Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Waspadai Pandemic Fatigue, Kejenuhan Menghadapi Pandemi Panjang

Waspadai Pandemic Fatigue, Kejenuhan Menghadapi Pandemi Panjang

Sudah lebih dari setahun dunia diserang pandemi virus corona. Bukannya semakin terbiasa dengan yang sering disebut sebagai the new normal, pandemi berkepanjangan ternyata justru membuat orang mengalami jenuh hebat dan lelah secara psikologis.

Lelah dan jenuh karena pandemi berkepanjangan disebut dengan pandemic fatigue, dan Indonesia sudah memasuki gelombang pandemic fatigue ini. Menurut World Health Organization (WHO), pandemic fatigue adalah reaksi natural dan terprediksi saat mengalami krisis berkepanjangan serta berkaitan dengan ketidaknyamanan dan kesulitan.

Menurut Daisy Indira Yasmine, Sosiolog Universitas Indonesia, pandemic fatigue bisa dialami siapa saja dan kapan saja. Ada yang sebulan pandemi sudah mengalami pandemic fatigue, namun ada juga yang dihantam pandemi berkepanjangan baru merasakan pandemic fatigue. Untuk meningkatkan kewaspadaan Moms akan pandemic fatigue, simak info penting di bawah ini, yuk!

Waspadai Pandemic Fatigue


"Pandemic fatique menurut WHO adalah demotivasi atau kejenuhan untuk mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan, muncul secara bertahap dari waktu ke waktu. Datang dan pergi. Bisa sebulan mulai jenuh, lalai, lalu kalau dengar informasi baru, kemudian patuh lagi," ujar Daisy dalam Diskusi Refleksi Setahun Pandemi bersama Frisian Flag dan Forum Ngobras (22/03/31).

Menurut Daisy, manusia adalah makhluk yang dapat beradaptasi dengan situasi kondisi, namun tiap orang memiliki cara dan tingkat adaptasi yang berbeda, tergantung dari daya dukung yang tersedia. Daya dukung ini meliputi motivasi, dukungan orang terdekat (teman, keluarga, komunitas), dukungan regulasi, kemampuan untuk melakukan tindakan baru yang diharapkan, keuntungan yang didapatkan, dan kontrol sosial.

Pandemic fatigue merupakan demotivasi atau jenuh mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan. Ini dapat muncul secara bertahap dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh emosi, pengalaman, dan persepsi selama proses adaptasi.

Menurut WHO, tingkat keparahan dan skala pandemi mengakibatkan perubahan yang cukup drastis dalam kehidupan sehari-hari individu dan anggota masyarakat, bahkan mereka yang tidak secara langsung terkena virus itu sendiri.

Melawan Pandemic Fatigue


"Dalam menghadapi pandemic fatigue, regulasi untuk komunitas pedesaan dan perkotaan tentunya berbeda. Pemukiman padat, kaum muda, non-digital netizen, profesi, semuanya berbeda-beda," jelas Daisy. Bagaimana membangun ketahanan keluarga pada masa pandemi? Berikut beberapa langkah yang dijabarkan Daisy:

* Mengurangi sumber beban yang negatif (stres). Adanya daya dukung pemenuhan kebutuhan dasar, pekerjaan, dan aktivitas anak.

* Memindahkan titik tumpu. Memberi ruang untuk membangun kemampuan mengatur kehidupan sehari-hari. Fokus pada mengenali cara mengatasi sumber beban negatif agar lebih mudah menjalani hidup selama pandemi.

* Menambah sumber yang positif, seperti relasi yang mendukung dan responsif. Kemudian memelihara relasi tersebut lewat virtual meeting misalnya, agar bisa saling dukung.

* Harus ada perubahan gaya hidup, perubahan perilaku, sistem nilai, kita harus open untuk berubah, untuk nilai baru yang disesuaikan dengan pandemi. Yang penting juga adalah bagaimana manusia tetap bisa menjalankan kehidupan sehari-hari tapi mengurangi risiko tertular.

Perubahan Gaya Hidup

"Kunci bertahan menghadapi pandemi adalah nutrisi dan gaya hidup sehat. Terutama bagi mereka yang di rumahnya ada anak kecil dan lansia, harus ekstra waspada karena kita bisa jadi carrier (pembawa virus) untuk mereka," jelas dr. Diana F. Suganda, M.Kes, Sp.GK, dalam webinar Frisian Flag.

Dokter Diana juga menyebutkan bahwa selama setahun pandemi, banyak pasien baru yang konsultasi dengan keluhan mengalami kenaikan berat badan yang banyak. Hal itu bisa disebabkan oleh perubahan pola makan dan aktivitas fisik berkurang. "Berat badan jadi naik terus. Dari 10 pasien, 5 pasien mengeluhkan hal ini," ujar dr. Diana. Untuk itu, dr. Diana menyarankan untuk melawan pandemic fatigue dan menerapkan gaya hidup sehat dengan melakukan cara-cara ini:

* Terapkan pola makan gizi seimbang.

* Perhatikan komposisi makanan.

* Biasakan sarapan agar tubuh mendapat asupan gizi, konsentrasi lebih baik, belajar lebih produktif, jadwal makan lebih teratur. Sarapan juga bisa menurunkan berat badan, lho. Pilih sarapan yang mengandung karbohidrat, tinggi protein, dan tinggi serat.

* Konsumsilah makanan segar, banyak serat, sedikit kalori, dan rendah gula garam.

* Perbanyak asupan serat yang dapat melindungi tubuh agar tidak gampang sakit.

* Kurangi lemak jenuh, seperti santan, gorengan, dan jeroan.

* Konsumsi susu, karena protein hewani membantu memenuhi kebutuhan gizi harian kita dan menunjang sistem imun agar tak mudah sakit saat pandemi. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)