Menjadi ibu dengan dua anak tampaknya belum cukup bagi Rose Sita Wiryani (45). Sempat bekerja di sebuah coorporate besar ternyata tidak membuat ibu dari Verrel Deandrew (21) dan Raeka Kadija (17) ini merasa puas dalam mengejar karier. Pekerjaannya yang mapan di perusahaan tersebut membuatnya tidak puas karena sulitnya membagi waktu dengan keluarga.
Hingga akhirnya ia menemukan sebuah profesi yang ia cintai hingga kini. Kesenangannya dalam mengajar dan membagikan ilmu membuatnya memutuskan untuk menjadi dosen, yang sudah ia geluti selama belasan tahun. Tak cukup sampai di situ, ia bahkan saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral agar bisa mengajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Meski sibuk dengan segala aktivitas di luar rumah, baginya keluarga tetap menjadi prioritas yang selalu ia utamakan. Apalagi saat ini anak-anaknya tengah beranjak dewasa yang pasti membutuhkan pendampingan dan kehadirannya.
Lantas bagaimana cara Rose membagi waktu antara keluarga, mengajar, dan kuliah doktoralnya? Simak ceritanya secara eksklusif kepada Mother & Beyond dalam Working Moms Lyfe berikut ini!
Aku terbantu dengan selalu scheduling semua agenda aku dan anak-anakku. Kalau sudah tahu jadwalnya, aku lebih enak untuk mengatur waktunya.
Sejak kapan mulai menggeluti profesi menjadi dosen?
Aku sudah mengajar sejak anak pertamaku kira-kira usia 1-2 tahun. Awalnya kan aku kerja kantoran yang bisa dibilang kerjanya tuh nine to nine, bukan nine to five lagi. Saat itu aku bekerja sebagai engineer di perusahaan merek ponsel.
Nah, saat itu kemudian berpikir, kok, kayaknya mulai susah untuk bagi waktu dengan keluarga. Kemudian aku dan suami mulai mencari, apa ya, pekerjaan yang waktunya lebih fleksibel untuk aku, jadi bisa lebih fokus untuk mengurus anak. Akhirnya aku mulailah mengajar, eh, malah jatuh cinta sama profesi ini karena bisa lebih mengatur waktu dengan keluarga. Sampai hari ini, aku mengajar sudah hampir 20 tahun.
Dengan beragam kesibukan yang dimiliki, bagaimana mengatur skala prioritas dalam hidup?
Dari dulu prioritas utamaku tentu saja keluarga. Dengan menjadi dosen waktunya bisa lebih fleksibel. Jadi, aku mengajar saat mereka sekolah, pas mereka pulang sekolah aku juga sudah selesai mengajar.
Cuma sekarang kan selain jadi dosen, aku juga sedang sekolah lagi supaya bisa mengajar di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Jadi, terbagi lagi deh, waktunya sekarang, karena kadang sore atau malam aku ada kelas. Tapi, so far sih masih bisa mengatur semuanya.
Pernahkah dihadapkan pada kondisi saat agenda pekerjaan bentrok dengan agenda anak yang harus Anda hadiri?
Sering, cuma memang aku terbantu dengan selalu scheduling semua agenda aku dan anak-anakku. Jadi, aku harus tahu lebih dulu kapan anak aku ambil rapor, kapan ada pertemuan dengan guru di sekolah anak-anak. Kalau sudah tahu jadwalnya, aku lebih enak untuk mengatur waktunya.
Misal, memang ada yang bentrok, aku usahakan dulu apakah bisa izin mengajar atau geser waktunya supaya aku bisa ke sekolah anakku dulu, habis itu baru balik ke kampus. Tapi, misalnya enggak bisa banget, ya suamiku yang handle. Cuma aku memang selalu ingin involved di semua urusan anak. Jadi, prioritasku tetap anak dulu.
Buat aku, menjadi dosen itu seperti panggilan hati, jadi aku senang karena dapat membagikan ilmu yang aku punya.
Bagaimana mengatur waktu dengan beragam kesibukan yang dimiliki setiap hari?
Aku biasanya mulai mengajar jam 8 pagi. Nah, sebelum itu aku bisa antar anakku dulu ke sekolah. Setelah itu baru aku berangkat mengajar. Lalu biasanya di jam makan siang kan tidak ada kelas, jadi aku bisa break dulu. Saat break itu, aku sempatkan untuk makan siang bareng anak, habis itu baru aku balik mengajar lagi.
Tapi, kalau sekarang kan anak-anak sudah besar, sekolahnya sudah sampai sore, jadi ya, kami seringnya sampai rumah tuh bareng. Walaupun malamnya aku masih harus kuliah lagi, tapi sebisa mungkin setiap hari bisa makan malam bersama keluarga.
Apa yang membuat Anda semangat untuk menjalani semua kesibukan saat ini meski sudah menjadi ibu?
Buat aku, menjadi dosen itu seperti panggilan hati, jadi aku senang karena dapat membagikan ilmu yang aku punya. Ternyata mengajar itu, terutama mengajar mahasiswa S1, bisa memberikan happiness yang berbeda lagi buat aku.
Aku juga menganggap mahasiswaku seperti anak sendiri, karena mereka kan seusia anakku. Jadi aku relate juga dengan cerita-cerita mereka.
Lalu, supaya tetap berenergi, setiap hari juga aku berolahraga. Setiap pagi aku berenang dulu di rumah, lalu jalan pagi bareng binatang peliharaanku. Kalau sudah berolahraga rasanya lebih bersemangat menjalani hari. Biasanya sih cuma setengah jam saja olahraganya, tapi itu cukup untuk bikin tubuh segar dan fit untuk beraktivitas.
Apakah Anda sudah merasa berhasil dalam membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan?
Belum 100 persen sih ya, apalagi dinamika pekerjaanku juga lumayan dinamis. Sebelum mengajar aku harus menyiapkan materi dan kadang tergantung dengan jumlah kelas yang aku ambil juga. Tapi, aku merasa sudah cukup bisa mengatur waktu selama aku tidak harus mempelajari atau menyiapkan sesuatu yang baru.
Balik lagi, aku selalu berusaha mengatur semuanya dengan bikin planning di weekend untuk satu minggu ke depan. Setiap weekend aku berdiskusi dengan suami dan anakku untuk sharing kegiatan kami seminggu ke depan.
Aku membiasakan untuk selalu mendengarkan anak-anak saat bercerita. Mendengarkan tanpa menghakimi jadi kunci kedekatan aku sama anak-anak.
Di tengah kepadatan aktivitas, apakah masih punya waktu untuk me time?
Nah, justru seringnya suamiku yang mengingatkan kalau sudah hari sabtu sore menjelang magrib itu aku disuruh menghentikan semua kegiatan sekolah dan pekerjaanku. Tapi, selain itu aku memang berusaha menyempatkan waktu untuk me time.
Misalnya ada waktu yang kosong di sore hari, aku kadang menyempatkan untuk pergi ke salon. Kadang aku juga me time malah baca buku, karena menurutku membaca itu terasa relaxing banget. Membaca buku setelah berenang jadi me time favorit aku.
Apakah Anda juga mendorong anak-anak untuk turut membagikan ilmu pada orang lain seperti Anda?
Kalau sekarang sih aku bilang sama anak-anak untuk sekolah dengan benar dulu. Buat anak yang sudah kuliah, aku berikan motivasi untuk bisa selesai kuliah tepat waktu. Aku enggak minta mereka untuk jadi anak paling pintar di sekolah, tapi setidaknya bisa menyelesaikan sekolah dengan tepat waktu dan nilai yang cukup baik.
Aku juga mendorong mereka untuk ambil kegiatan di luar sekolah, seperti ekstrakurikuler yang mereka sukai, jadi mereka bisa tetap happy di sekolah, enggak melulu belajar saja.
Quality time seperti apa yang biasanya Anda lakukan dengan anak?
Anakku yang pertama kan sedang kuliah di Jepang, jadi sekarang aku lagi banyak waktu sama anak keduaku yang masih SMA. Tiap sabtu minggu aku biasanya pergi sama dia ke mal atau antar kegiatan sekolah. Walaupun capek mesti antar dia kemana-mana, aku happy banget bisa punya banyak waktu sama dia.
Kalau sama kakaknya biasanya video call saja. Dia juga suka cerita-cerita kegiatan dia hari itu apa saja. Ya, walaupun kadang suka enggak dijawab juga chat aku, aku suka bilang ke dia, aku sedih kalau chat aku enggak dibalas, baru deh dia mau balas, hehe.
Bagaimana cara Anda untuk tetap bisa dekat dengan anak meski banyak kegiatan di luar rumah?
Anak-anakku kebetulan tipe yang suka curhat sama aku. Aku juga membiasakan untuk selalu mendengarkan anak-anak saat bercerita.
Tapi, aku enggak buru-buru nge-judge saat mereka cerita. Aku biarkan dulu mereka cerita masalah mereka tanpa buru-buru memberikan reaksi negatif. Mendengarkan tanpa menghakimi jadi kunci kedekatan aku sama anak-anak.
Aku memberikan reaksi yang santai, jadi anak enggak sungkan untuk cerita apa pun. Kadang aku sama suami juga menceritakan perspektif kami saat kami masih muda dulu gimana. Jadi lebih kayak teman saja, supaya mereka enggak kapok cerita sama ibunya. Cuma, meskipun aku santai menanggapinya, aku tetap selipkan nasihat setelah mereka selesai cerita. (M&B/RF/Photographer: Gustama Pandu/Digital Imaging: Erlangga Namaskoro/MUA: Inez Fabiola)