Moms, di masa pandemi seperti sekarang ini kita memang dituntut untuk lebih menjaga kesehatan. Jika tidak, kita bisa lebih rentan terkena penyakit. Bukan hanya batuk dan sesak napas, salah satu penyakit yang perlu diwaspadai selama masa pandemi COVID-19 ini adalah autoimun kulit.
Untuk diketahui, penyakit autoimun merupakan suatu penyakit akibat gangguan sistem imun, di mana sistem imun ini salah mengenali sel tubuhnya sendiri. Normalnya, sistem imun membantu menyingkirkan infeksi virus dan bakteri. Namun pada penyakit autoimun, sel tubuh dianggap sebagai suatu benda asing yang akhirnya menyerang tubuhnya sendiri, dan ini masih tidak diketahui alasannya. Nah, salah satu organ yang dapat mengalami gangguan autoimun adalah kulit, yang kemudian disebut autoimun kulit.
Dalam Virtual Media Briefing dengan tema “Kenali Autoimun Kulit yang kerap muncul selama pandemi” beberapa waktu lalu, dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV, Spesialis kulit dan kelamin (Dermato-venereologi) dari Klinik Pramudia mengatakan, secara umum gejala autoimun kulit yang biasa ditemukan berupa bercak kemerahan atau bercak berwarna putih yang dapat terjadi pada permukaan kulit, rambut, maupun kuku, serta kadang disertai dengan lepuhan dan keterlibatan mukosa seperti mukosa mulut, mata, maupun kelamin.
Meski autoimun kulit merupakan penyakit yang bersifat kronis jangka panjang dan dan bersifat kambuhan, namun penyakit ini pada dasarnya bukan penyakit yang menular. Menurut dr. Amelia, faktor risiko mengalami autoimun kulit disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
“Secara internal, autoimun kulit bisa terjadi karena faktor genetik, misalnya ada anggota keluarga yang juga mengidap penyakit yang sama. Sedangkan secara eksternal, autoimun kulit ini bisa terjadi akibat faktor lingkungan, seperti infeksi, obat-obatan, kebiasaan merokok, obesitas, pajanan sinar UV yang berlebihan, dan lain-lain,” jelasnya.
Jenis-jenis autoimun kulit
Selama masa pandemi, ada tiga penyakit autoimun kulit yang kerap muncul. Hal ini bisa disebabkan stres yang dialami seseorang di masa pandemi. Stres sendiri juga diketahui memicu kekambuhan penyakit autoimun kulit. Kenali tiga jenis penyakit autoimun berikut, Moms.
1. Psoriasis
Jenis penyakit kulit satu ini biasanya disebabkan oleh faktor genetik. Psoriasis umumnya ditandai dengan bercak kemerahan akibat proses peradangan disertai sisik berwarna keperakan. Sisik tersebut menebal dan dapat disertai dengan rasa gatal hingga panas atau perih.
Psoriasis bisa dialami siapa saja, namun lebih sering terjadi pada orang berusia 15-35 tahun. Penyakit ini tidak menular, sehingga kontak langsung dengan ruam di kulit penderita tidak akan menyebabkan seseorang terkena penyakit ini.
Terapi atau pengobatan psoriasis dilakukan berdasarkan jenis dan tingkat keparahannya. Melalui pengobatan seperti pengunaan obat oles, terapi cahaya (fototerapi), obat minum, dan obat suntikan, gejala psoriasis dapat terkontrol dan juga mengalami perbaikan.
2. Vitiligo
Vitiligo merupakan suatu kelainan kulit akibat kurangnya pigmen melanin dalam tubuh, sehingga kulit menjadi lebih terang atau pucat. Penyakit ini bisa terjadi pada segala usia, namun sebagian besar penderita mengalaminya sebelum usia 20 tahun.
Kemunculan vitiligo ditandai dengan hilangnya warna kulit alami dan munculnya bercak-bercak berwarna putih seperti kapur pada sebagian kulit atau salah satu sisi tubuh. Karena itulah penderita terlihat memiliki dua warna kulit, yang lebih gelap yaitu warna kulit asal, dan putih pucat akibat vitiligo. Selain kulit, vitiligo juga dapat menyerang rambut, area sekitar mata, dan mulut.
Vitiligo dapat diterapi dengan berbagai cara, seperti penggunaan kosmetik penyamar, kortikosteroid topikal, imunomodulator topikal, calcipotriol topikal. Pemberian terapi ini disesuaikan dengan lokasi, luas, dan derajat keparahan penyakit. Perlu diingat bahwa tidak semua terapi vitiligo buat pasien dewasa dapat dianjurkan untuk mengobati pasien anak-anak.
3. Urtikaria (biduran)
Urtikaria atau biduran merupakan kondisi di mana terdapat adanya lesi pada kulit yang meninggi dan gatal. Umumnya penyakit ini lebih sering dialami wanita usia 35-60 tahun (usia rata-rata 40 tahun). Biasanya biduran ditandai dengan munculnya bentol atau ruam yang umumnya berbentuk oval, disertai rasa gatal, dan berwarna kemerahan.
Biduran bisa disebabkan karena reaksi alergi terhadap suatu benda atau zat, stres, reaksi terhadap suhu panas, olahraga, infeksi, atau penyakit tertentu. Berdasarkan durasi terjadinya, biduran dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Biduran akut : Muncul secara tiba-tiba, namun akan sembuh dan reda dalam hitungan hari, terjadi selama kurang dari 6 minggu
- Biduran kronis: Bbertahan lebih lama (lebih dari 6 minggu).
Penanganan biduran akut maupun kronis ini sangat memperhatikan dua hal, yaitu identifikasi dan eliminasi faktor penyebab atau pencetus, serta melalu terapi simptomatis yang bertujuan untuk menghilangkan keluhan dengan mengunakan obat-obatan.
Pengobatan dan pencegahan autoimun kulit
Bagi ibu hamil dan menyusui, perlu diingat bahwa penyakit ini tidak menular. Dokter Amelia mengungkapkan bahwa penyakit ini tidak dapat ditularkan lewat ASI maupun ketika anak melakukan kontak erat dengan ibunya yang mengalami penyakit autoimun kulit.
Untuk pengobatan atau terapi pada ibu hamil atau menyusui, biasanya akan lebih aman bila diberi obat topikal dan fototerapi. Sementara untuk pemberian obat-obatan akan disesuaikan dan dipertimbangkan apakah dibutuhkan atau tidak.
Penyakit autoimun kulit ini bisa dicegah dengan kontrol rutin dan pola hidup sehat. Dokter Amelia mengatakan, selain menerapkan gaya hidup sehat, misalnya dengan makan makanan bergizi yang kaya akan vitamin D dan menghindari rokok, penting juga untuk menjaga kesehatan mental seperti tetap aktif dan berpikir positif, serta mampu memanajemen stres. (M&B/Vonda Nabilla/SW/Foto: Freepik)