sampai batas otot (endometrium), otot (myometrium), atau lebih dari otot (perimetrium).
Placenta accreta masih bisa dilepaskan dan biasanya penanganannya dilakukan secara konvensional (manual plasenta), yaitu mengangkat plasenta yang menempel sebanyak-banyaknya dengan tangan. Ini adalah penanganan pertama yang paling aman, yang dapat dilakukan setelah diagnosis klinis.
Setelah itu dilakukan embolisasi (penekanan) pada pembuluh darah agar pendarahan berhenti. Akan tetapi walau sudah dilakukan pengangkatan plasenta sebanyak-banyaknya, tetap ada kemungkinan ada bagian plasenta yang tertinggal dan ini dapat menimbulkan robekan yang luas sehingga menyebabkan pendarahan. Hal ini dapat menyebabkan ibu meninggal karena kehabisan darah. Sekitar 25 persen ibu yang mengalami kasus ini berakhir dengan kematian.
Mengingat risiko kematian ibu sangat tinggi, kini metode manual plasenta sudah jarang dipakai pada kasus kelainan plasenta. Pada kasus placenta increta dan percreta, di mana plasenta tidak bisa lagi dilepas, jalan satu-satunya untuk menyelamatkan pasien adalah histerektomi atau angkat rahim.
Tindakan lain yang mungkin dapat dilakukan untuk menyelamatkan ibu, yaitu meninggalkan plasenta di dalam dan memblok/mengembolisasi arteri uterina (arteri yang memberi darah bagi rahim). Diharapkan setelah enam bulan, plasenta tersebut akan terserap sendiri oleh tubuh ibu.
Alternatif tindakan lain yang dapat dilakukan adalah meninggalkan plasenta di dalam rahim dan menyuntikan sitostatika (obat antikanker) setiap minggu untuk mematikan jaringan plasenta. Biasanya, dalam empat minggu plasenta akan meluruh dan keluar dengan sendirinya.
Faktor Risiko dan Efek Samping
Lebih lanjut menurut Dr. Yuma, faktor risiko yang dapat memicu placenta accreta adalah jika ibu hamil pernah dikuret. Bekas kuret atau bekas operasi itu akan menyebabkan plasenta tidak sempurna menempel.
Kehamilan yang sering atau mempunyai anak banyak (biasanya lebih dari enam) juga dapat menyebabkan si ibu berisiko mengalami placenta accreta. Pasalnya, pada orang yang sering melahirkan, kondisi dinding rahimnya tidak terlalu bagus. Hal ini membuat pembentukan decidua tidak sempurna dan proses kontraksi tidak terlalu baik.
Efek samping yang mungkin timbul jika ibu hamil mengalami kelainan plasenta adalah kemungkinan terjadinya placenta accreta pada kehamilan berikutnya. Dokter akan melakukan pengawasan pada pasien yang mempunyai riwayat komplikasi plasenta, apalagi bagi yang mempunyai riwayat perdarahan. Namun menurut Dr. Yuma, cara pencegahan yang paling baik adalah dengan tidak memiliki banyak anak. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)