Dari sekian banyak jenis kanker yang sering menyerang wanita, kanker serviks merupakan salah satu jenis yang paling sering terjadi dan paling ditakuti. Menurut data dari laman Cancer.net, diperkirakan ada sekitar 600 ribu wanita di dunia pada tahun 2020 yang didiagnosis menderita kanker serviks.
Untuk mewaspadai ini, M&B telah merangkum serba-serbi kanker serviks langsung dari pakarnya, yaitu Dr. dr. Bambang Dwipoyono, BD.Sp.OG, MS, MARS, dokter spesialis kebidanan & kandungan konsultan onkologi ginekologi dari RS Pondok Indah – Bintaro Jaya.
Bagaimana dengan kondisi kanker serviks di Indonesia? Apa saja gejala yang harus diwaspadai? Apa cara terbaik untuk mencegahnya? Simak tanya jawab M&B dengan Dr. Bambang, yuk!
M&B: Seberapa tinggi angka kanker serviks di Indonesia?
Dr. Bambang: Sekitar 55-60% pasien kanker serviks berakhir dengan kematian. Di Indonesia sendiri, merujuk data Kementerian Kesehatan per 31 Januari 2019, kasus kanker serviks sebesar 23,4% per 100.000 penduduk, dengan rata-rata kematian 13,9% per 100.000 penduduk.
M&B: Apakah kanker serviks menular?
Dr. Bambang: Kanker serviks merupakan penyakit tidak menular, tetapi penyebabnya dapat menular. Sekitar 90% perempuan yang sudah melakukan hubungan seksual dapat tertular virus penyebab kanker serviks.
M&B: Usia berapa yang sering mengidap kanker serviks?
Dr. Bambang: Saya telah mengumpulkan data selama 10 tahun dari RS Kanker Dharmais, diketahui bahwa perempuan yang mengidap kanker serviks itu rata-rata berusia 40-45 tahun. Mirisnya, 65% dari para wanita ini datang dalam keadaan sudah stadium berat seperti stadium II dan stadium III. Bisa dibayangkan usia 40-45 tahun itu usia yang masih sangat muda, usia produktif, sehingga terkena kanker di usia semuda ini tentu bisa menimbulkan masalah pada stabilitas keluarga. Karena kita menyadari betapa besarnya peran wanita dalam keluarga maupun dalam sosial.
M&B: Apa saja gejala dan keluhan kanker serviks?
Dr. Bambang: Gejala terbanyak atau sekitar 70% adalah perdarahan, itu yang paling sering menyebabkan perempuan datang berobat ke rumah sakit. Gejala lainnya adalah keluar cairan vagina (yang biasa disebut keputihan) berbau tidak sedap, warna keputihan ini bisa agak kemerahan karena bercampur darah. Kemudian jika penyakit sudah berat atau sudah menyebar (metastasis) bisa muncul keluhan nyeri di panggul, pinggang, dan tungkai. Jika kanker sudah menyebar ke paru-paru, maka bisa menyebabkan sesak napas.
M&B: Virus apa yang menyebabkan kanker serviks?
Dr. Bambang: Penyebabnya adalah HPV atau human papillomavirus yang tipenya ada 120 tipe. Kita bisa bagi tipe ini berdasarkan tempat tinggal HPV, ada yang suka tinggal di kulit (80 tipe) dan ada juga yang suka tinggal di mukosa (40 tipe).
Nah, yang tinggal di mukosa ini masih bisa kita bagi lagi: Ada tipe oncogenic yang berisiko tinggi menimbulkan kanker (seperti HPV tipe 16 dan 18 yang menyumbang 80% penyebab kanker serviks di dunia) dan ada non-oncogenic yang berisiko rendah menimbulkan kanker (seperti tipe 6 dan 11).
M&B: Apa wanita yang sudah menikah lebih berisiko kanker serviks?
Dr. Bambang: Wanita yang sudah aktif berhubungan seksual memang lebih berisiko terinfeksi HPV. Faktanya, sebagian besar wanita yang sudah aktif berhubungan seksual pernah terkena infeksi virus HPV. Penularan HPV tidak selalu penetrasi kelamin, tetapi bisa juga dari oral ke kelamin. Walau sebagian besar infeksi tanpa gejala, namun bisa jadi gejala baru muncul dalam beberapa minggu, bulan, atau bahkan tahun setelah terinfeksi.
M&B: Bagaimana cara terbaik untuk mencegah kanker serviks?
Dr. Bambang: Pencegahan kanker serviks ada dua: pencegahan primer dan sekunder. Primer adalah bentuk pencegahan awal sebelum terpapar dan aktif berhubungan seksual, yaitu dengan mendapatkan vaksin HPV. Sedangkan jika seorang wanita sudah aktif berhubungan seksual, kita segera masuk ke pencegahan sekunder, yaitu deteksi dini kanker dengan rutin screening dan segera melakukan perawatan jika ditemukan lesi prakanker.
Sekitar 50-60% dari total pasien kanker serviks itu jarang atau bahkan tidak pernah melakukan screening, lho. Metode screening kanker serviks ada banyak, salah satu yang paling mudah adalah pap smear atau pengambilan sel dari serviks untuk diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya kelainan atau tidak.
Menurut WHO, rutin screening adalah cara terbaik untuk mengakhiri kanker serviks di dunia. Kanker serviks bisa hilang dari muka bumi jika 7 dari 10 wanita melakukan screening ketika berusia 35 tahun, kemudian 9 dari 10 wanita yang teridentifikasi masalah leher rahim harus segera diberi pengobatan.
M&B: Kapan boleh pap smear lagi setelah melahirkan?
Dr. Bambang: Biasanya boleh pap smear lagi dalam waktu 3 bulan setelah melahirkan. Kenapa 3 bulan? Karena dianggap bahwa perubahan hormonal akibat kehamilan sudah mulai berkurang dalam 3 bulan tersebut. Walau begitu, angka 3 bulan ini bukan angka pasti, tetapi lebih ke waktu paling cepat untuk pap smear setelah melahirkan. Pertimbangannya karena masih ada masa nifas dan hal lainnya yang bisa mengganggu hasil pap smear. Jangan ragu untuk rutin pap smear ya, Moms! (M&B/Tiffany Warrantyasri/SW/Foto: Vectorjuice/Freepik, Dok. RS Pondok Indah Group)