Bagi pasangan yang belum memiliki momongan, bayi tabung atau IVF (in-vitro fertilization) adalah contoh program hamil yang paling efektif. Dibanding program hamil lainnya, seperti inseminasi intra-uterine misalnya, bayi tabung memang memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.
"Tingkat keberhasilan bayi tabung mencapai 40-45 persen. Namun, persentase keberhasilan ini dipengaruhi oleh beragam faktor, seperti usia, cadangan sel telur, kualitas sperma, juga kondisi medis masing-masing pasangan," jelas dr. Aida Riyanti, Sp,OG-KFER, MRep.Sc, Dokter Spesialis Kebidanan & kandungan Konsultan Fertilitas, Endokrinologi, dan Reproduksi dari RS Pondok Indah IVF Centre dan RS Pondok Indah Bintaro Jaya, pada HealthFirst - Volume 45.
Walau angka keberhasilan bayi tabung termasuk tinggi, namun ada beberapa risiko yang perlu Moms waspadai. Apa saja? Yuk, Ketahui beberapa risiko bayi tabung berikut ini, Moms!
1. Kehamilan Kembar
"Kehamilan kembar merupakan salah satu komplikasi dari teknologi reproduksi berbantu, termasuk bayi tabung. Hal ini terkait dengan jumlah embrio yang ditransfer. Walaupun hal ini sering dianggap menguntungkan, harus diketahui bahwa kehamilan kembar akan meningkatkan risiko komplikasi pada ibu, seÂperti diabetes gestasional, preÂeklampsia, preÂmaturitas, dan angka persalinan caesar," jelas dr. Upik Anggraheni Priyambodo, Sp.OG-KFER, dari RS Pondok Indah IVF Centre.
2. Berat Badan Naik
Menurut dr. Upik, obat-obat kesuburan akan meningkatkan kadar hormon estrogen, sehingga tubuh menahan lebih banyak air dan meningkatkan sedikit berat badan. "Namun, setiap orang memiliki bentuk reaksi yang berbeda terÂhadap suatu jenis obat. Oleh karena itu, setiap penggunaan obat sebaiknya didiskusikan seÂcara detail dengan dokter fertilitas Anda," ujar dr. Upik.
3. Persalinan Prematur
Mengutip Mayo Clinic, penelitian menunjukkan bahwa bayi tabung memberikan sedikit kenaikan risiko akan persalinan prematur. Tak hanya itu, Mayo Clinic juga menyebutkan kalau bayi tabung meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat badan rendah. Walau fakta ini sangat mencengangkan, namun risiko tersebut bisa dicegah dengan perawatan kehamilan yang baik lho, Moms. Rutin konsultasi ke dokter kandungan, ya!
4. Ovarian Hyperstimulation Syndrome
Suntikan obat-obatan hormon seperti HCG (human chorionic gonadotropin) berfungsi untuk menginduksi ovulasi. Sayangnya, suntikan ini ternyata bisa menyebabkan ovarian hyperstimulation Syndrome (OHSS) yang membuat ovarium Anda menjadi bengkak dan terasa nyeri.
5. Keguguran
Angka rata-rata keguguran pada wanita yang hamil dengan bantuan bayi tabung dengan embrio segar sama dengan angka rata-rata wanita yang hamil alami, yaitu sekitar 15-25 persen. Namun jika usia wanita yang hamil dengan bayi tabung sudah semakin lanjut, maka angka risiko kegugurannya juga akan semakin meningkat.
6. Kehamilan Ektopik
Sekitar 2-5 persen wanita yang hamil dengan bayi tabung akan mengalami kehamilan ektopik, yaitu ketika telur yang dibuahi melekat di luar rahim (biasanya di tuba falopi). Telur yang sudah dibuahi tersebut tidak bisa bertahan di luar rahim, dan tidak bisa berkembang sehingga keguguran pun pasti terjadi.
7. Stres
Bayi tabung adalah program yang menguras waktu, tenaga, uang, dan tentu saja kesabaran. Belum lagi adanya risiko gagal yang membuat seseorang sudah takut sebelum berjuang. Semua ini tentu saja bisa meningkatkan risiko stres. Untuk itu dibutuhkan support system yang sangat baik agar pasangan yang ingin mencoba bayi tabung bisa tenang dan bebas stres. Jika program bayi tabung membuat Anda tertekan, jangan ragu untuk mencari bantuan ke pakarnya langsung ya, Moms.
8. Kanker
Benarkah bayi tabung meningkatkan risiko kanker? Mengutip Mayo Clinic, walau ada penelitian yang menghubungkan kanker dengan pengobatan untuk menstimulasi pertumbuhan sel telur, namun penelitan-penelitian terbaru menunjukkan ini tidak benar. Ternyata tidak ada hubungan signifikan antara kenaikan risiko kanker payudara, endometrium, leher rahim, dengan stimulasi sel telur seperti yang dilakukan pada proses bayi tabung. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)