Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Menjadi Ibu yang Baik, Pakai Insting atau Dengarkan Nasihat Orang?

Menjadi Ibu yang Baik, Pakai Insting atau Dengarkan Nasihat Orang?

Moms, sejak menjadi seorang ibu, apakah setiap kali mengambil keputusan mengenai pengasuhan anak Anda harus terlebih dahulu minta nasihat pihak ke-3, seperti orang tua, teman, atau kerabat, membaca buku, atau bertanya pada Google? Atau Anda memercayai insting Anda sendiri? Jika Anda memilih opsi yang pertama dan sudah lama tidak melakukan opsi yang kedua, tak usah khawatir, karena Anda tidak sendirian kok, Moms.

Terkadang, seorang ibu menjadi tidak percaya diri dengan instingnya karena ternyata berseberangan dengan anjuran orang atau pendapat para ahli. Sebuah survei menemukan bahwa 87 persen ibu selalu membandingkan dirinya dengan ibu lain, dan hanya sepertiga dari jumlah tersebut yang menganggap dirinya sudah menjadi ibu yang baik. Tetapi, kenapa sih, para ibu cenderung jadi ragu dengan kemampuannya sendiri dan lebih percaya pada orang lain tentang apa yang terbaik bagi buah hatinya sendiri?

Insting vs pendapat ahli

Survei tersebut juga melaporkan bahwa 75 persen ibu tidak tinggal dekat dengan ibu kandung atau mertua saat anak pertama lahir. Artinya, mereka hanya mendapatkan sedikit bantuan dan dukungan.

“Para ibu menjadi sangat 'terisolasi'. Ibu dari generasi terdahulu biasanya tinggal berdekatan dengan kerabat, sehingga saat memiliki bayi ia dapat mencontoh para pendahulunya. Sekarang, banyak wanita yang malah belum pernah menggendong bayi sebelum anak pertamanya lahir,” ujar dr. Jennifer Leonard, psikolog keluarga dari ukparentingcoaching.co.uk.

Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa banyak ibu yang beralih pada buku atau jurnal yang membahas mengenai panduan mengurus anak. Sayangnya, panduan-panduan ini terkadang membuat bingung, karena banyak sekali cara atau nilai yang berbeda.

Contohnya, Gina Ford, penulis The Contented Baby, yang menekankan pentingnya rutinitas dan jadwal teratur pada bayi. Tetapi sebaliknya, Penelope Leach, penulis Your Baby and Child, justru menekankan untuk mengenal kebiasaan dan kebutuhan Si Kecil dengan pendekatan emosi yang baik. Ada juga Amy Chua, penulis Battle Hymn of The Tiger Mother yang menjelaskan cara membesarkan anak dengan pendekatan tradisional China yang keras dan tegas. Jadi, saran siapa yang harus diikuti?

Insting dan pengaruh dari hormon

Dr. Christina Smilie, seorang dokter anak dari Inggris, mengatakan bahwa beberapa penelitian di bidang neuroscience menemukan bahwa manusia memang memiliki insting yang tertanam dalam otak. Insting ini dikendalikan oleh lonjakan hormon, yaitu adrenalin yang membuat para ibu memiliki keinginan kuat untuk melindungi anak, dan oksitosin yang menghasilkan perasaan ingin memelihara dan mengasuh.

“Memang banyak perilaku ibu dalam mengasuh anak yang dipelajari lewat pengalaman. Namun, hormon oksitosinlah yang mengendalikan dan memperkuat perilaku-perilaku tersebut. Saat seorang ibu memeluk anaknya, mendengarnya menangis, atau menggendongnya, dalam otak ibu tersebut mengalir hormon oksitosin yang kuat. Hormon inilah yang mengatur perilaku seorang ibu,” ujar dr. Christina.

Andalkan insting atau mendengar nasihat orang?

Tentu saja meminta nasihat dari berbagai pihak tidaklah salah dan terkadang diperlukan. Saat pertama menjadi ibu, Anda pasti kesulitan untuk menafsirkan tangisan Si Kecil. Di sinilah dibutuhkan nasihat-nasihat dari pihak ketiga. Meskipun begitu, nasihat-nasihat yang Anda terima harus sesuai dan sejalan dengan insting Anda sendiri, Moms.

Menjadi ibu yang percaya diri sangatlah penting karena Si Kecil dapat merasakan setiap hal yang Anda rasakan. Karena itu, nasihat dari berbagai pihak luar hanya berguna jika dapat membuat Anda menjadi lebih percaya diri. Jika Anda sendiri merasa nasihat tersebut kurang tepat, sebaiknya jangan diikuti.

Memercayai insting keibuan adalah cara paling tepat untuk membuat Anda menjadi ibu yang baik. Seorang ibu memang tahu yang terbaik untuk buah hatinya, setuju? (M&B/SW/Foto: Senivpetro/Freepik)