Berawal dari oven kecil rumahan, bisnis kuliner Rozma Suhardi pun terus berkembang pesat. Padahal sebelumnya perempuan multitalenta asli Makassar ini sempat bingung ingin memfokuskan karier di bidang apa. Rozma memiliki minat dan bakat di bidang makeup artist, shoe designing, baking, cooking, dan tentu saja yang terkait background pendidikannya sebagai sarjana ekonomi.
Kecintaan Rozma dan keluarga pada makanan enak akhirnya membuatnya semakin yakin untuk fokus pada bidang kuliner. Diawali teknik marketing mulut ke mulut, akhirnya berdirilah Amy and Cake Bistro, suatu tempat yang bukan sekadar bisnis cari cuan semata, tapi juga tempat Rozma mencurahkan passion, berbagi ilmu, dan memberdayakan sesama. Yuk, simak wawancara eksklusif Mother & Beyond dengan Rozma Suhardi yang menjadi narasumber Working Moms Lyfe kali ini.
Bagaimana awalnya dari sarjana Ekonomi bisa jadi chef?
Aku tadinya tinggal di makassar, 2012 baru pindah ke Jakarta. Aku sejak sebelum menikah sudah terbiasa bekerja, jadi setelah punya anak dan anak-anak mulai sekolah, aku jadi ingin cari kegiatan untuk mengisi waktu luang. Kebetulan ada beberapa hal yang menjadi passion aku, maka aku pernah menjadi shoe designer, fashion designer, makeup artist. Masih penasaran dengan coba-coba passion lain, tercetuslah ide bisnis kuliner karena aku juga suka memasak.
Lalu, dulu awal-awal menikah itu kan rasanya ingin menyajikan makanan terbaik dan terenak untuk suami dong, ya. Kalau bisa tuh sehari tiga kali memasak untuk pagi, siang, malam ganti menu terus. Haha. Akhirnya aku terbiasa memasak berbagai menu, baik makanan tradisional seperti menu jagoanku Mie Titi yang khas Makassar, sampai baking aneka roti dan cake. Setelah itu aku coba kasih hasil cooking dan baking ke teman, saudara, dan orang-orang terdekat, ternyata feedback-nya bagus, pada suka dan meminta aku jualan. Dari situ aku mulai jualan kecil-kecilan, deh.
Perjalanan bisnis kuliner ini tentu enggak langsung besar, ya, enggak langsung buka cafe seperti ini. Dari sukses jualan satu menu, lama-lama aku ekspansi menu dengan mengikuti kursus cooking dan baking di berbagai tempat. Kalau lagi ikut suami bekerja ke luar negeri itu aku enggak jalan-jalan untuk shopping, aku manfaatkan waktu tersebut untuk kursus. Ketika di rumah juga aku kursus panggil guru ke rumah. Aku sadar betul kalau ilmu harus terus dicari dan dikembangkan, jadi kursus cooking dan baking itu penting menurutku. Dengan begitu aku mulai menguasai menu demi menu yang aku suka.
Adakah cerita menarik tentang awal masuk ke dunia kuliner?
Ada, dong. Aku masih suka ketawa sendiri kalau ingat cerita ini. Jadi dulu tuh aku cuma punya satu oven kecil di rumah. Ketika aku mau beli oven besar yang lebih profesional, suamiku agak ragu membelikannya karena takut aku hanya semangat sesaat saja. Takutnya sudah beli mahal-mahal, cuma dipake satu atau dua kali saja. Nah, tahu apa yang aku lakukan? Aku sampai jual jam tangan biar bisa beli oven sendiri, lho! Haha. Oven ini masih ada sampai sekarang, benar-benar oven bersejarah buatku. Untungnya setelah itu aku bisa membuktikan ke suami kalau aku serius di bidang ini, kemudian support suami dan keluarga pun semakin tak terhingga sampai sekarang.
"Kunci sukses bisnis kuliner adalah konsisten, inovasi, dan harus passionate dengan bisnis yang kita bangun."
Interior toko Amy and Cake sangat estetik, inspirasinya dari mana, sih?
Salah satu inspirasinya dari London, UK. Menurut saya di London itu banyak toko yang kecil-kecil tapi cantik, tidak banyak kursi, didesain dengan penuh hati, dan setiap musim berganti tema dekorasi. Terinspirasi dari sana, aku coba aplikasikan keindahan tersebut ke Amy and Cake. Dekorasi kami juga sering berganti-ganti mengikuti musim atau big festive, misalnya Valentine, Natal, Idulfitri, Imlek, dan lain sebagainya.
Dari sekian banyak menu di Amy and Cake, menu apa yang paling mendeskripsikan Rozma Suhardi?
Kalau menu makanan ada Mie Titi, karena ini menu khas Makassar dan aku asli Makassar. Sebagai orang Makassar yang hidup di Jakarta, aku pasti selalu kangen kampung halaman, jadi dengan makan Mie Titi itu bisa sedikit mengobati rasa kangen kampung halaman. Sedangkan untuk menu hasil baking itu menurutku roti, aku suka banget makan roti, khususnya roti jadul. Menurutku roti jadul (jaman dulu) ini mengingatkanku akan masa kecil bahagia.
Apa sih suka dukanya menjadi chef dan mompreneur?
Kalau aku karena memang passionate di dunia kuliner, maka menjadi chef itu isinya happy-happy saja. Haha. Kalau ditanya capek nggak menjadi chef? Tentunya capek, tetapi beda banget capek karena menjalankan hal yang disukai dan yang tidak disukai. Menjadi chef menurutku capek tapi happy, jadi tetap enjoy banget. Lalu, kalau bicara soal duka menjadi mompreneur, menurutku itu kalau ada SDM (sumber daya manusia) yang pergi. Itulah kenapa seorang entrepreneur harus menguasai semua hal yang ada di bisnisnya, dalam bisnisku itu artinya menguasai teknik produksi (cooking, baking), marketing, management, dan berbagai strategi lainnya. Dengan begitu bisnis enggak goyah kalau ada SDM yang meninggalkan bisnis.
Sudah sibuk menjadi chef dan bisnis kuliner, apa alasan Rozma menambahkan kesibukan dengan membuka baking class?
Aku selalu suka berbagi ilmu, sehingga buka baking class ini aku sangat happy menjalankannya. Aku happy bisa bertemu sesama baking enthusiast, dari yang sudah sering mencoba baking sampai yang benar-benar baru belajar itu ada di kelas saya. Dengan buka baking class juga saya bisa membantu membuka potensi yang ada di para peserta.
Saya ingat di masa pandemi itu orang yang bisa bertahan salah satunya yang punya skill di bidang cooking and baking, di mana semua orang pesan antar makanan ini dan itu. Aku sendiri buka Amy and Cake di masa pandemi, lho. Dengan begitu aku ingin lebih banyak lagi orang yang punya kemampuan cooking dan baking, sehingga aku rasa ide bagus untuk berbagi ilmu di kelas. Senang sekali ternyata ide ini disambut baik, peminatnya banyak.
"Aku sadar betul kalau ilmu harus terus dicari dan dikembangkan, dengan begitu aku mulai menguasai menu demi menu yang aku suka."
Bagaimana support keluarga dengan profesi Rozma saat ini?
Pastinya suami dan anak-anak sangat mendukung, terlebih karena keluarga kami ini memang suka makan. Keluarga saya ini menjadi tim penguji menu sebelum dijual di Amy and Cake. Istilah “honest review” itu selalu aku dapatkan dari keluargaku. Haha. Saya butuh komentar mereka yang selalu pedas dan jujur, sehingga saya bisa perbaiki menu sebelum bisa dinikmati customer. Kalau sudah lolos ujian dari mereka, baru aku bisa jual di Amy and Cake.
Dukungan keluarga juga datang dalam bentuk inspirasi menu, lho. Kalau kami sedang pergi ke luar kota atau luar negeri, kami pasti sempatkan untuk coba berbagai menu andalan di sana. Sehari mungkin bisa coba sampai lima restoran buat mencari inspirasi menu, siapa tahu ada yang bisa disajikan di Amy and Cake. Sambil cari inspirasi, bisa sekalian quality time sama keluarga.
Bagaimana menyeimbangkan peran sebagai istri, ibu, mompreneur, dan chef?
Kalau saya itu Sabtu dan Minggu ekslusif memberikan waktu untuk keluarga. Kalau untuk anak-anak kebetulan anak pertama sudah kuliah di luar negeri, anak kedua sudah mau masuk SMP, yang ketiga mau naik kelas 5 SD, jadi waktu mereka memang lebih banyak dihabiskan di sekolah. Jadi aku bekerja itu sebisa mungkin hanya di waktu anak-anak sekolah, ketika mereka sampai rumah kurang lebih jam 17.00 maka sebelum itu aku usahakan aku juga sudah sampai di rumah. Kita juga punya jadwal tidur yang teratur, yaitu jam 20.00 dan sebelum itu kita selalu punya me-time di tempat tidur. Cerita-cerita tentang sekolah dan tempat kerja sampai mengantuk.
Menurut Rozma, kenapa wanita harus berdaya dan bisa menggali potensi diri?
Bagi saya enggak ada manusia yang enggak bisa apa-apa, asalkan ada kemauan. Jadi bukan tidak bisa, tapi tidak mau. Bagi saya, semua perempuan pasti bisa membuat sesuatu yang bisa membanggakan dirinya dan bisa bermanfaat untuk orang banyak. Semua berawal dari hal kecil saja dulu, enggak usah langsung besar. Tidak semata-mata mengejar hasil.
Apa kunci sukes dalam menjalankan bisnis kuliner yang selalu dijalankan?
Menurut saya salah satu kunci suksesnya adalah harus konsisten dan harus passionate dengan pekerjaan yang kita bangun. Jadi kalau bisnisnya ada masalah, entah jatuh atau ada cobaan apapun, kalau kita passionate dan suka dengan pekerjaan kita, pasti kita akan selalu semangat untuk bangkit lagi dan belajar dari kesalahan. Selalu berinovasi juga enggak kalah pentingnya dalam menjalankan bisnis kuliner, karena seperti yang kita tahu, cafe atau restoran baru itu setiap hari ada yang buka, tren makanan selalu berganti. Maka, berinovasi menjadi sangat krusial menurutku. Ingat, berinovasi bukan berarti mengganti menu sesering mungkin, ya. Kita lihat dalam 6 bulan itu apa makanan yang kurang banyak peminatnya, nah kita bisa mengganti dengan seasonal menu, tanpa mengganti signature menu.
Apa tips memulai bisnis kuliner bagi para Moms?
Sekarang sepertinya enggak susah untuk mulai berjualan, coba saja dulu dengan berjualan di media sosial. Enggak perlu langsung membuka toko besar, mulai di media sosial saja dulu. Posting menu andalan kita, jangan lupa bagi-bagi sampel ke teman-teman, tetangga, keluarga. Buka bisnis dari yang kecil itu perlu, agar bisa sekalian trial and error. Kita terima saran dan masukan dari mereka, dari situ bisa kembangkan produk agar lebih baik lagi.
Buka restoran di tengah pandemi, bagaimana strategi bertahannya?
Di pandemi kemarin sempat bertahan dengan strategi car dine-in, jadi pembeli bisa datang, parkir, kemudian order menu dan makan di mobil. Sangat minim kontak dengan orang lain. Saat pandemi kemarin aku juga mengajar baking class, jadi cukup banyak strategi untuk bisa bertahan. Aku sangat bersyukur karena pandemi kemarin membawa banyak rezeki.
"Aku juga ingin terus berbagi ilmu melalui kelas-kelas cooking dan baking yang sering aku adakan. Aku ingin mengajar sampai tua. Aku bahagia kalau ilmuku bisa bermanfaat untuk orang lain."
Dari 3 anak, adakah yang mengikuti jejak Anda di dunia kuliner?
Ya, anak saya yang pertama juga suka cooking dan baking. Saat ini dia sedang kuliah kuliner. Tahun ini dia sedang fokus kelas cooking dan tahun depan dia akan mulai kelas pastry. Mungkin dia sering melihat Mamanya cooking dan baking ya, jadi lama-lama suka ikutan dan akhirnya tertarik untuk fokus di bidang yang sama.
Kalau ditanya Mamanya suka mengajarkan masak ke anak atau tidak? Jawabannya tidak. Haha. Anak terinspirasi saja sama pekerjaanku. Menurutnya enak bekerja seperti Mamanya, seru kan bekerja di dapur. Semoga nanti kalau sudah terjun ke bisnis kuliner juga masih suka, ya.
Untuk adik-adiknya yang masih kecil-kecil, kalau nanti mau kuliah kuliner juga sih aku dan suami cuma bisa support. Kami membebaskan saja mereka mau kuliah apa dan berkarier di bidang apa.
Apa lagi mimpi yang ingin diraih Rozma?
Aku ingin mengelola Amy and Cake ini agar lebih bagus lagi, karena seperti yang kita ketahui berbisnis itu enggak ada puasnya, dan ilmu berbisnis itu harus terus dikembangkan agar tidak berhenti di situ saja. Bisnis F&B (food and beverage) itu terus berkembang, banyak banget anak-anak muda yang ilmunya jauh lebih banyak dari kita, jadi kita harus tetap belajar. Jangan berpuas diri dan merasa paling hebat dengan ilmu yang dimiliki, kita harus upgrade ilmu terus.
Aku juga ingin terus berbagi ilmu melalui kelas-kelas cooking dan baking yang sering aku adakan. Aku ingin mengajar sampai tua. Aku bahagia kalau ilmuku bisa bermanfaat untuk orang lain. Seperti yang pernah terjadi saat aku ke Surabaya beberapa waktu lalu, di mana aku bertemu dengan seseorang yang ternyata pernah mengikuti 250 kelasku sejak masa pandemi lalu. Orang ini profesinya notaris, tapi dia akhirnya membuka restoran juga karena terinspirasi oleh saya. Rasa bahagia seperti ini tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata, priceless.
Pernah juga ada yang ikut kelasku dan jadi bisa berkarya, kemudian dia berbisnis dan bisa bangkit lagi dari keterpurukan ekonomi saat pandemi kemarin. Saya bahagia banget karena ilmu yang saya miliki bisa bermanfaat untuk orang lain.
Dalam tiga kata, Rozma adalah ibu yang…
Aku ibu yang cerewet, terlalu perasa atau sensitif, tapi romantis dan cepat menangis. Haha. (M&B/TW/Photographer: Lintang Sukmana/Digital Imaging: Erlangga Namaskoro/Location: Amy and Cake Bistro)