Berat badan janin merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan Moms selama kehamilan. Apabila ukuran janin terlalu besar, hingga mencapai 4.000 gram atau lebih, kondisi ini disebut dengan makrosomia dan bisa meningkatkan risiko terjadinya komplikasi saat persalinan.
Makrosomia terjadi karena beberapa kondisi yang dialami ibu hamil, seperti obesitas atau kelebihan berat badan saat hamil, serta menderita diabetes gestasional. Karenanya, Moms dianjurkan untuk mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang guna mencukupi kebutuhan nutrisi Anda dan janin, bukan sekadar makan "untuk dua orang".
Penyebab dan gejala makrosomia
Selain obesitas, makrosomia disebabkan oleh beberapa kondisi yang dialami bumil, seperti:
- Tekanan darah tinggi atau hipertensi saat hamil
- Riwayat pernah melahirkan anak dengan makrosomia
- Berusia di atas 35 tahun
- Belum terjadi persalinan pada usia kehamilan di atas 40 minggu.
Jumlah cairan ketuban yang melebihi batas normal (polihidromnion) merupakan gejala yang tampak dari makrosomia. Kondisi ini membuat bumil makin sering buang air kecil karena ukuran janin yang memang terlalu besar di dalam kandungan.
Dampak makrosomia pada ibu hamil
Makrosomia sendiri diketahui bisa menimbulkan komplikasi tak hanya pada wanita sebelum melahirkan, tapi juga bayi setelah persalinan. Berikut ini berbagai risiko masalah kesehatan pada bumil akibat janin terlalu besar, seperti dilansir dari Mayo Clinic.
1. Proses persalinan kurang lancar
Jika bayi memiliki berat badan yang terlalu besar, maka bumil tentu akan sulit untuk melahirkan secara normal. Kondisi ini bahkan bisa membuat janin tersangkut di jalan lahir hingga menyebabkan cedera seperti sobeknya vagina. Selain itu, robekan pada otot di antara anus dan vagina (perineum) bisa terjadi. Karena itu, bumil akan dianjurkan melakukan persalinan caesar sebagai tindakan terbaik jika mengandung janin makrosomia.
2. Perdarahan usai persalinan
Jika bumil tetap memaksa melakukan persalinan normal dengan kondisi janin makrosomia, maka bisa terjadi kerusakan di jaringan vagina dan otot di sekitarnya. Hal ini bisa mengakibatkan perdarahan hebat hingga membahayakan keselamatan Anda setelah persalinan.
3. Ruptur uteri
Dalam istilah medis, ruptur uteri adalah kondisi adanya robekan pada dinding rahim. Ruptur uteri bisa terjadi jika janin mengalami makrosomia dan bumil pernah melalui prosedur operasi caesar sebelumnya. Meski jarang terjadi, kondisi ini tetap akan menyebabkan sobeknya rahim sepanjang alur luka jahit akibat operasi caesar sebelumnya.
Baca juga: Tumbuh Makin Besar, Ini 7 Tanda Janin Sehat Trimester 2
Dampak makrosomia pada bayi
Komplikasi yang dialami bayi makrosomia setelah kelahiran pun akan berpengaruh pada fase tumbuh kembangnya kelak, di antaranya:
1. Kadar gula darah rendah
Jika sebelumnya bumil mengalami diabetes gestasional, maka bayi makrosomia justru bisa mengalami kadar gula darah yang rendah. Kondisi ini akan membuat bayi harus dirawat secara khusus hingga kadar gula darah dalam tubuhnya kembali normal dan stabil.
2. Distosia bahu
Saat lahir, bayi makrosomia bisa mengalami distosia bahu jika tersangkut di jalur lahir, meski kepalanya sudah berhasil keluar. Risiko terjadinya patah tulang selangka, patah tulang lengan, serta cedera pada saraf juga makin tinggi. Pada kasus lainnya, distosia bahu akan menyebabkan kerusakan pada otak bayi hingga kematian.
3. Sindrom metabolik
Setelah lahir, bayi makrosomia juga berisiko mengalami sindrom metabolik sepanjang tumbuh kembangnya. Ini merupakan kondisi gabungan antara tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, dan tumpukan lemak berlebih di perut (obesitas) serta kadar kolesterol tinggi yang terjadi secara bersamaan.
Mencegah makrosomia
Meski tergolong sebagai kondisi yang sulit diprediksi, makrosomia sebenarnya bisa dicegah sejak awal kehamilan. Hal yang paling penting adalah bumil tetap menjaga kenaikan berat badan di masa kehamilan yang normalnya sekitar 11-16 kg.
Anda juga dianjurkan untuk rutin melakukan aktivitas seperti olahraga ringan. Jaga juga porsi makanan yang mencukupi kebutuhan nutrisi bumil dan janin di dalam kandungan. Rutinlah memeriksakan kandungan, terutama bagi Anda yang mengalami diabetes sejak sebelum hamil, agar kadar gula darah tetap stabil tanpa memengaruhi perkembangan janin. (M&B/Vonia Lucky/SW/Foto: Freepik)