Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Aleima Sharuna: Menjadi Orang Tua dengan Mental yang Sehat Itu Penting

Aleima Sharuna: Menjadi Orang Tua dengan Mental yang Sehat Itu Penting

Sosok Aleima Sharuna (35) dikenal sebagai seorang praktisi holistik sekaligus praktisi TAT (Tapas Acupressure Technique). Perjalanannya mengenal kesehatan mental lebih jauh dimulai setelah lahirnya Alzion Vardhana Wijadiputra. Sang anak satu-satunya yang sudah berusia 8 tahun ini pun makin membuat Aleima ingin terus belajar, khususnya menjadi orang tua yang baik bagi sang anak yang akrab dipanggil Zion.

Kesukaannya mempelajari hal baru membawa istri musisi dan vokalis Band Element, Lucky Widja, ini menulis sebuah buku berjudul Re-Parenting Journey. Seperti apa bukunya dan seberapa penting seseorang, terutama orang tua, menjaga kesehatan mentalnya agar tetap stabil? Yuk, berkenalan lebih dekat dengan Aleima Sharuna, dalam wawancara eksklusif M&B berikut ini, Moms.

Aleima Sharuna dan Zion

Kenapa penting untuk seseorang memperhatikan kesehatan mentalnya sebelum menjadi orang tua?

Intinya, apa yang ada di dalam diri kita sebagai orang tua akan menurun kepada anak. Jadi, kita idealnya perlu membereskan diri kita dulu sebelum kita punya anak, agar anak kita bisa menjadi dirinya apa adanya tanpa ada warisan luka batin dari kita. Jadi, kalau misalnya kita memang tahu kita punya hal-hal di masa lalu yang perlu kita sembuhkan, kita proses lebih baik kita lakukan itu dulu agar kita juga tidak mengharapkan anak kita yang nanti untuk "menyembuhkan” luka kita itu. Karena, anak akhirnya nanti seperti diberi tugas, sedangkan dia seharusnya menjalani hidupnya dengan bebas.

Bagaimana cara Aleima menjaga kesehatan mental setelah menjadi seorang ibu?

Kalau saya sendiri, saya rajin terapi. Karena saya juga seorang terapis, idealnya melakukan terapi agar tidak bias kepada klien-klien yang datang. Selain itu, saya juga melakukan journaling (termasuk journaling mimpi) dan melakukan self-healing di rumah kalau memang dibutuhkan.

Kalau menjadi diri sendiri itu seharusnya tidak ada waktu tertentu. You have to be your authentic self in every single time.

Salah satu cara yang sering disarankan adalah ibu perlu punya me time. Apa yang Anda lakukan saat me time? Apakah menulis salah satunya?

Menulis itu bukan me time bagi saya, tapi proses untuk eksplor kreativitas dalam diri saya. Kegiatan ini jadi hal yang menyenangkan, yang justru memakai tenaga dan kemampuan saya. Nah, kalau me time yang benar-benar istirahat, biasanya nonton, meditasi, dengerin musik, dan sendirian saja. Genre musiknya juga apa saja, kok, dari orkestra, Taylor Swift, Coldplay, Imagine Dragons juga saya dengarkan, karena Zion juga suka dengan band ini. Jadi ganti-ganti aja, sih.

Apakah Anda sudah tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan mental sejak lama?

Sebelumnya saya bekerja di bidang advertising dan di sini saya jadi belajar tentang behaviour consumer. Jadi, secara tidak langsung pun ada pembahasan dari sisi psikologi yang masuk dan mau tidak mau jadi dipelajari. Tapi yang menjadi turning point adalah di 2010, ada beberapa aspek dalam hidup yang menurut saya berhenti. Dari situ, saya mulai belajar tentang self-healing dan mendalami lebih jauh tentang kesehatan mental, yang membuat saya menjadi seorang terapis saat ini.

Apa yang ingin Anda sampaikan pada pembaca buku Re-Parenting Journey?

Agar kita sadar ada bagian dalam diri kita yang masih kecil atau kita mungkin bisa bilangnya jiwa kecil kita yang enggak hilang di dalam diri kita. Tentu tidak melulu pasti membutuhkan sesuatu, tapi mungkin punya kebutuhan yang bisa dipenuhi oleh sisi diri kita saat ini. Jadi, itu sebetulnya juga cara kita membantu diri kita mengenal diri dan makin mencintai diri kita sendiri. Siapa pun bisa membaca buku ini, bahkan untuk Anda yang belum menjadi orang tua, karena buku ini bisa membantu mengarahkan agar kita tidak menjadi orang tua yang traumatis.

Buku ini juga bukan untuk menyalahkan siapa pun atau kondisi apa pun, tapi untuk menyadari bahwa di masa sekarang itu pola atau kondisi kehidupan yang membuat hidup kita tidak nyaman atau tidak ideal saat menjalaninya. Mungkin ini sebetulnya "routed back" in your childhood yang bisa kita result, sehingga kita bisa punya masa kini yang lebih lega dan lebih baik. Efeknya, kita juga bisa membuat masa depan lebih baik.

Menulis itu bukan me time bagi saya, tapi proses untuk eksplor kreativitas dalam diri saya. Kegiatan ini jadi hal yang menyenangkan yang justru memakai tenaga dan kemampuan saya.

Sebagai sosok ibu, seperti apa kedekatan Anda dan Zion?

Saya dan Zion sering banget ngobrol tentang teman-temannya, karaokean bareng, juga sering main bola bareng. Intinya cerita bareng dan melakukan kegiatan yang kita sekeluarga bisa lakukan bersama. Tapi kalau sudah urusan bermain dan bercanda, pasti cocok sama papanya karena mereka satu frekuensi untuk hal yang senang-senang begitu.

Sudah di usia 8 tahun, apa saja hal-hal yang menakjubkan dan berubah dari Zion?

Zion kan anakku satu-satunya, jadi tentu saja semuanya mengesankan, karena setiap hari pasti ada hal yang membuat saya seperti "Hah! Kok, dia bisa ngomong begini?" Banyak hal yang Zion lakukan dari kecil sampai sudah berusia 8 tahun ini membuat saya terperangah. Jadi, kalau disuruh memilih ya bingung juga, semua sisinya Zion menakjubkan buat saya.

Seperti apa gaya parenting Anda dan suami yang diterapkan pada Zion?

Idealnya sih tentu ingin demokratis, tapi ini juga suka longgar dari mamanya maupun papanya. Maksudnya, kita membolehkan Zion melakukan apa yang dia suka, tapi tetap permisif atau persetujuan dari saya dulu.

Kalau sudah begini, terkadang Zion jadi bertanya, "Kenapa ini enggak boleh? Kenapa berubah dari yang sebelumnya?’ dan sebagainya. Jadi, kalau bisa ya, saya beri penjelasan dulu ke Zion atau minta dia untuk nurut dulu sama arahan orang tuanya setelah itu baru dijelaskan. Ya, kadang-kadang begitu.

Apa 3 kata yang menggambarkan Aleima sebagai seorang ibu?

Belajar tak henti. Semenjak jadi ibu, saya tidak berhenti belajar tentang diri saya sendiri. Saya juga akhirnya selalu mengambil kelas yang berhubungan dengan self-health dan parenting. Tujuannya pasti untuk menjadi orang tua yang lebih baik untuk Zion. Tapi, karena hal itu, jadinya saya sadar bahwa ternyata saya tuh emang senang banget belajar. Bahkan kalau bisa dibayar buat belajar sih mau banget.

Buat saya, belajar itu sesuatu yang menyenangkan. Stigma bahwa belajar itu di sekolah dan tidak menyenangkan, kan kayaknya karena dulu waktu kita tumbuh itu rasanya belajar adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, harus jawab tes atau menghafal sesuatu, yang kayak begitulah. Jadi, kesannya belajar itu memberatkan dan tidak menyenangkan.

Setelah punya anak, kemudian belajar tentang diri sendiri dan menjadi orang tua, bahkan tentang berpasangan, ternyata jujur belajar itu menyenangkan banget. Tidak ada kata berhenti bagi saya dan ternyata tidak perlu ada tes khusus, karena justru tesnya dialami di kehidupan nyata. Jadi, kita tahu lulus atau tidaknya itu saat bertemu masalah, apakah bisa menyelesaikannya dengan langkah yang tepat atau tidak.

Semenjak jadi ibu, saya tidak berhenti belajar tentang diri saya sendiri yang tujuannya pasti untuk menjadi orang tua yang lebih baik untuk Zion.

Dari sisi praktisioner, bagaimana ciri-ciri anak yang memiliki orang tua dengan kesehatan mental yang baik?

Anaknya bisa nyaman menjadi diri sendiri apa adanya serta dekat dengan orang tuanya. Dia tidak menutupi dirinya untuk menyenangkan orang tuanya atau sekitarnya. Dia juga tidak menjadi pemberontak dan justru menunjukkan emosi yang naik turun. Anaknya juga bisa cerita hal-hal yang dia suka. Jadi, terlihat sang anak merasa bahwa orang tua adalah rumah untuknya. (M&B/Vonia Lucky/SW/Foto: Gustama Pandu Pawenang/Digital Imaging: Raghamanyu Herlambang/MUA: Rachie (@irachelicious)/Hairsylist: Irfan Spanerz Thea (@fahrizalirfan)/Stylist: Gabriela Agmassini/Wardrobe: Jolie Clothing (@jolie_clothing)/Lokasi: The Ritz Carlton, Pacific Place)