Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Mom of the Week Spesial Hari Ibu 2023: Nadia Harsya, CFP

Mom of the Week Spesial Hari Ibu 2023: Nadia Harsya, CFP

Finansial sering jadi topik yang dihindari karena identik dengan bahasan yang rumit dan sulit diterapkan. Siapa sangka, keluhan itu yang justru menjadi “cambuk” bagi Nadia Harsya, CFP, Certified Financial Planner, untuk menjadi content creator seputar finansial. Lewat akun Instagram @noninadia, ia berbagi “tips atur uang bahasa manusia” seperti yang ia tuliskan di account bio.

Perjalanan panjang Nadia sampai di titik ini tidak selalu mulus. Banyak suka-duka dan kegalauan yang muncul setiap ia diapit pilihan, seperti saat harus memilih untuk menjadi karyawan kantoran atau berdikari menjadi financial planner. Nadia yang saat itu memilih resign dari tempat kerjanya pun mengabdikan diri untuk mengurus Arwen (9), anak semata wayangnya. Namun, siapa kira kalau waktu berkualitas tersebut menelurkan gagasan untuk melambungkan karier.

Kira-kira, mana yang lebih sulit bagi Mom Nadia: Jadi content creator, financial planner, atau ibu? Tak kenal, maka tak cuan. Yuk, kenalan lebih dekat dengan Nadia Harsya yang menjadi Mom of the Week Spesial Hari Ibu 2023 ini.

Apa yang membuat Nadia jatuh cinta dengan dunia finance?

Aku luruskan dulu, kata siapa jatuh cinta? Haha. Becanda ya, Moms. Sebenarnya dulu awalnya lebih ke “kepepet” saja. Jadi aku berkarier sebagai financial planner ini awalnya karena kaget dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan setelah menikah dan mencoba hidup mandiri, enggak tinggal sama orang tua lagi. Dulu waktu tinggal di rumah orang tua, semuanya serba ada dan tinggal pakai. Setelah menikah, wah, ternyata bayar air saja tuh mahal, ya.

Sejak saat itulah aku sadar kalau aku dan suami tidak pandai atur strategi finansial, bisa bahaya dong, nih. Sedangkan di saat itu mencari informasi soal mengatur keuangan tuh masih tidak semudah sekarang. Kalau pun ada, bahasanya tuh sulit dimengerti orang awam, jadi untuk bisa dipraktikkan agak sulit.

Itulah yang membuat aku merasa perlu lebih banyak orang yang membahas soal mengatur keuangan. Yang clueless biar aku saja, ibu-ibu lainnya jangan sampai clueless juga seperti aku dulu. Jadi aku suka sharing apa yang pernah aku alami dan cara tepatnya mengatur keuangan.

Flamingo itu kehilangan warna pink-nya ketika ia sedang membesarkan anaknya. Ketika anaknya sudah mandiri, warna pink itu akan kembali lagi. Jadi, aku mau bilang ke para Moms: Kalau kamu merasa saat ini kacau balau, sabar saja, nanti kamu akan menemukan dirimu lagi.

Awal karier menjadi corporate finance, bagaimana bisa memutuskan resign dan memilih kerja sendiri menjadi financial planner?

Sebenarnya itu dua hal yang berbeda. Kalau dulu aku menjadi corporate finance itu urusannya lebih ke korporasi seperti ekspor-impor. Lalu kalau aku “menyeberang” ke urusan finansial pribadi itu karena ceritanya tahun 2019 aku terpaksa resign karena anakku butuh didampingi, karena anakku ada masalah speech delay, sehingga aku harus mendampingi anak terapi secara rutin. Sementara, pekerjaan suamiku sering ke luar kota, pastinya lebih sulit buat dia mencari waktu menemani anak terapi.

Dari situ aku merasa sebaiknya aku yang mengalah untuk resign saja dan jadi ibu rumah tangga. Duh, di 3 bulan pertama menjadi ibu rumah tangga tuh aku bingung, karena aku enggak ada kegiatan selain mengurus anak. Dari kebosanan itulah aku mulai menulis dan sharing ilmu finansial. Lama-lama aku berpikir kenapa enggak sekalian ambil sertifikasi saja, biar ilmunya sesuai dengan text book dan kaidah, bukan asal sharing dari pengalaman saja.

Waktu itu senang tapi juga stres karena jujurly ambil sertifikasi financial planner itu susah banget, sampai kena GERD aku saking stresnya! Haha. Walau begitu, pastinya aku bangga karena dengan ilmu itu aku bisa berbagi ilmu dan membantu orang lain.

Ibu selalu jadi “menteri keuangan” di rumah. Memangnya sebaik apa sih literasi keuangan para wanita di Indonesia?

Berdasarkan literasi indeks terakhir dari OJK tahun 2022, indeks literasi finansial perempuan itu ternyata lebih tinggi dari pria, lho. Jadi indeks literasi keuangan perempuan itu 50,3% sedangkan pria 49,7% nih, Moms. Walau bedanya tipis, tapi kita boleh berbangga hati, dong. Lalu perempuan juga punya intuisi mengatur keuangan dengan lebih baik dibandingkan pria. Perempuan juga punya kesabaran lebih banyak dan bisa mengesampingkan emosinya dibandingkan rasionalitas. Itu komponen yang penting juga dong buat mengatur keuangan.

Moms juga perlu self-reward. Apa yang harus diperhatikan para Moms sebelum memberi self-reward?

Konsepnya adalah kita harus menganalogikan pengaturan uang itu seperti sedang lari marathon. Lari panjang dong ya, 42 km, yang di setiap 5 km atau 10 km ada water station di mana kita bisa minum sedikit biar semangat lari lagi sampai finish. Nah, water station itu seperti self-reward. Tapi kan sebelum ke self-reward, ada menabung dulu, ada atur budget dulu, kalau semua itu sudah terpenuhi, baru boleh self-reward.

Jangan sampai dibalik, belum lari tapi sudah minum terus, nanti enggak ada progress dan enggak bisa sampai finish. Haha. Jadi, ada baiknya sebelum self-reward itu pastikan sudah menabung, cicilan beres, keperluan kebutuhan rumah yang sifatnya wajib sudah terpenuhi. Budget untuk self-reward itu biasanya disebut budget lifestyle atau budget untuk playing, maksimal 20% dari income.

Moms saat ini juga sering tergoda dengan diskon dari sistem belanja bayar nanti alias PayLater. Bagaimana tips bijaknya kalau mau belanja dengan sistem ini?

Kalau uangnya sudah ada tapi mau memanfaatkan promo, silakan saja. Siapa tahu diskonnya jadi lebih banyak atau ada free ongkir. Nah, yang harus diwaspadai adalah jangan sampai terpeleset, misal punya uangnya Rp100.000 tapi belanjanya jadi Rp300.000 hanya karena limit PayLater besar. Jadi, pakai PayLater hanya untuk menunda pembayaran, tapi jangan untuk cicilan, apalagi untuk belanja yang sifatnya konsumtif. Dari sisi financial planner, utang yang disarankan itu hanya untuk utang yang produktif dan yang jadi aset. Kalau utangnya masih bersifat konsumtif dan uangnya masih kurang, lebih baik sabar saja karena artinya kamu belum mampu.

Apa yang membuat Anda semangat membuat konten media sosial yang ditujukan untuk para Moms?

Pertama, pastinya mau berbagi pengalaman. Kedua, aku merasa dulu kalau mencari tips tentang mengatur uang, itu bahasanya selalu ruwet. Efeknya, jadi banyak orang yang langsung merasa terintimidasi. Padahal urusan mengatur uang itu enggak memandang siapa pribadinya, entah menteri keuangan di rumah atau di negara sungguhan. Semuanya kan melakukan transaksi keuangan, masa sih mau cuek dan enggak punya perencanaan keuangan yang baik?

Terlebih, kita para ibu ini biasanya juga berperan sebagai pemegang keputusan pembelian. Suami biasanya cuma transfer penghasilan ke istri, istri yang putar otak mencari strategi bagaimana itu cukup untuk semua kebutuhan. Makanya menurutku penting banget untuk para ibu melek cara atur uang, sesederhana mulai dari budgeting aja, deh. Itu yang membuatku suka berbagi ilmu perencanaan keuangan lewat konten di media sosial yang pakai “bahasa manusia” atau yang bahasanya mudah dimengerti, karena aku ingin semua wanita bisa paham, praktik, dan lebih cermat mengatur keuangan keluarga.

Aku mau memvalidasi apa yang mereka rasakan, betapa pusingnya atur uang, tapi dengan cara yang tepat kita bisa kok mengurai kepusingan itu.

Aku ingin lebih banyak perempuan yang melek soal atur uang dan enggak tabu lagi ngomongin uang sama pasangan dan keluarga.

Kesalahan finansial apa sih yang sering dilakukan para “menteri keuangan” di rumah alias para ibu?

Aku sering menemukan kesalahan di mana para ibu suka enggak rasional ketika membuat keputusan keuangan. Karena menjadi ibu itu kan capek, ya, jadi ada masa di mana ibu sedang kurang fit (misal lagi PMS atau sering begadang karena anak rewel, dll) yang efeknya adalah bisa tiba-tiba impulsif tengah malam check-out keranjang di e-commerce. Nah, kita harus paham kalau kondisi badan kita itu bisa memicu impulsivitas, udah susah-susah budgeting, jadi berantakan, deh. Makanya aku biasanya suka mengasih tips: Kalau lagi mau beli barang yang impulsif banget atau menggebu-gebu gitu, coba tunggu sebentar dan kasih waktu 3x24 jam.

Sebagai ibu, kapan Nadia mulai mengajarkan literasi keuangan ke anak?

Anakku saat ini usia 9 tahun, idealnya sudah diajarkan literasi keuangan. Dulu waktu kecil kita kan “dicuci otak” agar rajin menabung, sampai ada lagunya “Bang bing bung, yok kita nabung,” masih ingat kan, ya? Sayangnya, generasi kita ini disuruh menabung saja, enggak ada yang mengajarkan bagaimana caranya berbelanja. Efeknya kita jadi generasi yang gampang impulsif.

Jadi, aku mengajarkan anakku enggak langsung menabung, tapi mengajarkan terlebih dahulu prinsip kalau mau punya uang itu harus bekerja. Uang itu bukan hal ajaib yang tiba-tiba datang di depan kita, atau semudah ke mesin ATM lalu mau berapa saja tinggal ambil. Pelajaran berikutnya, kalau kita sudah dapat uang mari kita bagi tiga: Untuk belanja, untuk berbagi, dan yang terakhir baru untuk menabung.

Masuk ke pelajaran cara belanja, aku memberi anak limitasi menggunakan uang. Contohnya waktu anakku masih TK, aku kasih dia uang sekitar Rp15.000 dan aku biarkan anak belanja sendiri ke minimarket. Keluar dari minimarket, anakku marah. “Kenapa harga snack yang aku mau harganya Rp17.000, tapi ibu kasih aku cuma Rp15.000,” begitu dia bilang. Anak jadi mengerti kalau mau ambil barang itu harus lihat harganya, jangan asal ambil saja.

Dari situ anak tahu kalau dia dapat uang, itu tidak boleh dibelanjakan lebih dari uang yang dia miliki. Sejak itu anakku mengerti tentang limit belanja. Dia selalu tanya limit jajannya berapa dan enggak pernah beli melebihi itu. Harapanku, ini bisa terbawa sampai dewasa, anak tidak impulsif dan bisa bijak membelanjakan uang sesuai budget.

Sebagai istri dan juga financial planner, haruskah setiap bulan duduk berdua suami untuk “meeting” keuangan?

Idealnya iya begitu, tapi ada juga pasangan yang tidak nyaman membahas keuangan. Kalau menurut saya, setidak nyaman apa pun itu, kita sebaiknya tahu kondisi keuangan keluarga kita seperti apa. Paling enggak, tahu biaya-biaya besar yang akan dikeluarkan tuh apa saja, biar enggak kaget. Berikutnya, kita perlu saling tahu juga posisi aset dan posisi utang kita ada di mana. Tanpa data-data itu pasti akan sulit membahas uang dengan pasangan, karena yang ada cuma salah-salahan.

Saya dan suami juga rutin meeting keuangan seperti itu. Selalu ada laporan uang kita habis buat apa saja dan tabungan kita sudah berapa. Kalau aku pribadi, habis meeting itu biasanya jadi tambah semangat, semacam ada rasa “Wah asik nih, kumpulin uang sedikit lagi bisa liburan sekeluarga yang agak jauhan,” begitu kira-kira.

Bagaimana tips membahas keuangan sama pasangan?

Menurutku, enggak ada konsep yang terbaik, karena yang terbaik adalah suami-istri ini akhirnya sepakat. Ada yang suami tinggal kasih uang ke istri, istrinya yang atur. Ada yang istri atur uang operasional saja, suami yang atur investasi. Semuanya boleh saja, terserah nyamannya tiap keluarga. Menurutku yang penting itu pasangan mau mengobrol dan terbuka soal uang karena ini isu yang sangat sensitif.

Terkadang wanita takut dicap “matre” kalau membahas uang duluan, sedangkan pria takut tidak berhasil memenuhi ekspektasi pasangan. Tolong stop dulu overthinking seperti ini, ngobrol saja dulu pakai data yang ada. Buat list sederhana saja dulu soal income, aset, dan berapa pengeluarannya. Pasangan harus sadar kalau setelah menikah itu kita jadi satu entitas, kalau tidak punya perjanjian pisah harta maka asetnya jadi aset bersama, termasuk utangnya juga utang bersama.

G
enerasi kita ini sering diajarkan menabung, tapi enggak ada yang mengajarkan bagaimana caranya berbelanja. Efeknya, kita jadi generasi yang gampang impulsif.

Dana apa yang penting tapi suka lupa dipersiapkan para Moms?

Dana darurat itu penting, karena hidup biasanya jadi lebih kalem kalau sudah punya dana darurat. Ada lagi dana yang penting tapi biasanya jarang dipikirin nih sama ibu-ibu muda, yaitu dana pensiun. Padahal semakin lama rentang waktu yang kita siapkan untuk dana pensiun ini, maka persiapannya juga semakin ringan.

Kita harus sadar dengan kenyataan kalau misal kita berhenti bekerja di usia 55 tahun (usia rata-rata pensiun orang Indonesia), sedangkan rata-rata usia orang Indonesia tutup usia di 75 tahun. Nah, di rentang 20 tahun itu kan hidup jalan terus, biaya jalan terus, tapi gajiannya sudah berhenti. Itu sebabnya penting banget untuk mempersiapkan dana pensiun sedini mungkin. Coba bayangkan kalau kita menyisihkan Rp100.000 sampai Rp200.000-an saja sebulan untuk dana pensiun sejak usia 20-an, kita tabung itu selama puluhan tahun, kan nanti pas pensiun sudah lebih enak hidupnya, ya.

Apalagi mimpi Nadia yang ingin diraih?

Pengin cepat punya finansial freedom, agar tidak usah capek kerja lagi. Haha. Ini sesuatu yang visible dan bisa dihitung, jadi yang penting kerja keras saja dulu agar mimpi ini bisa cepat terwujud. Ada lagi mimpi besarku, yaitu aku ingin lebih banyak perempuan yang melek soal atur uang dan enggak tabu lagi ngomongin uang sama pasangan dan keluarga. Banyak masalah yang muncul karena kita merasa terbatas ngomongin uang.


Di Hari Ibu kali ini, adakah pesan untuk para Moms yang sedang berjuang meraih mimpi?

Aku mau mengkhususkan untuk para Moms dan new Moms, karena biasanya dunia mereka sedang gonjang-ganjing banget, banyak kagetnya. Aku mau bilang, it’s okay kalau kamu sekarang mau tekan tombol “pause” dulu, baik di sisi karier, pencapaian, dan banyak hal lainnya yang sepertinya harus dikorbankan dulu untuk keluarga. Yakin dulu itu cuma sementara. Nantinya ketika anak, keluarga, dan hal lainnya sudah growing, maka kamu akan grow juga.

Ingat, flamingo itu kehilangan warna pink-nya ketika ia sedang membesarkan anaknya. Ketika anaknya sudah mandiri, warna pink itu akan kembali lagi. Jadi, aku mau bilang ke para Moms: Kalau kamu merasa saat ini kacau balau, sabar saja, nanti kamu akan menemukan dirimu lagi. (M&B/Tiffany Warrantyasri/SW/Foto: Gustama Pandu Pawenang/Digital Imaging: Raghamanyu Herlambang/Stylist: Gabriela Agmassini/MUA: Atika Sakura (@tsakeru)/Hairstylist: Nia (@nia_hairnbeauty)/Wardrobe: Klamby (@wearingklamby)/Lokasi: JW Marriott Hotel Jakarta, Mega Kuningan (@jwmarriottjkt))