Type Keyword(s) to Search
KID

Mengatasi Kemarahan Anak yang Mulai Memasuki Fase Praremaja

Mengatasi Kemarahan Anak yang Mulai Memasuki Fase Praremaja

Mengontrol emosi bukanlah hal yang mudah dilakukan, apalagi bagi anak-anak. Lantas apa yang harus dilakukan orang tua saat anak yang sudah mulai memasuki masa praremaja merasa kesal atau marah?

Memasuki usia 9 hingga 12 tahun, sebagian anak mulai mengalami perubahan menuju fase remaja. Perubahan hormon pun terjadi dan tak jarang kondisi ini memicu terjadinya mood swing atau perubahan emosi yang tiba-tiba. Alhasil, hal sepele pun sering kali membuat anak-anak di usia ini merasa kesal.

Masalahnya, mereka juga masih kesulitan untuk mengontrol emosi serta amarah. Bukan tak mungkin, ketidakmampuan untuk mengatasi kemarahan akan memengaruhi kualitas hidup serta hubungan dengan orang tua dan lingkungan sekitar.

Sebagai orang tua, Moms dan Dads tentunya diharapkan bisa meredam kemarahan anak. Caranya memang tidak mudah, tapi Anda bisa melakukannya dengan menerapkan tips berikut ini, Moms.

1. Kontrol emosi Anda

Sebelum menghadapi emosi anak, hal pertama yang perlu Anda lakukan sebagai orang tua adalah mengontrol emosi Anda sendiri. Saat emosi meningkat, Anda tidak akan bisa berpikir dengan bijaksana dan memberikan reaksi yang tepat untuk mengatasi kemarahan anak. Alih-alih meredam amarah anak, Anda justru akan memperparah situasi dengan mencoba memarahi atau berargumentasi dengannya.

Tidak ada salahnya bagi orang tua untuk diam sejenak dan mendengarkan “curhat” anak. Setelah ia lebih tenang, Anda bisa mengajaknya berbicara, menenangkan, atau bahkan memberikan solusi atas masalah yang membuatnya marah.

2. Mengidentifikasi tanda-tandanya

Anak-anak biasanya mengalami perubahan sikap saat emosinya meningkat. Ada anak yang terlihat gelisah, menggigit kuku, atau bahkan diam saja ketika perasaannya bergejolak. Kenali tanda-tanda ini untuk mengetahui apa yang dialami anak ya, Moms. Dengan begitu, Anda bisa mengantisipasi kemarahan dengan mengajaknya berbicara atau melakukan hal-hal lain yang menyenangkan.

Selain itu, Moms juga bisa membantu anak untuk mengenali emosinya sendiri. Jadi, ketika anak mulai merasa kesal, ia akan tahu apa yang harus dilakukan guna mengatasi hal tersebut sehingga tidak berujung dengan kemarahan.

3. Ajarkan cara meredam kemarahan

Selain membantu anak mengenali emosinya sendiri, Moms juga bisa mengajarkan anak cara untuk meredam emosinya tersebut. Alih-alih berteriak atau melempar barang, Anda bisa membiasakan anak untuk melakukan hal-hal menyenangkan dan menenangkan saat sedang marah, misalnya membaca buku, menggambar, atau main musik. Dengan begitu, anak akan terbiasa bertanggung jawab untuk menenangkan dirinya sendiri saat marah.

4. Ciptakan batasan

Anak kesal atau marah? Wajar saja, tapi pastikan ia tahu batasannya. Menurut Verywell Family, orang tua sudah selayaknya menerapkan peraturan tentang sikap seperti apa yang bisa dan tidak bisa diterima saat anak marah. Sebagian keluarga mungkin menoleransi anak yang berteriak saat sedang marah. Tapi ada juga yang menganggap berbicara dengan nada suara tinggi sebagai sikap kasar dan tidak boleh dilakukan.

Namun apa pun batasan yang diterapkan di keluarga Anda, pastikan anak mengetahui dengan jelas mengapa hal tersebut tidak boleh dilakukan. Saat anak melewati batasan tersebut, Anda bisa memberi peringatan kepadanya. Namun, sebaiknya hal itu dilakukan secara perlahan sehingga tidak semakin menyulut kemarahannya.

5. Mencari solusi

Apabila kemarahan anak disebabkan oleh masalah yang membutuhkan solusi, Anda tentunya dapat membantu anak menemukan solusi tersebut. Namun ingat ya Moms, jangan memaksakan pendapat Anda. Sebaliknya, dorong anak untuk memikirkan jawaban atas permasalahannya. Anda bisa mengarahkan atau sekadar memberi saran tanpa harus menekan anak.

6. Mencari bantuan

Jika luapan kemarahan anak tak bisa dibendung dan terjadi berulang kali, Moms disarankan untuk meminta bantuan dari profesional seperti psikolog. Di sisi lain, proses mengontrol emosi membutuhkan waktu. Jadi, selalu pantau perkembangan anak dan beri dukungan penuh kepadanya. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Master1305/Freepik)