Piala Dunia 2014 di Brasil sedang menyita bahan pembicaraan banyak orang, selain menyita jam tidur kita. Termasuk di rumah kami. Kebetulan saya bukan tipe istri yang musuhan dengan suami saat tiba Piala Dunia, karena kami adalah pasangan penyuka bola. Sedari kecil saya sudah dididik oleh Ayah untuk bisa menghargai permainan sepak bola dan mendukung tim kesayangan tiap kali berlaga.
Jadi Piala Dunia di masa kecil dulu serasa event keluarga. Dengan hebohnya seisi rumah menyiapkan support untuk tiap pertandingan Jerman, tim kesayangan kami yang kebetulan juga adalah negara asal Ayah. Membelanya pakai hati dan perasaan, senangnya membubung tinggi kalau menang, tapi nangisnya bisa sesegukan juga kalau kalah. Lebaylah pokoknya.
Nah, saya berencana untuk meneruskan tradisi keluarga ini kepada anak perempuan saya. Mungkin sekarang masih terlalu dini untuk mengajaknya nobar di pertandingan live, berhubung umurnya baru 2 tahun. Tapi saya sudah mulai memberitahunya bahwa malam ini Jerman akan bertanding, misalnya. Saya perlihatkan foto Thomas Mueller dan Sebastian Schweinsteiger padanya, sambil menjelaskan siapa mereka dan apa posisi mereka di lapangan. Anaknya, sih, manggut-manggut saja. Besar kemungkinan tidak mengerti. Tapi tidak apa-apa, pelan-pelan akan kami infiltrasikan segala macam soal sepak bola kepadanya sehingga akhirnya dia berhasil didoktrin untuk menikmati nonton sepak bola, seperti ayah ibunya.
Sebenarnya misi ini lebih dari sekedar meneruskan tradisi keluarga. Bukan juga untuk mematahkan stigma bahwa anak perempuan sebaiknya jangan terlalu doyan olahraga (walaupun iya juga, kenapa mesti dibatasi, sih?). Bukan juga hanya sebagai sarana momen kedekatan keluarga kecil kami kelak (tapi momen-momen terseru yang saya ingat bersama Ayah, Ibu, dan adik saya adalah, ya saat nonton bola bareng), tapi juga untuk alasan yang lebih filosofikal.
Saya percaya, dalam 90 menit waktu pertandingan (atau lebih kalau ada perpanjangan waktu) banyak sekali yang bisa saya ajarkan ke anak saya soal fakta kehidupan. Benar dikatakan bahwa bola itu bundar, apapun bisa terjadi dalam pertandingan, seperti apapun bisa terjadi dalam rentang kehidupan. Saya bisa menggunakan banyak momen drama dalam sepakbola sebagai analogi untuk menjelaskan pada anak saya, bagaimana sebaiknya kita menyiapkan strategi terbaik untuk menghadapi laga kehidupannya. Pelajaran Hidup dari Sepak Bola:
1. Dalam hidup kita harus bisa bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan. Harus bisa menjadi team player yang baik.
2. Tidak perlu takut atau rendah diri berhadapan dengan 'lawan dengan nama besar'. Apapun bisa terjadi, asalkan percaya diri dan yakin sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Bukan cerita asing, kan, kita dengar tentang tim tidak diunggulkan yang berhasil mengalahkan tim besar?
3. Sometimes life is not fair. Kadang kala (atau bahkan seringkali) kita harus berhadapan dengan 'Robben-robben' yang menghalalkan segala cara tipu daya untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Kalau ini terjadi, tidak usah larut dalam emosi, segera move on dan tetap fokus. Jadikan pengalaman sebagai pelajaran untuk lebih berhati-hati menghadapi 'pemain' semacam ini.
4. It's never over until it's really over. Jika terkena masalah atau 'kebobolan' duluan, jangan langsung down dan menyerah. Tetap berjuang dengan determinasi dan fokus, karena selama masih ada waktu tempat dan sarana tersedia, berarti perjuangan masih lanjut.
5. Setiap tindakan ada konsekuensinya. Aksi keren dan kreatif bisa berbuah gol. Aksi rusuh dan tidak sesuai aturan bisa berbuah kartu merah. Choose your actions wisely.
6. Jangan buat keputusan saat sedang marah. Banyak pemain dan pelatih yang terkena masalah karena tidak bisa mengontrol emosi di lapangan.
7. Dari drama penalti, bisa ditekankan pentingnya percaya diri dan mental yang kuat. Di lain pihak, banyak pemain hebatpun yang gagal eksekusi penalti. It’s not the end of the world. Well, untuk sementara waktu mungkin rasanya begitu, tapi seiring waktu harus menemukan cara untuk bisa bangkit demi 'pertandingan' selanjutnya.
8. Seringkali, di lapangan kita temukan fakta: kerja keras dan strategi yang tepat bisa mengalahkan bakat yang paling cemerlang sekalipun. Jadi, sebesar apapun bakat, tidak ada gunanya tanpa berlatih dan belajar untuk meningkatkan skill.
9. You win some, you lose some. Kadang berhasil, kadang tidak berhasil. Nikmati keberhasilan, belajar dari kegagalan. Yang paling klise memang, tapi yang paling penting.
Itu adalah segelintir poin-poin yang terpikir oleh saya, mengenai pelajaran hidup yang bisa dipetik dari menonton sepak bola. Hal-hal yang mungkin bisa saya katakan nanti sembari menyaksikan berbagai aksi dan drama di lapangan hijau kepada anak saya. Mudah-mudahan melalui aksi permainan sepak bola itu, dia bisa lebih mengerti mengenai sepak terjang kehidupan. Di waktu yang sama, semoga kelak dia bukan hanya bisa menghadapi semua tantangan, tapi juga bisa menikmati dan menghargai prosesnya.
Semoga tulisan ini bisa menjadi intermezzo bagi anda sesama Soccer moms yang sedang mengumpulkan nyawa untuk nonton bola nanti malam. Atau untuk siapapun yang juga ingin mewariskan tradisi keluarga dan dari sekarang sudah memupuk kecintaan akan hal tersebut pada si Kecil. Have fun and enjoy the game!
- Tag:
- cisca_becker
- bola
- soccer