Ibu hamil merupakan kelompok yang rentan terpapar COVID-19. Sejumlah daerah pun melaporkan peningkatan angka kasus bumil positif COVID-19 dengan gejala yang lebih buruk. Untuk itu, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) telah merekomendasikan kepada pemerintah agar mulai memperluas sasaran vaksinasi COVID-19 kepada ibu hamil.
Berdasarkan pernyataan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, disebutkan bahwa ibu hamil akan mengalami kondisi lebih berat saat terpapar COVID-19 dibandingkan ibu yang tak hamil. Virus corona juga meningkatkan risiko kejadian persalinan prematur dan komplikasi kehamilan, sehingga vaksin diharapkan dapat membantu mencegah bumil bergejala berat jika terinfeksi COVID-19.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyampaikan bahwa tidak masalah ibu hamil menerima vaksin COVID-19. Kepala Peneliti WHO, Soumya Swaminathan, menjelaskan, tidak ada alasan vaksin corona membahayakan ibu hamil. Ini didasarkan pada bahan baku yang digunakan dalam pembuatan vaksin.
"Platform yang kami gunakan saat ini untuk vaksin adalah platform mRNA, virus yang tidak aktif atau platform vektor virus atau protein subunit," kata Soumya. "Tidak satu pun dari mereka memuat virus hidup yang dapat berkembang biak di dalam tubuh dan berpotensi menimbulkan masalah," lanjutnya seperti dikutip dari Kompas.com. Karena itu, ia menambahkan bahwa manfaat mendapatkan vaksin lebih besar dibandingkan risikonya.
Prinsip kerja vaksin secara umum adalah saat kita diberikan pajanan suatu virus yang dilemahkan masuk ke dalam tubuh, tubuh akan mengenali virus tersebut, sehingga sistem pertahanan tubuh akan bekerja dengan 2 cara, mengeliminasi dan membuat memori virus tersebut.
Bila virus masuk kembali ke dalam tubuh, pertahanan tubuh akan memproduksi antibodi berupa sel B (Immunoglobulin M dan G) untuk menyerang virus. Tubuh juga akan memanggil sel pertahanan tubuh lainnya untuk menghilangkan virus dari tubuh.
Usia kehamilan yang aman divaksinasi
POGI merekomendasikan pemberian vaksinasi COVID-19 mulai usia kehamilan di atas 12 minggu dan paling lambat usia kehamilan 33 minggu. Kenapa minimal 12 minggu? Hal ini didasarkan pada pertimbangan karena semua pembentukan organ, seperti mata, otak, dan jantung, terjadi di 3 bulan pertama kehamilan. Vaksin COVID-19 harus diberikan di usia kehamilan yang tepat untuk mencegah terjadinya cacat janin.
Ibu hamil pun bisa mendapatkan vaksinasi COVID-19 maksimal di usia kehamilan 33 minggu. Antibodi diharapkan dapat terbentuk di tubuh bumil untuk kemudian ditransfer ke janin melalui plasenta. Jadi, ketika bayi lahir, ia akan memiliki imunitas dari vaksin COVID-19 dan saat menyusu juga sudah mendapatkan antibodi dari ASI.
Ada 5 vaksin yang bisa diberikan kepada ibu hamil, yaitu Pfizer, Moderna, Astra Zeneca, Sinovac, dan Sinopharm. POGI menyatakan, rekomendasi pemberian vaksin Covid-19 pada ibu hamil dapat dilakukan dengan mendapatkan penjelasan tentang keamanan dan efektivitas vaksin.
POGI juga membagi 2 kelompok bumil yang bisa mendapatkan vaksin, yakni risiko tinggi dan risiko rendah. Risiko tinggi adalah pada bumil yang berusia di atas 35 tahun, memiliki BMI di atas 40, disertai dengan komorbid diabetes dan hipertensi. Adapun bumil yang berisiko rendah dapat melakukan vaksinasi COVID-19 setelah konseling.
POGI menegaskan, vaksinasi Covid-19 pada ibu hamil hanya dapat dilakukan dalam pengawasan oleh dokter dan bidan. Selain itu, usai penyuntikan vaksin, harus ada pemantauan dan pencatatan oleh tim yang ditunjuk bersama pemerintah dan POGI. Ditambahkan, perempuan yang telah mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 kemudian diketahui hamil tetap dapat dijadwalkan untuk mengikuti penyuntikan vaksin kedua.
Nah, jika bumil ingin melakukan vaksinasi COVID-19, yang terpenting adalah konsultasikan terlebih dulu dengan dokter kandungan sebelum divaksin, karena kondisi setiap orang dan setiap kehamilan tentunya berbeda-beda. (M&B/SW/Dok. belchonock/123RF)