Nias terkenal dengan tanahnya yang subur, keindahan alam, dan tradisi budaya suku setempat yang unik. Banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara yang menghabiskan waktunya untuk berlibur di pulau ini. Namun sayangnya, kekayaan alam, keindahan wisata dan budaya Nias hingga kini belum mampu menghidupi dengan layak sebagian besar masyarakat di sana.
Jika Anda sempat singgah di kabupaten Nias Utara, Anda akan menjumpai kondisi warga setempat yang cukup memprihatinkan, baik dari segi ekonomi, pendidikan, sosial, hingga kesehatan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kondisi warga setempat masih berada di garis kemiskinan. Salah satunya adalah faktor pendidikan yang menjadi penyebab utama. Selain itu, dampak gempa bumi dan tsunami yang melanda Nias pada 2004 dan 2005, hingga kini membuat pemerintah daerah setempat membutuhkan banyak biaya untuk perbaikan fasilitas dan infrastruktur yang memadai.
Dalam aksi perjalanan “Tango Peduli Gizi Anak Bangsa” yang digelar bersama Yayasan Obor Berkat Indonesia (OBI) dan PT. Orang Tua Group, serta sejumlah media pada 13-15 Mei 2013, dijumpai banyak masalah sosial dan budaya yang menghambat kemajuan masyarakat Nias. Hal ini berdampak pada kehidupan anak-anak Nias yang masih sangat memprihatinkan. Ahli gizi masyarakat dari Universitas Indonesia, Ir. Asih Setiarini, M.Sc. mengatakan, faktor budaya di banyak daerah di Indonesia membuat anak-anak memiliki kualitas kehidupan yang jauh dari kesejahteraan. “Nias hanya salah satunya, contoh budaya yang merugikan anak adalah ketika seorang laki-laki akan menikahi perempuan, mereka harus membayar mahar yang sangat mahal hingga mereka pun berutang. Utang mereka pun berlanjut hingga mereka berusia lanjut. Akhirnya, banyak pasangan yang kesulitan memberikan konsumsi yang layak untuk anak-anak mereka,” ujar Ir. Asih.
Selain itu, masalah yang tak kalah krusial adalah pengetahuan mereka tentang keluarga berencana (KB) yang sangat minim. Dalam sebuah keluarga, terutama di Nias Utara, banyak ditemukan sedikitnya 4 orang anak yang usianya hanya terpaut 1-2 tahun untuk setiap anak. Akhirnya, masalah busung lapar dan gejala stunting pun tak dapat dihindari. Belum lagi masalah sanitasi, sirkulasi udara di dalam rumah yang sangat tidak layak untuk ditempati, membuat kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang lebih baik di masa depan semakin kecil. (Anggita/dok.M&B)