Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Benarkah COVID-19 Bisa Menyebabkan Penyusutan Otak pada Penderitanya?

Benarkah COVID-19 Bisa Menyebabkan Penyusutan Otak pada Penderitanya?

Anda mungkin sudah tahu ada begitu banyak efek jangka pendek maupun jangka panjang yang dirasakan penderita atau penyintas COVID-19. Bahkan hasil penelitian terakhir menyebutkan bahwa penyakit yang disebabkan virus ini juga bisa memicu terjadinya penyusutan otak pada mereka yang pernah tertular.

Fakta soal penyusutan otak ini dirilis dalam jurnal Nature. Penelitian ini melibatkan subjek dengan rentang usia 51-81 tahun, dan seluruh peserta telah melakukan pemindaian otak kira-kira 3 tahun sebelum pandemi COVID-19 muncul.

“Jadi di Inggris dilakukan MRI atau scan otak terhadap pasien yang telah melakukan pemeriksaan sebelum pandemi. Dari sekitar 700 pasien yang sebelumnya telah di-MRI, mereka kembali melakukan pemeriksaan sekitar 2 atau 3 tahun setelah pandemi,” jelas dr. RA. Adaninggar, Sp.PD, Edukator dan Praktisi Kesehatan, dalam IG Live bersama M&B dengan tema “COVID-19 Picu Penyusutan Otak? Masa, sih?” beberapa waktu lalu.

“Dari sekitar 700 orang tersebut, hampir 50 persen pernah menderita COVID-19. Setelah dibandingkan antara orang yang terkena COVID-19 dan yang tidak, diketahui bahwa ukuran otaknya berkurang 0,3 hingga 2 persen. Jika dikorelasikan, apabila ukuran otak kita berkurang sekitar 0,2 hingga 0,3 persen atau rata-rata 0,7 persen, itu bisa disamakan dengan penuaan selama 10 tahun,” lanjut wanita yang akrab dipanggil dr. Ning ini.

Bagian otak yang mengalami penyusutan

Lebih lanjut, dr. Ning juga menjelaskan bahwa bagian otak yang mengalami penyusutan, spesifik di area yang mengatur sense bau atau dalam COVID-19 terkait dengan anosmia (terganggunya indra penciuman). 

Saat kita mencium bau, maka saraf hidung akan menyampaikannya ke otak dan otak akan mengidentifikasi bau tersebut. Nah, salah satu area di otak yang menerima rangsangan bau itulah yang menyusut. Letaknya sendiri berada di bagian depan.

Perlu diketahui, di area depan otak juga ada area untuk memory atau daya ingat. Oleh sebab itu, ada beberapa penyintas COVID-19 yang mengalami gangguan ingatan atau gangguan recall, misalnya lupa dan kesulitan menyebutkan suatu nama benda. Selain itu, orang dengan virus COVID-19 juga menunjukkan penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi pada tes kognitif terkait perhatian dan efisiensi dalam melakukan tugas kompleks.

“Dua area itulah yang mendapat perhatian karena di situ area yang mengalami penyusutan. Sebelumnya telah banyak penelitian yang menyebutkan adanya brain fog setelah terkena COVID-19 dan hal terjadi pada penyintas di semua usia,” ungkap dr. Ning

Tidak bersifat permanen

Sebagai catatan, penelitian mengenai penyusutan otak tersebut dilakukan saat gelombang pertama virus corona, tepatnya saat virus asli atau varian Alpha melanda dunia. Jadi belum diketahui apakah varian Omicron yang beredar saar ini memiliki efek yang sama. Berdasarkan laporan terkini, tidak banyak pasien yang terinfeksi virus COVID-19 varian Omicron yang mengalami anosmia.

Sementara itu, penyusutan otak yang terjadi pada penyintas COVID-19 juga disinyalir tidaklah bersifat permanen. Menurut Profesor Gwenaelle Douaud dari Wellcome Centre for Intergrative Neuroimaging, University of Oxford, otak memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri. Jadi kemungkinan besar, efek berbahayanya akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Akan tetapi, tentu saja klaim ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Begitu banyak efek yang bisa ditimbulkan oleh COVID-19. Karena itu, yuk tetap jaga protokol kesehatan Moms, dan jangan lengah hingga pandemi ini benar-benar berakhir, ya. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Freepik)