Bertambahnya korban keganasan wabah Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV), membuat isu penyakit yang dikenal sebagai MERS ini kembali mencuat ke permukaan. MERS-CoV adalah penyakit sindrom pernapasan yang disebabkan oleh virus Corona dan menyerang saluran pernapasan mulai dari yang ringan sampai berat.
Virus Corona sendiri merupakan virus penyebab terjadinya infeksi saluran napas. Sama seperti virus yang menyerang pernapasan lainnya, virus Corona mudah menyebar melalui udara. Gejalanya bisa berupa flu biasa, demam, batuk, hingga infeksi saluran pernapasan atau radang paru. Virus ini sebenarnya sudah ditemukan sejak lama, namun baru populer sejak SARS mewabah pada 2002 lalu. Walaupun sempat mengakibatkan angka kematian yang tinggi, wabah SARS akhirnya berhasil ditangani dengan baik.
“Saat diidentifikasi, virus yang terdapat pada wabah MERS mirip dengan virus yang terdapat dalam wabah SARS, yaitu virus Corona. Namun, penularannya kebanyakan terjadi pada seseorang yang memiliki riwayat bepergian ke negara-negara Timur Tengah. Itu sebabnya, diberi nama Middle East Respiratory Syndrome. Wabah MERS ditandai dengan gejala terserangnya saluran napas,” jelas Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A (K), MtroPaed, dokter spesialis anak dan konsultan penyakit infeksi, serta pediatri tropis, saat dihubungi M&B siang tadi (12/05).
Ia juga menambahkan, belum diketahui pasti bagaimana sumber dan proses penularan wabah MERS tersebut. “Setiap virus menempel pada sebuah makhluk melalui reseptor. Dalam kasus SARS, sudah terbukti bahwa virus berasal dari kelelawar. Sedangkan pada wabah MERS, semua masih dalam penelitian, termasuk dari mana asal penyakit ini. Memang sempat ditemukan juga pada unta, karena dalam beberapa kasus korban diketahui memiliki kontak dengan unta. Namun, ada juga yang kontak dengan unta, tetapi tidak terserang MERS. Jadi, belum cukup bukti untuk memastikan bahwa virus ini terkait dengan unta atau jenis hewan tertentu,” tegas dr. Hindra.
Dokter Hindra menilai, sangat sulit untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini, mengingat derasnya arus lalu lintas para jemaah atau wisatawan yang pergi ke negara-negara di Timur Tengah. Satu-satunya solusi hanya upaya pencegahan. Pemerintah Indonesia juga sudah memberlakukan edukasi kesehatan untuk para jemaah yang akan menunaikan ibadah haji dan umrah, termasuk memantau kesehatan mereka. "Di setiap pelabuhan udara terdapat kantor kesehatan pelabuhan dan ada petugas kesehatannya juga. Tetapi, masalahnya tidak mudah untuk mengawasi semua penumpang. Jadi, sangat sulit untuk mengendalikan penyebaran itu," ungkapnya.
MERS umumnya menyerang orang dewasa yang berusia di atas 40 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan MERS menyerang usia balita. Mengingat belum ditemukannya vaksinasi, tindakan pencegahan dengan pola hidup bersih dan sehat masih sangat diperlukan untuk meminimalisir penyebaran penyakit ini. (Aulia/DC/dok.freedigitalphotos)