Type Keyword(s) to Search
BUMP TO BIRTH

Waspada, Polihidramnion Bisa Dialami Ibu Hamil!

Waspada, Polihidramnion Bisa Dialami Ibu Hamil!

Menyinggung soal kehamilan, tentu tak lepas dari keberadaan air ketuban atau cairan amnion. Ya, air ketuban adalah cairan berwarna bening agak kekuningan yang berada di dalam kantong ketuban dan mengelilingi janin selama berada di dalam kandungan. 

Selama masa kehamilan, janin "berenang" di dalam air ketuban itu. Keberadaan air ketuban tentunya sangat penting bagi janin karena ikut berperan dalam menjaga maupun membantu perkembangan janin. Namun ada kalanya, air ketuban mengalami masalah, salah satunya adalah polyhdramnios atau dalam bahasa Indonesia disebut polihidramnion.

Polihidramnion adalah penumpukan air ketuban yang berlebihan selama masa kehamilan. Biasanya, kondisi tersebut terjadi memasuki trimester ketiga, tetapi tetap bisa terjadi pada trimester awal atau kedua masa kehamilan meski jarang. Diperkirakan ada 1 dari 1.000 ibu hamil yang mengalami masalah ini. Meski kondisi tersebut pada umumnya tidak serius, tapi membutuhkan pemantauan secara rutin dari dokter agar tidak terhindar dari kemungkinan adanya komplikasi dalam kehamilan.


Penyebab Polihidramnion pada Ibu Hamil

Pada kondisi normal, volume air ketuban akan meningkat dan mencapai kuantitas maksimal sekitar 1 liter pada minggu ke-34 hingga ke-36 kehamilan. Lantas secara perlahan, air ketuban akan berkurang sekitar setengah liter hingga mendekati waktu persalinan.

Pada kasus polihidramnion, volume air ketuban dapat meningkat dengan sangat cepat hingga mencapai 2 liter, atau 3 liter pada kasus yang parah. Janin berperan dalam mengendalikan volume air ketuban dengan cara menelannya dan mengeluarkannya sebagai urine. Pada kondisi polihidramnion, keseimbangan tersebut terganggu, misalnya produksi air ketuban tidak diimbangi dengan kemampuan janin untuk menelannya. Serangkaian faktor yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan tersebut, adalah:

1. Gangguan kesehatan pada janin, contohnya adanya kelainan saluran pencernaan atau sistem saraf pusat pada janin, gangguan kendali otot janin, serta anemia pada janin. Keadaan tersebut membuat janin tidak bisa menelan air ketuban untuk dapat menyeimbangkan volume air ketuban.

2. Ibu hamil yang menderita diabetes. Kondisi ini mengakibatkan volume air ketuban meningkat secara tajam.

3. Berbagai infeksi, misalnya toksoplasma atau rubella.

4. Penumpukan cairan pada salah satu bagian tubuh janin (hydrops fetalis).

5. Terdapat masalah pada plasenta.

6. Sindrom transfusi pada janin kembar. Kondisi ini terjadi pada kehamilan dengan janin kembar, di mana salah satu janin menerima terlalu banyak darah dari plasenta sehingga cairan yang dikeluarkan janin tersebut melalui urine bertambah banyak dan berakibat volume air ketuban meningkat dengan tajam.

7. Kondisi kromosim yang abnormal, sindrom Down atau sindrom Edward yang dapat menyebabkan polihidramnion.

8. Ketidaksesuaian darah antara ibu dan janin, di mana sel darah bayi diserang sel darah ibu.


Gejala Polihidramnion

Selama masa kehamilan, tubuh ibu akan mengalami berbagai perubahan sehingga polihidramnion pun sulit dideteksi. Polihidramnion ringan yang berkembang secara bertahap, bahkan gejalanya tidak bisa terlihat secara jelas.

Namun ketika memasuki fase yang cukup parah, rahim atau organ sekitarnya akan terdesak oleh tekanan air ketuban. Gejalanya antara lain:

* Kesulitan bernapas (tersengal-sengal atau napas pendek).

* Dinding perut membesar. Terkadang perut lebih besar hingga ibu tidak bisa merasakan gerakan janin.

* Rahim terasa tidak nyaman atau terjadi kontraksi.

* Janin berada dalam kondisi tidak baik, seperti sungsang.

* Saat kondisi memburuk, ibu hamil bisa saja mengalami gangguan pencernaan, nyeri ulu hati, konstipasi, tungkai bengkak, pelebaran pembuluh darah vena pada tungkai, serta stretch mark pada kulit.


Penanganan Polihidramnion

Dalam level ringan, polihidramnion bisa menghilang dengan sendirinya tanpa penanganan khusus. Akan tetapi dalam kasus berat, diperlukan penanganan langsung di rumah sakit karena bisa memicu kelahiran prematur, kematian janin dalam kandungan, tali pusar keluar mendahului bayi, hingga ketuban pecah lebih awal.

Bukan tidak mungkin, dokter akan mengeluarkan bayi atau melakukan tindakan caesar guna menyelamatkan janin pada ibu hamil yang mengalami polihidramnion. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)