Type Keyword(s) to Search
BUMP TO BIRTH

Mengenal Fase Luteal, Fase Penanda Fertilitas dan Kehamilan

Mengenal Fase Luteal, Fase Penanda Fertilitas dan Kehamilan

Jika Moms sedang berencana untuk hamil, maka ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan seputar fertilitas. Salah satunya adalah fase luteal. Fase luteal merupakan salah satu bagian dalam siklus menstruasi dan berkaitan erat dengan fertilitas Anda.

Mengutip Very Well Family, beberapa orang yang memiliki permasalahan fertilitas juga memiliki fase luteal yang pendek. Selain itu, keguguran berulang juga sering berkaitan dengan fase luteal yang lebih pendek dari normal. Memangnya, apa sih, fase luteal? Mengapa fase ini penting bagi fertilitas seseorang? Untuk mengetahui jawabannya, yuk simak penjelasan berikut!

Fase Penting Menstruasi

Dilansir dari Healthline, siklus menstruasi terdiri dari 4 fase yang memiliki fungsi yang berbeda-beda dan penting, yakni menstruasi, fase folikular, ovulasi, dan fase luteal.

Menstruasi adalah ketika tubuh meluruhkan dinding rahim. Fase folikular adalah masa ketika folikel tumbuh dan diakhiri dengan folikel melepas sel telur. Fase folikular kemudian dilanjutkan dengan ovulasi, di mana sel telur dilepaskan. Fase luteal dimulai ketika sel telur berkelana menuruni tuba falopi dan berakhir ketika menstruasi terjadi.

Fase Persiapan Kehamilan

Fase luteal adalah masa ketika tubuh mempersiapkan diri untuk kehamilan. Setelah ovulasi terjadi, folikel yang telah melepaskan sel telur akan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum kemudian memproduksi estrogen dan progesteron.

Dilepasnya kedua hormon ini mendorong persiapan tubuh terhadap kehamilan, seperti penebalan dinding rahim, mencegah menstruasi, serta menekan produksi hormon-hormon pemicu ovulasi (agar Moms tak hamil saat sedang hamil).

Hormon progesteron juga menyebabkan suhu tubuh meningkat, dan ketika hamil suhu tubuh tidak akan turun. Namun jika Moms tidak hamil, maka suhu tubuh akan menurun sebelum menstruasi terjadi.

Durasi Fase Luteal

Menurut sebuah penelitian yang dimuat di jurnal Obstetrics and Gynecology Clinics of North America pada tahun 2015, rata-rata durasi fase luteal terjadi selama 12 hingga 14 hari. Namun fase ini juga bisa terjadi selama 8 hari maupun 16 hari. Jika fase luteal terjadi melebihi jadwal rutin, maka ini bisa menandakan kehamilan.

Fase luteal yang kurang dari 8 hari dapat menandakan masalah fertilitas. Fase luteal yang terlalu pendek membuat dinding rahim tak menebal dan berkembang secara sempurna untuk mendukung pertumbuhan janin. Sedangkan fase luteal yang terlalu panjang bisa terjadi akibat ketidakseimbangan hormon seperti PCOS (polycystic ovary syndrome).

Perempuan yang kesulitan untuk hamil atau mengalami keguguran berulang cenderung memiliki fase luteal yang pendek. Namun, pada beberapa orang, keguguran berulang dan masalah fertilitas tidak dipengaruhi oleh durasi fase luteal mereka.

Gangguan Luteal Phase Defect

Fase luteal dapat mengalami gangguan yang disebut sebagai luteal phase defect (LPD). Gangguan ini menandakan rendahnya tingkat progesteron selama fase luteal. Gangguan ini juga menyebabkan fase luteal berlangsung dengan sangat singkat. Alhasil, tubuh tidak sepenuhnya siap untuk mendukung kehamilan sehingga dapat berujung pada infertilitas dan keguguran.

LPD dapat ditandai oleh beberapa gejala, yakni ovulasi yang tidak rutin, keguguran dini berulang, siklus menstruasi yang pendek, serta perdarahan di antara masa ovulasi dan haid.

Sebuah studi yang dimuat di jurnal Fertility and Sterility pada tahun 2017 menemukan bahwa perempuan yang merokok cenderung memiliki fase luteal yang lebih pendek. Selain itu, beberapa faktor risiko lainnya antara lain usia lebih dari 35 tahun, kebiasaan makan yang buruk (anoreksia dan bulimia), endometriosis, olahraga yang terlalu berat, obesitas, PCOS, dan gangguan tiroid.

Jika Moms khawatir memiliki LPD, maka Moms perlu segera konsultasikan hal ini dengan dokter. (Gabriela Agmassini/SW/Dok. Freepik)