It takes a village to raise a child. Moms mungkin sudah tak asing lagi dengan ungkapan ini. Namun, bukan sekadar rangkaian kata yang indah, kalimat tersebut merupakan cerminan nyata pentingnya komunitas dalam merawat anak. Pasalnya, anak-anak adalah kelompok masyarakat yang paling rentan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 mencatat bahwa anak miskin di Indonesia berjumlah 11,8%. Dari data yang sama pula ditemukan bahwa anak berusia 0-4 tahun memiliki persentase kemiskinan tertinggi, yakni 12,93%. Kondisi struktural pada sebuah masyarakat sangatlah berpengaruh terhadap masa depan anak. Karena itu, partisipasi berbagai kalangan masyarakat sama pentingnya dengan peran pemerintah dalam menjaga kesejahteraan anak-anak.
Memahami hal ini, Wahana Visi Indonesia (WVI), organisasi kemanusiaan yang berfokus pada anak, meluncurkan kampanye “Hope, Joy, Justice for All Children”. Melalui kampanye ini, WVI mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya penyejahteraan anak dengan menjadi Sponsor Anak, yakni program dukungan finansial dan aktivitas kepada anak dampingan WVI. Dalam program ini, dukungan pemberi sponsor akan diberikan langsung secara terikat kepada anak, tanpa memisahkan anak dari keluarga, komunitas, dan lingkungannya.
Pada konferensi pers peluncuran kampanye ini, WVI mengundang 3 anak dampingan yang mewakili semangat kampanye ini: Andini dari Nagekeo, NTT, yang menyuarakan Harapan (Hope), Marselus dari Sintang, Kalimantan Barat, yang menyuarakan Sukacita (Joy), dan Karin dari Asmat, Papua Selatan, yang menyuarakan Keadilan (Justice).
Ketiga anak ini kemudian membagikan cerita mereka akan harapan, sukacita, dan keadilan yang mereka alami. Andini mengaku bahwa ia perlu menempuh jarak 5 km dengan berjalan kaki untuk mencapai sekolah. Di tengah cuaca yang tidak menentu, berjalan kaki dengan jarak 5 km untuk bersekolah tentu menjadi tantangan yang berat bagi Andini dan kawan-kawannya di Nagekeyo. Selain itu, faktor ekonomi menjadi hambatan tersendiri. Tidak sedikit kawan Andini yang pupus harapan untuk bersekolah.
Kepergian beberapa anggota keluarga di usia yang masih belia menyisakan duka mendalam bagi Marselus. Sejak itu, Marselus mengaku tumbuh menjadi anak yang pemalu dan tidak bisa mengekspresikan diri. Hal ini kemudian membuat dirinya tak mampu bahagia seperti anak-anak lain seusianya. Sayangnya, sukacita adalah salah satu bahan terbaik untuk pertumbuhan anak yang optimal. Hal ini juga tak hanya dialami Marselus, tapi banyak anak lainnya.
Terakhir, Karin mengungkapkan betapa ketidakadilan yang menimpa kawan-kawannya di Asmat, Papua Selatan, patut dihentikan segera. Menurut Karin, anak-anak di kampung halamannya tidak mendapatkan berbagai hak mereka dan hidup tanpa rasa aman. Tidak sedikit anak-anak di Asmat memilih untuk menghirup lem karena kurangnya akses terhadap hiburan. Selain itu, banyak teman Karin putus sekolah akibat kurangnya perlindungan akan akses terhadap pendidikan. Belum lagi bicara soal risiko kekerasan fisik dan seksual yang begitu tinggi.
Baik Andini, Marselus, dan Karin mengungkapkan bahwa bantuan yang mereka terima dari program Sponsor Anak bisa membantu mengubah keadaan, sehingga anak-anak di area sangat rentan dapat merasakan harapan, kebahagiaan, dan keadilan yang sepatutnya mereka miliki.
“Saya sudah menjadi Anak Sponsor selama 9 tahun dan merasa sangat bersyukur untuk Sponsor saya. Berkat mereka, saya bisa punya pendidikan yang baik dan harapan untuk masa depan saya dan keluarga,” tutur Andini. Begitu pula dengan Marselus. “Sejak menjadi Anak Sponsor WVI, saya terlibat di banyak kegiatan bersama Forum Anak di daerah saya. Saya sungguh bahagia bisa menemukan wadah aktualisasi diri dan banyak kenalan. Pelan tapi pasti, kepercayaan diri saya juga meningkat,” ujar Marselus.
Yuk, Moms, dukung anak-anak Indonesia untuk mendapatkan harapan, kebahagiaan, dan keadilan dengan berkontribusi dalam program Sponsor Anak WVI! Kunjungi wahanavisi.org/sponsoranak atau akun Instagram @wahanavisi_id untuk mengetahui informasi lebih lanjut. (M&B/Gabriela Agmassini/SW/Foto: Dok. Wahana Visi Indonesia)