Kita perlu tahu bahwa vaksinasi tidak hanya dilaksanakan di Indonesia, tetapi juga dilaksanakan di lebih dari 190 negara di seluruh dunia, termasuk negara-negara muslim. Namun, baru-baru ini banyak masyarakat yang meragukan tentang kehalalan vaksinasi, terutama bagi umat muslim. Kontroversi ini terkuak karena adanya kandungan babi dalam pembuatan vaksin.
“Sebenarnya, tidak dibenarkan bahwa vaksin diharamkan. Vaksin tidak mengandung babi, tetapi hanya bersinggungan dengan enzim tripsin dari babi selama pembuatan jenis vaksin tertentu. Jadi, tidak semua vaksin,” ungkap Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), dari Departemen Kesehatan Anak Universitas Indonesia, ditemui dalam seminar media siang (23/04) tadi.
Perlu diketahui bahwa proses pembuatan vaksin yang menggunakan enzim babi hanya sebagai katalisator yang hanya sebagian kecil saja dari semua jenis vaksin yang ada. Seringkali masalahnya masyarakat memiliki perbedaan persepsi. Sebagian besar orang mengira bahwa proses pembuatan vaksin ini seperti pembuatan puyer yang mencampur adukan semua bahan menjadi satu, termasuk bahan yang mengandung babi. Padahal, hal tersebut merupakan persepsi yang keliru.
“Pembuatan vaksin di era modern ini tidak seperti itu. Pembuatannya amat kompleks dan memiliki beberapa tahapan. Enzim tripsin babi digunakan sebagai katalisator untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino yang menjadi bahan makanan kuman. Kuman tersebut setelah dibiakkan kemudian dilakukan fermentasi dan diambil polisakarida pada dinding selnya sebagai antigen bahan pembentuk vaksin,” jelas Dr. Piprim.
Ia juga menambahkan, pada enzim babi tadi akan dilakukan semacam pencucian hingga ratusan bahkan miliyaran kali, sampai akhirnya menjadi produk vaksin. Ia pun menegaskan bahwa pada hasil akhir produk vaksin ini sama sekali tidak terdapat bahan-bahan yang mengandung enzim babi. (Aulia/DT/dok.freedigitalphotos)