Moms, tahukah Anda jika hari ini, 3 Desember, diperingati sebagai Hari Disabilitas Internasional? Peringatan tahunan ini sendiri ditetapkan oleh PBB sejak tahun 1992 yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan para penyandang disabilitas. Selain itu, peringatan ini juga penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai disabilitas serta menghilangkan stigma dan memberikan dukungan terhadap penyandang disabilitas.
Ya, penyandang disabilitas, terutama anak-anak, perlu dukungan untuk menjalani hidup mereka, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang sama seperti anak-anak lainnya. Kondisi disabilitas pada anak memang dapat memengaruhi tumbuh kembang dan proses pembelajarannya. Karena itu, Moms dan Dads yang memiliki anak disabilitas sebaiknya menangani ini dengan tepat dan efektif. Contoh paling mudah adalah bila balita disabilitas mengalami tantrum.
Tantrum memang kerap dialami sebagian besar balita. Tantrum adalah luapan kemarahan atau kekesalan yang dialami seorang balita, biasanya mencapai puncaknya saat Si Kecil berusia 18 bulan hingga 3 tahun. Diperkirakan 1 dari 5 anak usia 2 tahun menunjukkan tantrum 2 kali dalam sehari. Umumnya, tantrum akan berkurang seiring bertambahnya usia anak.
Tantrum sering terjadi saat perasaan anak di luar kendali. Tingkah laku yang umum dilakukan anak saat tantrum adalah berteriak, menangis, memukul, menendang, mengeraskan tangan dan kaki, menekuk tubuh ke belakang, menjatuhkan tubuh ke lantai, dan berlarian. Jika ditangani dengan baik oleh orang tua, maka tantrum akan semakin jarang terjadi saat anak beranjak besar.
Tantrum pada Anak Disabilitas
Nah, yang perlu Moms dan Dads ketahui, tantrum tak hanya terjadi pada anak normal, namun juga pada anak yang berkebutuhan khusus. Tantrum pada anak berkebutuhan khusus atau anak disabilitas ternyata punya konsep yang berbeda dengan anak non-disabilitas, lho.
Dilansir dari Tempo.co, Kepala Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Sayap Ibu, Agus Tri Haryanto menjelaskan bahwa umumnya, tantrum pada anak merupakan ledakan amarah yang disebabkan rasa frustrasi, kebingungan, dan ketakutan karena keinginannya tidak terpenuhi. Namun, pada anak dengan multi-disabilitas, tantrum menjadi cara bagi mereka untuk berkomunikasi, terutama dalam menyampaikan maksud mereka.
Bentuk tantrum pada anak berkebutuhan khusus, jelas Agus, merupakan cara bagi mereka untuk meminta, menolak, atau merasa tidak nyaman dengan rangsangan yang berlebihan, misalnya cahaya yang terlalu terang, suara yang terlalu bising, atau suhu ruang yang tidak stabil. Menurut Agus, tantrum pada anak-anak multi-disabilitas muncul karena mereka kehilangan salah satu fungsi pengindraan dan sensori. Akibatnya terjadi distorsi dalam menerima informasi dari luar, misalnya kehilangan konsep mengenai hidup dan benda di sekitarnya, termasuk kehilangan konsep mengenai bentuk, ruang, dan waktu.
Penanganan Tantrum pada Anak Disabilitas
Seperti disebutkan di atas, tantrum pada anak berkebutuhan khusus atau anak disabilitas ternyata punya konsep yang berbeda dengan anak non-disabilitas. Karena itu, penanganan saat mereka sedang tantrum juga membutuhkan metode yang berbeda. Penanganannya harus dilakukan dengan hati-hati, karena saat tantrum, mereka dapat menjadi sangat ekstrem. Berikut tips untuk penanganan tantrum anak disabilitas yang diungkapkan oleh pendidik khusus anak-anak Multiple Disabilities Visual Impairment atau MDVI dari sekolah Dwituna Harapan Baru, Sri Melati, seperti dilansir oleh Tempo.co:
1. Bawa anak ke ruangan kosong dan biarkan ia melampiaskan energi negatif di dalam ruangan tersebut. Namun, tetap perhatikan keamanannya, karena ada anak yang cenderung menyakiti diri sendiri saat tantrum.
2. Biarkan anak berteriak, menangis, atau berguling-guling dalam ruangan, sampai ia merasa lelah dengan sendirinya. Hindari memberikan reaksi terhadap perilaku ekstrem anak saat tantrum.
3. Bagi anak yang suka menyakiti dirinya sendiri, Moms sebaiknya gunakan alat pelindung untuk Si Kecil.
4. Ada beberapa tindakan tantrum dari anak-anak multi-disabilitas yang kerap luput dari perhatian orang tua, misalnya, menggigit jari atau meninju wajah hingga berdarah. Bila ini terjadi, lakukan intervensi hingga ia berhenti tantrum.
5. Setelah anak berhenti tantrum, Moms dapat memberikan reaksi positif. (M&B/SW/Dok. Freepik)