Memiliki empat orang anak tidak pernah ada dalam blue print kehidupan pasangan selebriti Mona Ratuliu (38) dan Indra Brasco (46). Bahkan tak pernah terbesit di benak Mona untuk kembali hamil setelah usianya menginjak 30 tahun.
Rasa khawatir sempat mengganggu pikiran artis berparas cantik ini ketika mengetahui dirinya kembali hamil setahun yang lalu. Namun ternyata kehadiran bayi lucu bernama Numa Kamala Srikandi pada 20 Juni 2020 justru kian melengkapi kehidupan Mona yang sudah memiliki tiga orang anak, Davina Shava Felisa atau yang akrab disapa Mima (17), Baraka Rahadian Nezar alias Raka (11), dan Syanala Kania Salsabila atau Nala (8).
Kini Mona menjadi ibu dari empat orang anak dengan rentang usia yang cukup panjang, 16 tahun, dari Mima ke Numa. Bagaimana caranya membagi perhatian antara putrinya yang sudah menginjak dewasa dengan sang bayi yang baru lahir? Dan apa saja kegalauan yang sempat melanda Mona ketika mengetahui dirinya kembali hamil di usia lebih dari 30 tahun? Simak wawancara Mother&Baby dengan Mona Ratuliu yang menjadi Mom of the Month Januari 2021!
Bagaimana perasaannya saat pertama kali mengetahui tengah mengandung Numa?
Kaget banget yang pasti! Saya tuh tidak pernah punya rencana untuk memiliki anak lebih dari tiga. Punya anak tiga pun sesungguhnya masih ada rasa takut kala itu. Saat melahirkan Nala memang belum KB, jadi antara berharap dan tidak berharap.
Nah, saat sudah punya anak ketiga, ya sudah tidak ada rencana untuk memiliki anak keempat. Saya memang sudah berencana untuk tidak memiliki anak lagi sebelum menginjak usia 30 tahun dan kebetulan melahirkan Nala pas di usia 29 tahun. Pokoknya jangan sampai melahirkan di atas usia 30 tahun karena susah menurunkan berat badannya.
Itulah kenapa saat punya Numa rasanya kaget banget. Selain itu juga cukup banyak keluhan, seperti kok cepat lelah, ya? Sedikit-sedikit tiduran. Ke mal saja muntah. Akhirnya berkonsultasi ke Bu Lanny (Bidan Lanny Kuswandi, pelopor hypnobirthing) dan katanya, mungkin karena ini kehamilan kejutan jadinya saya khawatir dan banyak berpikir, seperti "Nanti kalau Numa sekolah, saya sudah umur berapa, ya?" atau "Saya masih kuat ngasuh apa tidak, ya?".
Dan karena otaknya berpikir terus, jadi energinya terkuras sehingga mudah lelah. Jadi cara mengatasinya, ya harus banyak-banyak berbicara pada diri sendiri agar bisa lebih tenang menghadapi kehamilan ini. Belajar untuk menerima bahwa saya tengah hamil anak keempat. Intinya adalah berdamai dengan diri sendiri sehingga saya tidak lagi mudah lelah seperti sebelumnya.
Bagaimana reaksi anak-anak saat mengetahui bahwa mereka akan memiliki adik kecil lagi, terutama Mima yang saat ini sudah 17 tahun?
Awalnya, saya paling takut terhadap reaksi yang akan diperlihatkan kakaknya yang paling pertama, Mima, yang sudah menginjak usia 17 tahun. Soalnya adiknya juga sudah banyak dan Mima juga butuh keheningan, eh malah nambah bayi lagi. Sempat berpikir keras, bagaimana ya cara memberitahunya?
Di sisi lain, kita sebenarnya mau membuat surprise karena Nala memang menginginkan seorang adik. Tapi karena kita tidak berani kasih surprise untuk anak pertama, jadi Mima kita ajak ngobrol bertiga dulu bersama Yandanya. Eh di luar dugaan, ternyata dia happy banget! Saya juga kaget karena awalnya berpikir kalau enggak kesal, ya reaksinya paling "Oh, gitu ya". Dan itu membuat kami lega.
Setelah itu baru deh, buat surprise untuk bertiga ceritanya. Dan Nala happy banget. Sedangkan reaksi Raka "Oh, no!", karena dia suka kesal diajak Nala main jual-beli. Dia tidak suka, tapi Nala nawarin terus.
Namun setelah adiknya lahir, justru Raka yang paling sering main bersama Numa. Jadi kalau ada break 5 menit sekolah online, dia pasti menghampiri Numa. Pokoknya beda banget dari sebelum dan setelah Numa lahir. Setelah ada Numa, Raka paling care, paling perhatian, dan dia yang paling sering mengajak bermain.
Dari ketiga kakaknya, apakah ada yang jealous dengan kehadiran Numa?
Hmm, tidak ada. Kalau Nala mungkin karena masih suka dipeluk, jadi dia pernah berujar "Sudah lama tidak bobo sama bunda" atau "Sudah lama tidak bermain sama bunda". Yandanya mau diajak bermain bersama Nala, sampai membuat TikTok segala. Tapi tetap saja, kami menangkap dia ingin bersama kedua orang tuanya. Dan karena ada kata-kata itu, saya pun langsung menangkap bahwa anak ini memang lagi kangen sama kita. Jadi terkadang Numa dititip ke tantenya dulu agar saya bisa bermain sebentar bersama Nala.
Membesarkan 4 anak tentunya tidak mudah. Lantas pola asuh seperti apa yang diterapkan di rumah?
Pola asuh yang diterapkan di rumah bisa dibilang pola asuh yang bersifat demokratis. Maksudnya, kita sebagai orang tua ingin ada komunikasi dua arah. Kalau dahulu, zaman saya dan suami, mungkin selalu mengikuti apa kata orang tua. Tapi kini kami mau apa pun yang dilakukan anak-anak, mereka secara sadar mengambil keputusan tersebut meski kami juga ikut mengarahkan. Misalnya, kita ingin dia makan sayur, maka dia boleh memilih antara brokoli, buncis, atau wortel. Atau menanyakan kepada anak, apakah dia ingin menonton dulu atau mandi dulu. Minimal ada pilihan-pilihan dan apa yang dijalani anak adalah keputusannya sendiri, bukan murni "komando" dari kita sebagai orang tuanya. Tujuannya ya agar nantinya anak bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
Apa kunci sukses menjadi orang tua yang memiliki lebih dari dua orang anak?
Menurut saya, paling repot justru memiliki hanya satu orang anak. Mengapa? Karena dia tidak memiliki teman. Jadi besar kemungkinan, dia akan merengek atau bergantung kepada ibunya. Mau ditinggal, ibunya tentu akan merasa bersalah meninggalkan anak sendirian di rumah.
Nah, ternyata memiliki anak lebih dari dua itu membuat saya dan suami lebih bisa leluasa untuk pergi berduaan, seperti nonton di mal atau makan, karena kita tahu anak akan ada yang menemani. Punya anak empat? Malah bisa bergantian! Misalnya Mima lagi kesal dengan Nala, maka Nala bisa bermain dengan Raka.
Dan setelah punya empat orang anak, sepertinya kami juga lebih santai dan tidak mudah panik lagi karena sudah punya pengalaman. Jadi saat ini ya tinggal manajemen waktunya saja.
Satu hal yang tak kalah penting adalah berdamai dengan diri sendiri. Menerima bahwa saya memiliki empat orang anak, jadi jangan menginginkan hal yang mustahil, seperti "Ah, saya ingin punya waktu banyak". Selain itu, kita juga harus berdamai dan menerima bahwa tidak ada orang tua yang sempurna. Membagi waktu dengan sempurna juga tidak ada. Minimal, kita berusaha sebaik mungkin dan anak-anak mengetahui usaha orang tuanya. Pembagian waktu juga tidak bisa sama setiap hari. Pokoknya dibagi saja sesuai siapa yang saat itu lagi membutuhkan orang tuanya.
Jangan lupa, memiliki pasangan yang bisa diajak sepakat juga merupakan berkah yang luar biasa karena akan sangat membantu. Ya, setidaknya ada sosok untuk tempat curhat dan tentunya buat menitipkan anak sebentar. Sebenarnya ibu tidak memerlukan waktu me time yang banyak. Bisa ke kamar mandi atau makan sampai selesai tanpa diganggu pun sudah happy banget. Dan tentunya saling menguatkan dengan pasangan.
"Berdamai dengan diri sendiri. Menerima bahwa saya memiliki empat orang anak dan tidak menginginkan hal yang mustahil."
Sebagai seorang ibu sekaligus public figure, bagaimana menghadapi kejulidan para netizen?
Saya lebih memilih tidak menjawab kalau memang komentarnya tidak terlalu penting. Tapi ada beberapa yang saya jawab kalau komentar tersebut menyesatkan yang lain. Misalnya, "Mbak, itu Numa masih bayi kenapa dikasih makan seperti itu?", atau "Harusnya bayi dikasi makan ini, ini, dan ini". Ya, kalau memang pakemnya tidak seperti itu, biasanya saya jawab karena khawatir ibu-ibu yang lain mengikuti hal-hal seperti itu. Jadi kalau memang penting, saya jawab saja. Sedangkan komentar tidak penting atau jahat sekali, biasanya saya hapus.
Bagaimana cara menjaga kesehatan mental di tengah pandemi, apalagi dengan kesibukan mengurus empat orang anak?
Kesehatan mental sebenarnya memang perlu diperhatikan. Caranya adalah dengan menggunakan skala prioritas. Semua orang tentu ingin segala hal yang dilakukan berjalan dengan baik, seperti pekerjaan, mengurus rumah, dan sekolah anak. Tapi pada masa seperti saat ini, ya agak mustahil untuk mencapai hal tersebut.
Buat kami saat ini, prioritasnya kesehatan fisik dan mental. Jadi kalau nilai anak menurun, ya sudahlah jangan terlalu dipusingkan. Ingin liburan atau banyak belanja agar hati senang juga tidak bisa. Sebagai gantinya, cari cara terus untuk melakukan hal-hal baru, seperti memasak menu baru yang nantinya akan membuat anak-anak juga senang. Main board game atau main kartu bagi anak-anak juga bisa menjadi hal menyenangkan untuk mengisi kebosanan pada masa pandemi ini.
(Wieta Rachmatia/ND/Foto: Saeffi Adjie Badas/Digital Imaging: Bagus Ragamanyu Herlambang)