Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Mitos dan Fakta Seputar Vaksin COVID-19 yang Perlu Anda Tahu

Mitos dan Fakta Seputar Vaksin COVID-19 yang Perlu Anda Tahu

Adanya vaksin COVID-19 memunculkan secercah harapan bagi sebagian besar penduduk dunia dalam menghadapi pandemi COVID-19 yang telah berlangsung hampir setahun ini. Sejumlah negara pun telah memulai program vaksinasi. Di Indonesia sendiri, Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang melakukan suntik vaksin tersebut.

Walaupun begitu, masih banyak orang yang meragukan efektivitas dan keamanan vaksin COVID-19. Hal ini dikarenakan banyaknya informasi yang beredar namun belum tentu benar terkait dengan keberadaan vaksin COVID-19. Ada begitu banyak berita beredar di media sosial yang membuat masyarakat kesulitan membedakan apakah berita itu sesuai dengan fakta atau hoaks belaka.

Apa saja sih, mitos seputar vaksin COVID-19 yang beredar di masyarakat dan bagaimana fakta sebenarnya? Mengutip dari berbagai sumber, berikut mitos dan fakta seputar vaksin COVID-19 yang perlu Anda tahu, Moms.

1. Mitos: Vaksin COVID-19 tidak aman karena dikembangkan dalam waktu singkat.

Fakta: Mengutip laman University of Missourri Health Care, vaksin COVID-19 terbukti aman dan efektif. Walaupun dikembangkan dengan sangat cepat, vaksin telah melalui proses administrasi makanan dan obat yang sama ketatnya dengan setiap vaksin lainnya serta telah memenuhi semua standar keamanan.

2. Mitos: Vaksin COVID-19 punya efek samping yang parah seperti reaksi alergi.

Fakta: Beberapa peserta dalam uji klinis vaksin memang melaporkan munculnya efek samping yang serupa dengan yang dialami dengan vaksin lain, seperti alergi, nyeri otot, menggigil, dan sakit kepala. Walau sangat jarang, orang memang bisa mengalami reaksi alergi parah terhadap bahan yang digunakan dalam vaksin. Itu sebabnya para ahli merekomendasikan orang dengan riwayat reaksi alergi yang parah, seperti anafilaksis, terhadap ramuan vaksin sebaiknya tidak mendapatkan vaksinasi.

3. Mitos: Setelah menerima vaksin COVID-19, kita tidak perlu lagi pakai masker.

Fakta: Memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak fisik tetap diperlukan sampai sejumlah orang kebal (herd immunity). Perlindungan terbaik satu sama lain sekarang adalah dengan terus mengikuti protokol kesehatan 3M tersebut. Ketika semakin banyak orang yang sudah divaksinasi dan para ahli melaporkan penelitian terbaru tentang berapa lama kekebalan alami dan vaksin bertahan, maka para ahli kesehatan masyarakat akan memperbarui panduan mereka jika diperlukan.

4. Mitos: Vaksin COVID-19 bisa ganggu sistem kekebalan tubuh.

Fakta: Mengutip laman University of Maryland Medical System, pemberian vaksin tidak berdampak pada sistem kekebalan tubuh. Sebagaimana anak-anak yang menerima berbagai vaksin berdekatan dan memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik, orang dewasa yang akan divaksinasi pun tidak akan terganggu sistem kekebalan tubuhnya.

5. Mitos: Orang yang pernah terinfeksi tidak perlu menerima vaksin.

Fakta: Melansir Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pasien COVID-19 memang telah memiliki antibodi setelah tertular. Akan tetapi, antibodi tersebut hanya dapat bertahan dalam jangka waktu 3-4 bulan, selebihnya ia akan kembali rentan terkena infeksi. Dengan melakukan vaksin, tubuh akan memiliki sistem kekebalan lebih baik dengan jangka waktu lebih lama.

6. Mitos: Vaksin dapat menyebabkan autisme.

Fakta: Berbagai penelitian dari banyak negara telah membuktikan tidak ada kaitan antara pemberian vaksin dengan terjadinya autisme.

7. Mitos: Orang yang merasa kebal tidak perlu ikut vaksinasi.

Fakta: Mendapatkan vaksin akan bisa melindungi diri sendiri dan orang-orang sekitar, karena bisa meminimalisir penularan penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain. Semakin banyak orang yang divaksinasi, maka semakin kecil kemungkinan timbulnya wabah penyakit.

8. Mitos: Anda bisa tertular COVID-19 dari vaksin.

Fakta: Anda tidak bisa tertular COVID-19 dari vaksin karena vaksin tidak mengandung virus corona yang hidup. Umumnya, butuh waktu beberapa minggu bagi tubuh untuk membangun kekebalan terhadap virus yang menyebabkan COVID-19 setelah vaksinasi. Hal ini membuat adanya kemungkinan seseorang terinfeksi virus yang menyebabkan COVID-19 sebelum atau setelah vaksinasi dan tetap sakit. Ini karena vaksin belum punya cukup waktu untuk memberikan perlindungan. (M&B/SW/Dok. Freepik)