Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Alami Nyeri Dada? Hati-Hati Penyakit Jantung Koroner!

Alami Nyeri Dada? Hati-Hati Penyakit Jantung Koroner!

Hingga saat ini, masih banyak orang yang salah mengartikan keluhan nyeri dada. Nyeri yang identik dengan penyakit jantung ini sering dianggap sebagai 'masuk angin' atau gangguan penyakit ringan lainnya. Padahal, literatur kedokteran mencatat bahwa 70 persen keluhan penyakit jantung koroner diawali dengan nyeri dada yang khas.

 

Nyeri dada pada penyakit jantung koroner sensasinya bisa bermacam-macam, ada yang merasa seperti ditekan benda berat, diremas, dan ada pula yang merasakan sensasi terbakar atau panas. Nyeri dada ini juga sering kali dirasakan menjalar hingga ke lengan kiri dan punggung.

 

“Nyeri dada biasanya timbul saat kita beraktivitas dan terjadi karena kebutuhan oksigen, serta nutrisi meningkat. Itu berarti, kebutuhan oksigen dan nutrisi dari jantung juga meningkat. Jika pembuluh darah yang mensuplai otot jantung bermasalah, keluhan ini akan timbul, terutama saat kita melakukan aktivitas berat dan akan berkurang saat istirahat. Sayangnya, keluhan nyeri dada yang dialami masyarakat di sini kurang khas, sehingga sering disalahartikan,” ungkap dr. Hardjo Prawira, Sp.PD, KKV, spesialis kardiologi dan vaskular OMNI Hospital Pulomas.

 

Dokter Hardjo menuturkan, keluhan nyeri dada yang dialami masyarakat Indonesia sering kali tidak khas seperti penyakit kardiovaskular pada umumnya. Hal tersebut terjadi karena respons rasa sakit setiap orang berbeda-beda. “Orang-orang yang memang lebih kuat menahan rasa sakit akan menganggap nyeri ini sebagai nyeri biasa, padahal mungkin saja ia mengalami gejala penyakit kardiovaskular yang khas. Sebaliknya, pada orang yang lebih sensitif dan lemah akan merasakan sakit luar biasa, tetapi keluhannya ternyata bukan masalah kardiovaskular. Karenanya perlu pemeriksaan lebih lanjut, tidak bisa hanya menebak-nebak berdasarkan keluhan saja,” jelas dr. Hardjo.

 

Selain pemeriksaan melalui keluhan, penyakit jantung koroner juga bisa dilihat dari faktor risiko yang dimiliki pasien, seperti kebiasaan merokok, kolesterol, diabetes, kencing manis, hipertensi, kegemukan, dan kurangnya aktivitas fisik. Itulah mengapa, dr. Hardjo tetap menyarankan agar dilakukan pemeriksaan yang lebih objektif untuk memastikannya, seperti tes EKG, treadmill stress test, atau USG jantung. (Aulia/DC/Dok. Freedigitalphotos)