Tradisi melahirkan di rumah tidak hanya dijalani masyarakat Indonesia zaman dahulu. Baru-baru ini, tren melahirkan bayi di rumah mulai banyak dijalani sebagian masyarakat di Amerika Serikat. Namun, sebuah penelitian baru menyebutkan, melahirkan di rumah 4 kali lebih berisiko menyebabkan kematian dalam 28 hari pertama setelah melahirkan, dibandingkan mereka yang melahirkan di rumah sakit.
Dilansir M&B Australia, anggota tim peneliti, Dr. Amos Grunebaum dan Dr. Frank Chervenak memperingatkan dunia medis yang memiliki kewajiban untuk memberi informasi kepada para calon orang tua tentang risiko melahirkan di rumah.
Saat ini, jumlah kelahiran dalam rumah di AS semakin meningkat sejak 2004 hingga 2009, yaitu naik sekitar 30 persen. Sementara itu, data tingkat kematian ibu melahirkan di Indonesia meningkat pada 2012, mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup, yang lebih banyak disebabkan oleh infeksi dan perdarahan.
Tim peneliti dari Weill Cornell Medical College di New York, meneliti catatan kelahiran dari hampir 14 juta kelahiran di AS dan menemukan bahwa faktor risiko yang menjadi penyebab utama adalah lokasi tenaga profesional, seperti bidan. Studi ini juga menemukan risiko kematian neonatal sekitar 3 dari 10.000 kelahiran di rumah sakit, dan 13 dari 10.000 kelahiran di rumah. Dalam studi tersebut, kematian neonatal atau kematian ibu melahirkan didefinisikan sebagai kematian yang terjadi dalam kurun waktu hingga 28 hari setelah melahirkan.
“Risiko melahirkan di rumah meningkat menjadi sekitar 7 kali lipat pada kehamilan pertama ibu, dan sekitar 10 kali lipat pada kehamilan di luar 41 minggu," ungkap Dr.Grunebaum, ginekolog asal Inggris yang ikut dalam penelitian tersebut.
Namun, di mana pun tempat Anda melahirkan, yang perlu dipersiapkan adalah mental dan kesehatan Anda. Faktor usia, melahirkan terlalu sering dengan jarak kelahiran anak yang terlalu rapat, juga bisa menyebabkan kematian ibu saat melahirkan, selain infeksi nosokomial. (Aulia/DMO/Dok. M&B)