Banyak tantangan yang dihadapi ibu bekerja, karena menyeimbangkan karier dan keluarga tentu bukan perkara mudah. Sebagai ibu dan istri, Anda harus mengurus kebutuhan keluarga. Tetapi di sisi lain, Anda harus tetap profesional dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Namun di tengah perjuangan yang dilalui, selalu ada kendala yang harus dihadapi, termasuk diskriminasi di tempat kerja.
Ya, diskriminasi terhadap wanita yang ditemui pada era Kartini dulu, tanpa disadari ternyata masih terjadi di masa sekarang ini, terutama pada ibu bekerja. Penelitian dari Equality and Human Rights Commission (EHRC), lembaga penelitian di Australia yang memperjuangkan kesetaraan dan HAM menunjukkan bahwa lebih dari 10 persen ibu mengalami diskriminasi di tempat kerja mereka. Survei baru tersebut dilakukan oleh 3.034 karyawan dan 3.254 ibu melalui wawancara.
Dari hasil penelitian ini, diungkapkan bahwa banyak ibu hamil bekerja yang masih mengalami berbagai jenis diskriminasi, dari yang sedang hingga berat. Sekitar 1 dari 9 ibu hamil atau sekitar 11 persen melaporkan bahwa mereka dipecat dari perusahaan, baik secara paksa maupun ‘halus’ agar mengundurkan diri. Diskriminasi lain yang sering terjadi adalah ibu hamil sering kali dianggap tidak bisa bekerja maksimal, sehingga mereka tidak banyak dilibatkan dalam pekerjaan yang seharusnya. Jika dirata-ratakan, selama setahun ada 54.000 ibu yang mengalami diskriminasi ini.
Beberapa ibu lainnya juga mengalami perlakukan yang tidak nyaman, seperti pengalaman disepelekan di tempat kerja, komentar negatif dari rekan kantor yang terkait kehamilan atau fleksibilitas pekerjaan yang didapat ibu hamil. Dilaporkan, 1 dari 5 ibu mengalami hal tersebut. Ironisnya, 10 persen ibu hamil mengaku tidak mendapat kelonggaran waktu dari atasan untuk melakukan pemeriksaan antenatal saat jam kerja.
“Ribuan wanita setiap tahunnya masih menghadapi diskriminasi di tempat kerja, baik karena faktor kehamilan, maupun kesibukan mengurus anak. Pelecehan, diperlakukan tidak adil, atau pandangan negatif dari rekan kerja ini sering kali mengganggu kenyamanan ibu dan tak jarang membuatnya tertekan. Tak sedikit pula atasan yang membatasi ruang gerak ibu untuk mengurusi keluarga atau kepentingan pribadi. Mungkin perusahaan bisa sedikit lebih mengerti dan mengkaji lagi aturan apa yang harus diberlakukan di perusahaan,” ungkap Sarah-Jane Butler, ahli dan pendiri Parental Choice, dilansir dari M&B Australia.
Beberapa pengusaha atau atasan yang diwawancarai menyatakan bahwa aturan yang diberlakukan perusahaan semata-mata untuk kepentingan ibu hamil. Mereka berdalih bahwa hak dan peraturan hukum yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan sudah sesuai dengan apa yang seharusnya dan mudah untuk dilaksanakan. (Aulia/DC/Dok. M&B Australia)