Moms, selain pandemi yang harus selalu kita waspadai, musim hujan yang datang dengan curah hujan tinggi hingga mengakibatkan beberapa daerah terkena banjir juga perlu kita awasi. Salah satu penyakit yang sering mengintai di musim hujan adalah demam berdarah dengue (DBD).
Ya, di musim hujan seperti ini, DBD lebih sering terjadi lho, Moms. DBD memang tergolong penyakit musiman. Namun, penyakit ini juga menjadi ancaman kesehatan dengan pertumbuhan yang sangat cepat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Walaupun ancaman penyakit ini serius, masih banyak orang tua yang tidak mengetahui gejala DBD serta penanganan awalnya yang tepat, terutama saat terjadi pada anak-anak.
Kenapa anak-anak? Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan bahwa DBD lebih sering terjadi dan bisa lebih berbahaya jika dialami oleh anak karena respons imun anak terhadap infeksi virus dengue belum sempurna, sehingga anak lebih mudah terserang dengan hasil akhir infeksi adalah kerusakan dinding pembuluh darah dan perembesan plasma darah.
Untuk itu, Moms dan keluarga harus ekstra waspada dalam mencegah dan mengenali gejala DBD. Jangan sampai penyakit akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti menyerang keluarga Anda. Apalagi DBD yang marak kini memiliki gejala baru. Mungkin saja Moms tidak akan menjumpai bintik atau bercak merah pada kulit anak jika Si Kecil terserang penyakit tersebut. Karena itu, kenali gejalanya dan cara mengatasinya ya, Moms!
Gejala DBD pada Anak
Ya Moms, gejala DBD yang akhir-akhir ini terjadi kadang tidak memiliki kekhasan seperti gejala DBD dulu yang ditandai oleh timbulnya bintik atau bercak merah pada kulit, serta Si Kecil mengalami mimisan atau terjadi perdarahan di kulit. Salah satu yang masih menandakan anak terserang DBD adalah jika ia mengalami demam tinggi mencapai 40 derajat Celsius. Berikut ini tanda-tanda lainnya yang mesti Anda waspadai, Moms.
⢠Demam lebih dari 3 hari dan tidak turun setelah diberikan obat penurun panas.
⢠Demam disertai penurunan trombosit, leukosit, dan peningkatan hematokrit.
⢠Ada penderita DBD di sekitar lingkungan tempat tinggal.
⢠Anak cenderung tidur terus dan sulit dibangunkan, meracau, dan ujung-ujung jari teraba dingin.
⢠Demam disertai tanda bahaya DBD: sering muntah, sakit perut hebat, dan jarang buang air kecil atau tidak buang air kecil dalam 4-6 jam.
Beda Demam DBD dengan Demam Penyakit Lain
Akan tetapi, bagaimana cara membedakan demam yang merupakan gejala DBD dengan demam karena penyakit lain, misalnya tifus, karena kedua penyakit tersebut sangat mirip gejalanya? Menurut dr. Ivan Hoesada, Chief Medical Board High Desert Indonesia, pada penderita DBD, demamnya cenderung tinggi. Sementara pada penderita tifus, demam yang dialami naik-turun dan berpola waktunya. Meskipun begitu, untuk memastikan apakah seseorang terjangkit DBD, sebaiknya dilakukan tes darah.
Menangani Anak yang Menderita DBD
Untuk menangani anak yang menderita DBD, IDAI menyatakan bahwa anak harus dipantau dan diobservasi secara terus-menerus, terutama pada fase kritis (hari bebas demam). Umumnya pasien DBD harus dirawat di rumah sakit guna menjamin observasi dan menjaga volume cairan pembuluh darah tetap memadai.
IDAI tidak melarang pemberian cairan lain berupa jus jambu, angkak, atau kurma. Tetapi pemberian cairan ini belum terbukti secara ilmiah dan bisa dijadikan sebagai pedoman. Moms bisa memberikan cairan tersebut jika anak terkena DBD, namun antisipasi kemungkinan Si Kecil mengalami muntah saat minum cairan tersebut karena cita rasanya yang tajam sehingga malah semakin memperburuk kondisi Si Kecil. (M&B/SW/Dok. Freepik)