Di satu sisi, keberadaan minyak pada masakan mampu memberikan cita rasa sedap. Tapi di sisi lain, minyak juga identik dengan gemuk, tidak sehat, dan tinggi kalori. Lalu apakah itu artinya kita harus menghindari semua makanan yang berminyak? Menurut Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK, tubuh manusia tetap membutuhkan lemak dari makanan untuk membantu kerja tubuh lebih baik, misalnya untuk cadangan energi dan membantu penyerapan vitamin A, D, E, K. Ketentuan mengonsumsi minyak ini bahkan tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 tahun 2013, batasan konsumsi minyak maksimal hanya 67 gram atau setara 5 sendok makan.
“Semua makanan yang kita pikir sebagai 'lemak' memang tersusun dari asam lemak, yakni asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Menurut Pedoman Gizi Seimbang (PUGS) Indonesia, manusia dianjurkan mengonsumsi lemak sekitar kurang dari 25 persen dari total asupan kalori harian, American Heart Association (AHA) merekomendasikan konsumsi lemak jenuh kurang dari 7 persen, dan sisa asupan harus dipenuhi oles asam lemak tidak jenuh,” kata dr. Fiastuti pada acara peluncuran Tropicana Slim Canola Oil, pertengahan Mei lalu.
Asam lemak jenuh, yang biasa terkandung dalam lemak hewani, kulit ayam, dan minyak kelapa sawit (minyak goreng pada umumnya), dikategorikan sebagai lemak yang kurang sehat karena dapat meningkatkan kolesterol LDL (jahat). Sedangkan, asam lemak tak jenuh (unsaturated fat) memberikan manfaat bagi kesehatan karena mampu menurunkan angka kolesterol LDL dan meningkatkan kolesterol HDL (baik).
“Sumber lemak tidak jenuh dapat diperoleh di antaranya dari kacang-kacangan, alpukat, minyak jagung, olive oil, dan minyak kanola. Oleh karena itu, pemilihan minyak yang tepat, yang tinggi lemak tak jenuh, dapat membawa manfaat kesehatan bagi tubuh,” tambah dr. Fiastuti.
(Midya Desiani/dok.freedigitalphotos)
- Tag:
- minyak_goreng
- LDL
- asam_lemak