Sebagai orang tua, Moms dan Dads tentunya ingin agar Si Kecil terlahir sehat serta sempurna. Namun ada kalanya, janin mengalami masalah atau kelainan tertentu meski Anda telah menjalankan pola hidup sehat selama program kehamilan.
Salah satu kelainan yang bisa terjadi pada bayi dalam kandungan Anda adalah sindrom Pfeiffer. Perlu diketahui, sindrom Pfeiffer merupakan kelainan genetik yang sangat langka. Menurut National Institutes of Health, sindrom ini dialami 1 dari 100.000 bayi.
Penyebab Sindrom Pfeiffer
Penyebab sindrom ini adalah mutasi gen FGR1 dan atau FGR2 yang terkait usia lanjut pada ayah, turunan, atau memang terjadi mutasi baru. Ya, usia ayah yang terlalu tua saat terjadinya pembuahan disinyalir ikut meningkatkan risiko janin mengalami sindrom Pfeiffer.
Sementara itu, induk pembawa mutasi gen dapat menurunkan mutasi pada anaknya. Namun mereka masih memiliki kemungkinan untuk melewati gen abnormal dari satu induk sebesar 50 persen pada setiap kehamilan. "Namun apabila ayah atau ibu memiliki sedikit gejala dan pembawa gen Pfeiffer, maka bayinya akan terkena lebih parah," ungkap Dr. Jose Cordero, MD, kepala departemen epidemiologi dan biostatistik di University of Georgia, sekaligus mantan direktur National Center for Birth Defects and Developmental Disabilities, seperti dilansir situs Health.
Pada penderita sindrom Pfeiffer, tulang-tulang tengkorak menyatu sebelum waktunya, yaitu ketika bayi masih berada di dalam kandungan. Akibatnya, otak bayi tidak memiliki ruang yang cukup untuk tumbuh dan berkembang. Sindrom Pfeiffer sudah bisa dideteksi sejak bayi masih berada di dalam kandungan melalui pemeriksaan USG.
Jenis-jenis Sindrom Pfeiffer
Secara garis besar, Sindrom Pfeiffer terbagi menjadi tiga tipe sesuai dengan tingkat keparahannya.
Tipe 1
Sindrom Pfeiffer tipe 1 dianggap sebagai tipe yang paling ringan. Pada level ini, kelainan hanya memengaruhi kondisi fisik bayi dan tidak mengganggu fungsi otaknya. Beberapa tanda dari Sindrom Pfeiffer tipe 1, adalah:
⢠Letak mata kanan dan kiri tampak berjauhan (ocular hypertelorism).
⢠Dahi tampak meninggi atau menonjol keluar.
⢠Bagian belakang kepala rata (brachycephaly).
⢠Rahang atas tidak berkembang sempurna (hypoplastic maxilla).
⢠Rahang bawah menonjol.
⢠Gangguan gigi atau gusi.
⢠Jari kaki dan tangan lebih besar atau lebih lebar.
⢠Pendengaran terganggu.
Tipe 2
Bayi didiagnosis mengalami sindrom Pfeiffer tipe 2 jika mengalami gejala yang lebih parah dan membahayakan dibandingkan tipe 1. Beberapa tanda yang jelas dari sindrom Pfeiffer tipe 2 adalah:
⢠Wajah berbentuk seperti daun semanggi dengan bagian atas kecil dan membesar di bagian rahang. Kondisi ini terjadi karena tulang-tulang kepala dan wajah telah menyatu lebih cepat daripada yang seharusnya.
⢠Mata menonjol seperti akan keluar dari kelopak (eksoftalmus).
⢠Otak berhenti tumbuh atau tidak tumbuh sebagaimana mestinya.
⢠Sulit bernapas dengan baik karena adanya gangguan pada tenggorokan, mulut, atau hidung.
⢠Terjadinya penumpukan cairan di rongga otak (hidrosefalus).
⢠Mengalami kelainan tulang yang berpengaruh pada sendi siku dan lutut (ankylosis).
Tipe 3
Kondisi bayi yang mengalami sindrom Pfeiffer tipe 3 tentunya paling parah dibandingkan tipe 1 dan 2. Kondisi ini sangat berisiko membahayakan nyawa bayi. Pada tipe 3, kelainan mungkin tidak tampak pada tulang tengkorak tapi terjadi pada organ tubuh. Beberapa tanda yang mungkin dialami bayi dengan sindrom Pfeiffer tipe 3, antara lain:
⢠Gangguan pada organ tubuh, seperti paru-paru, jantung, dan ginjal.
⢠Gangguan kemampuan kognitif (berpikir) dan belajar.
Bayi yang mengalami sindrom Pfeiffer tipe 3, kemungkinan perlu menjalani serangkaian operasi sepanjang hidupnya. Tindakan ini dilakukan untuk mengatasi gejala-gejala yang muncul, sekaligus membuatnya mampu bertahan hidup hingga dewasa.
Si Kecil dengan sindrom Pfeiffer memang membutuhkan penanganan khusus. Tapi Moms dan Dads tak perlu berkecil hati. Anak yang memiliki kelainan berupa sindrom Pfeiffer juga bisa menjalani hidup seperti anak-anak pada umumnya. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)