Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Kram Perut saat Menopause: Penyebab dan Cara Mengatasinya

Kram Perut saat Menopause: Penyebab dan Cara Mengatasinya

Menopause kerap datang disertai sejumlah keluhan, salah satunya adalah kram perut. Umumnya, kram perut akibat menopause tidaklah berbahaya, tapi bukan berarti Moms tak perlu waspada.

Menopause merupakan berakhirnya siklus menstruasi wanita secara alami. Seorang wanita bisa dikatakan sudah memasuki fase menopause apabila sudah tak lagi mengalami menstruasi selama 12 bulan berturut-turut.

Saat memasuki masa menopause, wanita biasanya mengalami banyak perubahan, mulai dari penampilan fisik, kondisi psikologis, hingga hasrat seksual. Selain itu, wanita yang memasuki menopause bisa mengalami kram perut. Kram perut menopause adalah rasa nyeri atau ketidaknyamanan di area perut yang sering kali dikaitkan dengan perubahan hormonal selama masa transisi menopause.

Baca juga: Ciri-Ciri Menopause yang Perlu Diketahui Wanita

Meskipun kurang umum dibandingkan gejala lain, seperti hot flushes atau mood swing, cukup banyak wanita yang mengalaminya, terutama dalam fase perimenopause dan awal menopause. Tingkatan kram ini cukup beragam, mulai dari yang biasa saja hingga kram yang bisa menimbulkan rasa tak nyaman dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Penyebab kram perut saat menopause

Ada sejumlah faktor yang menjadi pemicu kram perut saat menopause, yakni: 

1. Perubahan hormon. Penurunan tingkat estrogen bisa memengaruhi otot dan jaringan di sekitar perut, menyebabkan rasa tidak nyaman.

2. Gas atau kembung. Perubahan pola makan atau metabolisme sering kali menyebabkan peningkatan gas yang berujung pada kram.

3. Endometriosis atau fibroid yang tidak terdeteksi. Bagi beberapa wanita, kondisi seperti endometriosis atau fibroid rahim mungkin kambuh atau ditemukan bersamaan dengan menopause. Endometriosis sendiri adalah kondisi ketika endometrium (jaringan yang melapisi dinding rahim) tumbuh di luar rahim, sementara fibroid rahim adalah pertumbuhan massa yang bersifat nonkanker di dalam rahim atau di luar rahim.

4. Sembelit. Ketika metabolisme melambat, banyak wanita mengalami masalah pencernaan yang bisa menyebabkan kram. 

5. Stres. Menopause terkadang juga dikaitkan dengan tingkat stres yang tinggi, yang bisa memengaruhi otot perut dan pencernaan.

Mengatasi kram perut saat menopause 

Berikut ini beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk meredakan kram perut menopause, Moms.

1. Mengatur pola makan. Agar tidak mengalami kram perut saat menopause, konsumsilah makanan tinggi serat untuk mencegah sembelit dan hindari makanan yang bisa menyebabkan gas berlebih, seperti makanan berminyak, kafein, atau minuman bersoda.

2. Olahraga ringan. Aktivitas fisik seperti yoga atau jalan santai bisa membantu melancarkan pencernaan dan meningkatkan sirkulasi darah, yang akan mengurangi risiko kram perut. 

3. Kompres hangat. Tempelkan handuk hangat atau bantal pemanas di area perut untuk membantu merilekskan otot yang tegang.

4. Pastikan tetap terhidrasi. Air membantu melancarkan sistem pencernaan, yang bisa meringankan gejala kram perut. 

5. Coba teknik relaksasi. Latihan pernapasan dalam atau meditasi bisa membantu mengurangi ketegangan otot dan stres emosional.

6. Minum obat pereda nyeri. Jika diperlukan, gunakan pereda nyeri ringan seperti ibuprofen. Namun, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum Anda menggunakannya. 

Kapan harus berkonsultasi ke dokter? 

Meskipun kram perut menopause sering kali tidak berbahaya, ada beberapa tanda yang mengindikasikan Anda perlu mendapatkan bantuan medis, yakni:

1. Nyeri yang sangat intens atau tidak hilang meski sudah diobati.

2. Kram disertai gejala seperti pendarahan yang tidak biasa, demam, atau berat badan turun tanpa alasan jelas.

3. Riwayat kondisi seperti fibroid, endometriosis, atau gangguan pencernaan kronis.

4. Perubahan signifikan pada pola buang air besar atau sulit buang air selama beberapa hari. 

Itulah penjelasan mengenai kram perut menopause. Kondisi ini mungkin menimbulkan rasa tidak nyaman, tapi dalam banyak kasus, bisa dikelola dengan perubahan gaya hidup yang sederhana dan perawatan yang tepat. Jika gejalanya berlanjut atau makin parah, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter. (M&B/Ayu/SW/Foto: Freepik)