Moms, Anda mungkin kerap mendengar kasus kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap pasangannya. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) memang bukan lagi pemberitaan yang baru.
Selain penganiayaan secara fisik, seseorang juga bisa melakukan penganiayaan secara emosional terhadap pasangannya. Penganiayaan dalam bentuk ini bahkan sangat rumit dan bisa sulit untuk diidentifikasi. Dibandingkan penganiayaan fisik, hubungan yang emotionally abusive bisa melibatkan permainan pikiran yang toxic dan kompleks.
Baca juga: Waspada KDRT, Ini 6 Tanda Pasangan Melakukan Kekerasan Mental
Alhasil, penganiayaan secara emosional juga bisa sangat merusak satu sama lain. Dilansir dari Brides, berikut ini 10 tanda tindakan penganiayaan secara emosional yang bisa terjadi, menurut definisi Dr. John Gottman dari The Gottman Institute.
1. Kontrol
Pasangan Anda bisa tampak sangat terlibat dalam kehidupan sosial Anda. Ia dapat mengatur rutinitas harian Anda tanpa memahami keinginan Anda. Anda tidak memiliki kebebasan untuk membuat keputusan sendiri. Komentar kecil yang merendahkan kemandirian Anda bisa menjadi senjatanya untuk dapat mengontrol Anda.
2. Teriak
Perubahan nada bicara memang normal. Namun, nada bicara menjadi tidak sehat ketika ketidaksepakatan berujung pada teriakan, terlebih lagi jika Anda merasa takut oleh teriakan itu.
Tak hanya membuat diskusi dan obrolan yang produktif menjadi sulit dilakukan, teriakan juga menciptakan ketidakseimbangan kuasa, karena hanya orang yang dengan suara terkeras yang bisa didengar.
3. Penghinaan
Ketika salah satu pasangan merasa jijik terhadap yang lain, maka tidak mudah bagi pasangan lainnya untuk mengungkapkan perasaannya. Pada hubungan yang sehat, pasangan perlu saling mendengar dan menghormati satu sama lain. Jika ia merespons kebutuhan Anda dengan sarkasme, arogansi, rasa jijik, atau apatis, maka rasa jijik ini bisa membuat batasan pada hubungan Anda.
4. Sikap defensif yang berlebihan
Ketika Anda merasa butuh untuk membela diri secara terus-menerus, maka hubungan Anda kurang memiliki ruang untuk berkomunikasi secara positif. Sangatlah penting bagi masing-masing pasangan untuk berbicara terbuka dan jujur guna mengatasi berbagai masalah. Rasa membela diri yang berlebihan bisa membuat Anda merasa seperti sedang berada dalam pertempuran.
5. Ancaman
Jika pasangan mengancam Anda dalam bentuk apa pun, Anda dapat merasa sedang dalam bahaya. Pernyataan “Jika, maka” yang koersif bisa berupa blackmail, ancaman terhadap kekerasan fisik atau bunuh diri, atau pernyataan mengintimidasi lain, yang bertujuan untuk memojokkan Anda.
6. Tak mau bicara
Gerakan menutup diri dari pembicaraan yang tak menyenangkan bisa membuat Anda merasa hancur. Penolakannya untuk berdiskusi dengan Anda dapat muncul dari rasa tak peduli terhadap perasaan Anda.
7. Menyalahkan
Para korban sering kali dibuat percaya bahwa merekalah yang menyebabkan rasa tidak bahagia dan penganiayaan itu sendiri, sehingga membuat siklus ini tak kunjung usai. Hal ini bisa diperparah oleh rasa malu yang dirasakan banyak korban karena merasa membiarkan pelecehan ini terus terjadi.
8. Gaslighting
Sebagai bentuk manipulasi psikologis, gaslighting menyebabkan korban meragukan memori, penilaian, dan kewarasannya. Jika Anda merasa ingatan dan kekhawatiran Anda diabaikan sebagai hal yang “salah”, “bodoh”, atau “gila”, maka Anda bisa jadi mengalami gaslighting.
9. Isolasi
Penganiayaan secara emosional memengaruhi seluruh aspek kehidupan Anda. Salah satu yang sering terdampak adalah hubungan Anda dengan teman maupun keluarga Anda. Pelaku sering meyakinkan pasangannya bahwa tidak ada orang yang peduli dengannya. Alienasi ini bisa menyebabkan korban jadi merasa kesepian dan sendirian.
10. Berubah-ubah
Jika hubungan Anda sering terganggu oleh adanya mood swing, maka Anda bisa saja sedang mengalami penganiayaan emosi. Normal jika seseorang mengalami suasana hati yang baik lalu buruk. Namun, mood swing ini menjadi masalah jika menyakiti orang lain. Pelaku dengan suasana hati yang terus berubah biasanya akan memberikan korban hadiah atau curahan kasih sayang setelah ia melakukan hal yang buruk, sebelum ia akhirnya berbuat buruk kembali. (M&B/Gabriela Agmassini/SW/Foto: DCstudio/Freepik)