Dalam proses kehamilan, sel telur yang telah dibuahi oleh sel sperma akan membentuk embrio. Secara alami, embrio pun akan menempel dan bertumbuh hingga menjadi janin di dalam rahim. Sayangnya, embrio juga bisa bertumbuh di area lain, seperti di tuba falopi, rongga perut, ovarium, dan leher rahim. Kondisi ini disebut sebagai kehamilan ektopik.
Penyebab Kehamilan Ektopik
Secara medis, kehamilan ektopik terjadi jika embrio berada di luar rahim. Pada kasus ini, tercatat sekitar 95 persen terjadi di area tuba falopi, dan lainnya terjadi di rongga perut, ovarium, dan leher rahim. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik, yakni:
1. Adanya kelainan anatomi pada tuba falopi. Kelainan ini menjadi penyebab utama kehamilan ektopik di bagian tuba (kehamilan tuba). Dari persentase kehamilan tuba, sebanyak 70 persen terjadi di area ampula.
2. Memiliki riwayat pembedahan tuba. Pembedahan untuk mengatasi masalah pada tuba falopi atau riwayat sterilisasi tuba dapat meningkatkan risiko kehamilan ektopik di tuba.
3. Pernah mengalami kehamilan ektopik. Jika punya riwayat, maka kemungkinan berulangnya kehamilan ektopik meningkat sebesar 10 persen.
4. Riwayat infeksi tuba atau penyakit menular seksual. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan anatomi tuba, seperti salpingitis, adesi perituba, apendistis, serta endometriosis.
5. Riwayat Infertilitas. Kehamilan ektopik bisa terjadi apabila Anda memiliki masalah kesuburan, yang dibantu dengan penggunaan teknologi reproduksi berbantu (assisted reproductive technique/ART: induksi ovulasi).
6. Kegagalan dalam program Keluarga Berencana (KB). Penggunaan program KB yang gagal dapat menjadi penyebab lain dari kehamilan ektopik. Terutama KB dengan cara sterilisasi tuba, penggunaan hormon progestin, IUD Copper atau IUD yang melepaskan progesteron.
7. Gaya hidup tidak sehat. Kebiasaan seperti merokok dan mengonsumsi makanan cepat saji juga bisa menjadi pemicu terjadinya peningkatan kasus kehamilan ektopik.
Gejala Kehamilan Ektopik
Pada kondisi awal, gejala, dan tanda kehamilan ektopik cenderung ringan. Namun, umumnya wanita dengan kehamilan ektopik akan mengalami terlambat datang bulan, kemudian muncul pendarahan atau vlek. Pada saat terjadi robekan tuba, hal tersebut akan menimbulkan rasa nyeri abdomen atau panggul yang berat. Pada pemeriksaan laboratorium, robekan tuba menyebabkan pendarahan akut sehingga pasien berisiko mengalami kekurangan darah. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, maka perlu dilakukan pemeriksaan awal berikut ini:
⢠Pemeriksaan panggul, untuk mengetahui ukuran rahim dalam masa kehamilan dan merasakan keras atau tidak tekanan pada perut.
⢠Pemeriksaan darah, untuk mengecek hormon b-hCG, yang diulangi 2 hari kemudian. Pada kehamilan muda, level hormon ini meningkat sebanyak 2 kali setiap 2 hari. Kadar hormon yang rendah menunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik.
⢠Pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk melihat kondisi dalam rahim.
Mengatasi Kehamilan Ektopik
Sebagian besar kasus kehamilan ektopik tidak dapat dilanjutkan seperti kehamilan normal. Sel telur yang telah dibuahi tidak dapat bertahan hidup, dan janin yang berkembang tidak pada tempatnya justru dapat membahayakan.
Jika kehamilan ektopik terdeteksi sejak dini, dokter mungkin akan memberikan suntikan metroteksat. Ini dilakukan untuk menghentikan pertumbuhan dan melarutkan sel telur. Setelah itu, dokter akan melakukan pengecekan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Jika HCG masih tinggi, kemungkinan dokter akan menambah dosis suntikan.
Namun apabila sel telur sudah bekembang cukup besar, maka tindakan pembedahan laparoskopi perlu dilakukan. Proses ini menggunakan bantuan tabung tipis yang dilengkapi dengan lensa kamera dan cahaya untuk melihat letak sel telur. Pengangkatan tuba pun bisa dilakukan apabila sel telur berada di tuba falopi dan merusaknya. (M&B/Vonia Lucky/SW/Dok. Freepik)