Type Keyword(s) to Search
TODDLER

Balita Pendek, Tak Pandai Membaca

Balita Pendek, Tak Pandai Membaca

Pertumbuhan fisik yang baik memang mendukung kecerdasan anak. Sejumlah riset mengungkapkan bahwa anak yang bertubuh pendek (stunting) berkorelasi erat dengan kemampuan membacanya yang kurang. “Balita-balita yang bertubuh pendek dilaporkan terhambat kemampuan membacanya saat memasuki usia sekolah,” ujar Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S., pakar gizi dari Institut Pertanian Bogor. Ditambahkannya, kasus stunting pada balita seringkali tidak disadari, mulai kelihatan ketika Si Balita mulai diperkenalkan makanan pendamping ASI. Dan ketika usianya sudah 2 tahun, baru terlihat jelas tubuh pendeknya. Kasus balita pendek juga dapat dideteksi jika seorang balita sudah ditimbang berat badan dan diukur tinggi badannya. Jadi, secara fisik, balita tersebut akan lebih pendek dibandingkan balita seusianya yang lain.

 

Selain faktor gizi makanan, faktor genetik pun berpengaruh pada tubuh pendek. Meski demikian, hasil riset menunjukkan bahwa persoalan gen bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia, pengaruhnya tergolong kecil dibandingkan persoalan lingkungan, yakni kebutuhan makanan,” tegas Prof. Ali. Masalah tubuh pendek ini begitu penting karena jumlahnya cukup tinggi justru pada kasus balita gizi buruk di Indonesia.

 

Temuan Riskesdas dan UNICEF (2010) ini pun menyatakan Indonesia masih memiliki jumlah anak dengan keterhambatan pertumbuhan yang memprihatinkan (sekitar 7,8 juta anak). Satu dari 3 balita di Indonesia memiliki tubuh yang lebih pendek dari yang diharapkan. Data statistik ini menempatkan Indonesia di urutan ke-5 dunia dengan jumlah anak terbanyak yang bertubuh pendek. Dan ternyata, sebaran balita pendek ditemui di seluruh provinsi di Indonesia. Ini artinya, semua provinsi masih bermasalah terhadap kasus balita rentan gizi.

 

Masalah gizi kronis Si Kecil memang disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat orangtua tidak tahu atau belum sadar untuk memberikan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi anaknya. Ada sekitar 21,5 persen balita usia 2-4 tahun yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dan 16 persen lainnya mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal. Jika ini dibiarkan berlangsung dalam waktu lama, maka tentu akan mengganggu pertumbuhan berat dan tinggi badannya. Kasus balita pendek yang bersifat kronis seharusnya bisa dipantau dan dicegah apabila para orangtua peduli terhadap pemantauan pertumbuhan balita yang dilaksanakan secara rutin dan benar di klinik ataupun posyandu. (Dian/doc.M&B)